JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tanah Hak Guna Bangunan (HGU) Megamendung, Jawa Barat yang dimanfaatkan oleh Habib Rizieq Shihab untuk pondok pesantren (ponpes) merupakan tanah negara HGU yang sudah puluhan tahun digarap masyarakat setempat. Kemudian dibebaskan oleh Rizieq Shihab dengan mempergunakan dana keluarga dan ummat.
Tanah tersebut dibebaskan dan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan. Saat ini tanah itu digugat kembali oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tapi tanah itu bermanfaat untuk ummat.
Pernyataan itu disampaikan oleh mantan Ketua DPR Maruzki Alie dalam pesan tertulis yang disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidan Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Assalamualaikum wr wb, Prof Mahfud MD Menkopolhukam. Bismillah, ini suara hati, disampaikan kepada penguasa negeri ini, lewat saudaraku Prof Mahfud. Tanah HGU Mega Mendung yang dimanfaatkan oleh HRS untuk pesantren, adalah tanah negara HGU yang sudah puluhan tahun digarap rakyat. Kemudian dibebaskan oleh HRS dengan mempergunakan dana ummat termasuk dana HRS sekeluarga,” ujar Marzuki dikutip Jumat (25/12/2020).
Dia menuturkan, tanah tersebut dibebaskan dan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan dan saat ini lahan itu digugat kembali oleh PTPN VIII. Dia berharap melalui Mahfud MD agar lahan itu dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk aktivitas pendidikan.
“Terlepas apakah itu ide direksi atau ada pesan khusus dari kekuasaan, tapi tanah itu bermanfaat untuk ummat. HRS ada kesalahan, bahasa terlalu kasar dalam berdakwah, apakah itu dibenarkan atau salah, saya bukan ahlinya untuk mendebatkan. Saya memohon, demi kepentingan ummat, HRS boleh dihukum kalau dinyatakan bersalah oleh pengadikan, tapi assets yang bermanfaat untuk ummat sebaiknya jangan turut dihabisi. Terus terang hati ini sangat tidak terima,” tuturnya.
Menurutnya, hal itu tak sebanding dengan perlakuan berbeda terhadap aset yang dimiliki para terpidana korupsi. Banyak koruptor, kata dia yang asetnya tidak dirampas dan justru hidup enak di penjara, dan bisa keluar kembali menikmati hidup mewah.
“Belum lagi jutaan hektare yang dikuasai konglomerat, pasti banyak pelanggaran hukum di dalamnya. SBY sendiri saya kritik, karena membiarkan konglomerat-konglomerat itu menguasai lahan ratusan ribu hektare dengan alasan mereka mendapatkan sesuai aturan. Tapi aturan tanpa melihat keadilan, maka aturan itu zalim,” katanya.
Politikus Partai Demokrat itu berharap Mahfud MD tetap komitmen dalam menegakkan keadilan. Dia menilai, jika PTPN VIII diakomodir dan dibenarkan penegak hukum, banyak HGU yang dimiliki konglomerat dan ditelantarkan oleh pemilik hak karena dijadikan land bank, tidak akan dapat dimanfaatkan rakyat.
Bisa saja rakyat dipidana karena memanfaatkan lahan terlantar tersebut, kata Marzuki, dan akan menjadi kasus besar karena banyak rakyat yang tidak punya lahan lalu menggarap tanah HGU yang ditelantarkan.
“Mohon Prof dengan amanah kekuasaan saat ini, berpihaklah sedikit demi keadilan, yang dirasakan semakin sulit di negeri ini. Semua bisa berargumentasi bahwa hukum ditegakkan, tapi hati nurani kita pasti berbicara tentang benar dan salah,” ucapnya.
Menjawab pesan dari Marzuki, Mahfud MD mengaku belum mengetahui jauh persoalan itu.
“Saya sendiri tak begitu paham urusan tanah itu, karena tak pernah mengikuti kasusnya. Ini baru tahu juga setelah disomasi. Nanti saya bantu untuk memproporsionalkannya,” kata Mahfud.
Sengketa lahan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah seluas 31,91 hektare di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor bermula dari surat bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang dilayangkan PTPN VIII (Persero).
Surat berperihal somasi pertama dan terakhir ditujukan kepada Pimpinan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah. Surat somasi ditandatangani oleh Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat. Surat ini ditembuskan ke sejumlah pihak, di antaranya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktur Utama PTPN III (Persero), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Bareskrim Mabes Polri.
Di dalam surat somasi, secara umum, Mohammad Yudayat menyatakan ada permasalahan penguasaan fisik tanah hak guna usaha (HGU) PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 31,91 ha di Megamendung oleh Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak 2013. Penguasaan tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. PTPN VIII menegaskan lahan tersebut merupakan aset PTPN VIII berdasarkan Sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
PTPN juga mengingatkan adanya ancaman pidana atas penguasaan fisik tanah HGU tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. Untuk itu, PTPN VIII memperingatkan agar Pimpinan Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah menyerahkan tanah tersebut atau dikosongkan paling lambat tujuh hari terhitung sejak surat diterima.
Sumber: Antara/RMOL/News
Editor: Hary B Koriun