RIAUPOS.CO - MUNCULNYA penolakan atas pungutan dana ketahanan energi (DKE) tidak membuat Kementerian ESDM goyah. Rencana pungutan Rp200 dari setiap liter premium dan Rp300 dari solar belum akan dibatalkan. Kementerian ESDM yakin bahwa pasal 30 UU 30/2007 tentang Energi sudah bisa menjadi landasan hukum yang kuat.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja saat dihubungi JPG mengatakan, payung hukum tersebut sudah cukup jelas. Jadi, tidak ada alasan untuk menunda pengumpulan dana ketahanan energi.
Meski demikian, dia sadar perlu aturan tambahan untuk memperkuat. ’’Untuk implementasi masih diperlukan peraturan menteri (Permen, red),’’ katanya.
Meski demikian, dia tidak mau menjelaskan lebih lanjut soal peraturan pelaksana itu. Termasuk, kapan aturan mulai diluncurkan untuk memperkuat UU 30/2007 tentang energi. Dia lantas menyebutkan beberapa aturan lain yang mendukung pemungutan dana ketahanan energi.
’’Sudah disebutkan juga dalam PP Kebijakan Energi Nasional yang menjadi uraian UU 30/2007 tentang energi,’’ imbuhnya.
Di aturan itu, depletion premium atau pengurasan premium memang diambil dari energi fosil. Dengan demikian perlu dana untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT), sumber daya manusia (SDM), litbang, dan infrastruktur.
Dari PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, terutama Pasal 27 ayat 3 menyebut pemerintah atau pemerintah daerah mendorong penguatan pendanaan untuk menjamin ketersediaan energi, pemerataan infrastruktur energi, pemerataan akses masyarakat terhadap energi, pengembangan industri energi nasional, dan pencapaian sasaran penyediaan serta pemanfaatan Energi.
Dilanjutkan dengan Ayat 5 yang menjelaskan pungutan pendanaan dilaksanakan dengan menerapkan premi pengurasan energi fosil. Lantas, ayat 6 menyebut premi itu untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi serta pengembangan EBT.
’’Semuanya sudah jelas dasar hukumnya,’’ tegas Wirat.
Menteri ESDM Sudirman Said kemarin juga menyebut dasar yang sama untuk saat ini. Yakni UU 30/2007 dan PP 79/2014. Soal sikap kontra, dia menganggap sebagai sesuatu yang wajar. Yang penting, Kementerian ESDM sebagai pengelola dana bisa bersikap profesional, transparan dan akuntabel. ’’Secara konsep, dana itu untuk mendorong ekplorasi agar depletion rate cadangan kita bisa ditekan,’’ terangnya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur energi yang memakan banyak biaya bisa dibantu. Kementerian ESDM sendiri ingin mengembangkan EBT agar lebih maju. Dia mengatakan, pengembangan EBT saat harga minyak jatuh memang terkesan aneh dan buang-buang duit. Namun, kalau tidak segera memulai, Indonesia justru kesulitan saat harga minyak dunia rebound. ’’Jangan khawatir, dana itu seperti uang negara pada umumnya. Disimpan oleh Kementerian Keuangan,’’ jelasnya.
Sudirman Said mencoba kembali meyakinkan keamanan dana dari tangan jahil karena diaudit secara menyeluruh oleh Irjen Kementerian ESDM dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tidak ketinggalan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga ikut mengaudit keuangan itu. Sedangkan soal tata cara pemungutan masih belum jelas.
’’Perlu kita atur secara khusus tata cara pemungutan dan pemanfaatan DKE, termasuk prioritas pemanfaatanya. Dalam persidangan Januari nanti, akan kami konsultasikan kepada Komisi VII DPR,’’ ujarnya.