JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih belum mencabut status pandemi Covid-19 selama tahun 2022. Itu karena munculnya varian Omicron yang lebih menular pada Oktober-November 2021.
Sejak saat itu, Omicron terus bermutasi menjadi subvarian yang semakin mudah menular. Selama tahun 2022, begitu banyak subvarian Omicon yang juga sempat membuat sejumlah negara terhantam badai pandemi sekali lagi meski mayoritas populasi sudah mendapatkan vaksin Covid-19.
Laporan Nebraska Medicine, subvarian Omicron diawali dari BA.1, BA. 2, hingga BA.4 dan BA.5. Semakin virus bermutasi, virus tersebut lebih mudah menular namun daya fasilitasnya semakin melemah.
“Saat ini varian yang dominan di AS adalah BQ.1.1. Varian omicron asli sudah tidak ada lagi,” kata ahli penyakit menular AS dr. Mark Rupp.
“Saat ini subvarian omicron yang beredar antara lain BQ.1.1, BQ.1, BA.5, BF.7 dan XBB,” katanya.
XBB Hantam Indonesia dan Singapura
Gelombang Covid-19 sempat kembali menunjukkan tren kenaikan sejak bulan September hingga November di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh subvarian Omicron XBB. Angka kasus per hari sempat menembus sekitar 6-8 ribu kasus, setelah sebelum munculnya XBB kasus sempat stabil di angka 2 ribu kasus sehari.
Kementerian Kesehatan RI mengumumkan penyebaran sub varian omicron XBB sejak bulan Oktober 2022. Awalnya terdapat 4 kasus Covid-19 varian XBB di Indonesia.
Dari 4 pasien tersebut, 3 di antaranya berlokasi di DKI Jakarta dengan 2 pasien transmisi lokal dan 1 pasien transmisi luar negeri. Sisanya 1 pasien lagi berlokasi di Surabaya dengan transmisi luar negeri.
Menyusul temuan ini, Kementerian Kesehatan langsung melakukan upaya antisipatif dengan melakukan tracing dan testing terhadap kontak erat dan hasilnya negatif. Semua pasien sudah dilakukan vaksinasi, ada yang sudah dua kali ada juga yang sudah booster. Varian XBB menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 yang tajam di Singapura, diiringi dengan peningkatan tren perawatan di rumah sakit. Meski varian baru XBB cepat menular, namun fatalitasnya tidak lebih parah dari varian Omicron asli.
Muncul Subvarian BF.7 di Penghujung 2022
Menjelang akhir tahun 2022, sejumlah negara melaporkan adanya varian baru Covid-19 Omicron bernama BF.7. Subvarian Omicron ini muncul di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di Cina. Namun tak bisa dipastikan apakah hal itu saling terkait atau tidak.
Dilansir dari Indian Express, juga terungkap bahwa 3 kasus subvarian Omicron BF.7, telah terdeteksi di India sejauh ini. Berbagai negara bagian telah meningkatkan kewaspadaan.
Para ahli menduga kemungkinan besar akan menular seperti infeksi Omicron dengan gejala mirip flu. Varian saat ini lebih kebal terhadap netralisasi oleh antibodi pada manusia daripada virus asli. Kendati demikian, negara belum bisa dikatakan aman dari pandemi Covid-19. Sebab berbagai mutasi varian baru masih berpotensi terus terjadi. WHO juga belum mencabut status pandemi.
Cina Berjuang Melawan Covid-19
Di saat semua negara sudah mulai relaksasi dengan kasus Covid-19 yang landai, Tiongkok justru menghadapi peristiwa de Javu saat pertama kali virus itu muncul pada 2019 lalu. Sebuah laporan menyatakan kasus Covid-19 di Tiongkok kembali melonjak tajam. Bahkan laporan Reuters menyebutkan ada tumpukan atau antrean jenazah di sejumlah krematorium khusus Covid-19. Para tenaga kesehatan juga dilaporkan kewalahan dan ikut terinfeksi. Apakah laporan ini benar?
Duta Besar Tiongkok Untuk Indonesia H.E.Lu Kang menjawab pertanyaan itu. Ia mengakui saat ini ada penyesuaian kebijakan terkait protokol kesehatan di Tiongkok. Sejumlah media menyatakan bahwa lonjakan kasus di Tiongkok terjadi pasca kebijakan Nol-Covid dicabut.
“Tentang pertanyaan itu, kondisi di Tiongkok ada perubahan penyesuaian protokol kesehatan secara domestik. Sudah ada pengetahuan umum secara internasional bahwa virus sendiri tak begitu mematikan. Bagi negara apapun apabila 1,4 miliar orang, kebijakan umum apapun pasti ada satu proses,” katanya dalam press briefing, Rabu (21/12).
Saat ditanya apakah laporan antrean jenazah itu benar, ia tak menjelaskan secara spesifik. Ia hanya menegaskan bahwa saat ini Tiongkok sedang menjalani penyesuaian aturan protokol kesehatan.
“Sesuai dengan perubahan kebijakan, kalau menurut standar yang dulu, siapapun harus dikarantina. Dan kalau anda mengikuti info terkini. Sebenarnya pemerintah bolehkan seseorang yang positif dan jika sudah tak menulari orang lain, bisa kembali kerja,” ungkapnya.
Ia menegaskan agar media mengutip laporan resmi dari pemerintah. Sejauh ini, otoritas resmi Tiongkok mencatat total kematian sejak awal pandemi adalah sekitar 5 ribu jiwa.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman