PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) - Sesuai jadwal yang telah dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), pelaksanaan ujian seleksi kompetensi bidang (SKB) calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau akan dilaksanakan mulai Sabtu 27 November.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau Ikhwan Ridwan mengatakan, pelaksanaan ujian SKB tersebut dilakukan setelah hasil ujian seleksi kompetensi dasar (SKD) diumumkan. Di mana ujian SKB adalah tahapan terakhir dari seleksi CPNS.
"Ujian SKB CPNS Pemprov Riau sesuai jadwal akan dilaksanakan 27 November. Namun itu untuk yangmemilih lokasi ujian di luar Riau," kata Ikhwan.
Untuk lokasi pelaksanaan ujian SKB CPNS Pemprov Riau, tetap akan dilaksanakan di UPT Penilaian Kompetensi BKD Riau yang ada di Jalan Amal Hamzah, Pekanbaru dan dimulai pada Senin (29/11). Atau sama lokasinya dengan pelaksanaan ujian SKD sebelumnya.
"Untuk lokasi ujian SKB bagi yang memilih lokasi di Pekanbaru tetap sama, yakni di UPT Penilaian Kompetensi di Pekanbaru," ujarnya.
Untuk pembagian jadwal ujian, ujar Ikhwan, bisa dilihat melalui website resmi BKD Riau, yakni www.bkd.riau.go.id. Peserta ujian SKB yang sudah dinyatakan lulus diharapkan untuk dapat melihat jadwal tersebut.
"Bagi yang sudah dinyatakan lulus SKD, maka mereka berhak ikut ujian SKB. Karena itu jadwalnya bisa dilihat di website," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ikhwan juga mengingatkan bahwa peserta ujian harus memperhatikan beberapa hal. Seperti hadir 90 menit sebelum ujian, membawa kartu peserta ujian, membawa alat tulis pribadi, KTP elektronik, membawa sarung tangan medis.
"Kemudian juga membawa pas foto 4x6 dua lembar, menggunakan masker, membawa hasil tes Covid-19 negatif dan beberapa syarat lainnya yang sudah dijelaskan pada pengumuman di website resmi BKD Riau," ujarnya.
Untuk diketahui, peserta seleksi CPNS Pemprov Riau yang dinyatakan lulus atau memenuhi syarat passing grade SKD sebanyak 274 orang. Ke-274 orang tersebut akan memperebutkan 123 formasi CPNS Pemprov Riau.
Separuh Dana BOS Bisa untuk Gaji Guru dan Tendik Honorer
Kementerian Agama (Kemenag) memberikan kado manis menyambut Hari Guru Nasional (HGN) 2021. Dalam petunjuk teknis (juknis) pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2021, separuhnya bisa untuk gaji guru dan tenaga kependidikan (tendik) honorer.
Di dalam aturan yang berlaku tahun ini, penggunaan dana BOS untuk guru dan tendik di Kemenag maksimal hanya 30 persen. Sementara di dalam aturan juknis penggunaan dana BOS 2022, alokasi untuk guru dan tendik maksimal 50 persen. Perhitungan persentase itu dari total anggaran dana BOS yang diterima sekolah.
Sementara itu untuk nominal besaran dana BOS yang dikucurkan tidak mengalami perubahan. Di jenjang pendidikan raudlatul athfal atau pendidikan anak usia dini (PAUD) ditetapkan Rp600 ribu/siswa/tahun. Kemudian di jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI) Rp900 ribu/siswa/tahun, jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) Rp1,1 juta/siswa/tahun, dan di jenjang Madrasah Aliyah (MA) Rp1,5 juta/siswa/tahun.
Kemenag menetapkan pengelolaan dana BOS dilakukan dengan prinsip fleksibilitas. Kemudian prinsip efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi. Penggunaan dana BOS dan dana bantuan operasional pendidikan (BOP) harus dipertanggungjawabkan secara logis serta mengakomodasi aspirasi seluruh pemangku kebijakan.
Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag M. Ali Ramdhani mengatakan ketentuan penggunaan dana BOS dan BOP bagi guru dan tendik honorer itu berlaku untuk madrasah negeri maupun swasta. ’’Ketentuan yang baru, sebesar 50 persen dari total dana BOP atau BOS yang diterima dalam satu tahun (untuk guru dan tendik honorer, Red),’’ kata dia, kemarin (24/11).
Dengan bertambahnya alokasi dana BOS untuk membayar gaji guru dan tendik honorer, diharapkan mereka bisa mendapatkan gaji rutin sesuai upah minimum daerah setempat. Tetapi jika tidak mencukupi, bisa di bawah upah minimum yang berlaku. Khusus untuk madrasah swasta, diharapkan bisa mempertimbangkan sumber keuangan lain guna membayar gaji guru dan tendiknya.
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah M. Ishom Yusqi mengingatkan ada sejumlah larangan dalam penggunaan BOP untuk raudlatul atfhal serta dana BOS untuk madrasah. Di antaranya adalah dana BOP dan BOS dilarang disimpan dengan tujuan untuk dibungakan. Kemudian dilarang ditransfer ke rekening pribadi untuk kepentingan pribadi. ’’Dana BOP dan BOS juga dilarang dipinjamkan ke pihak lain,’’ tuturnya.
Selain itu juga dilarang untuk membiayai kegiatan yang bukan prioritas. Di antara kegiatan yang bukan prioritas adalah studi banding, karya wisata atau rekreasi, dan sejumlah kegiatan sejenis lainnya. Sementara itu menyambut peringatan Hari Guru Nasional 2021, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan rapor kinerja dua tahun untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekonologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Dari survei yang dilakukan pada 777 guru, diperoleh data hampir 80 persen responden menilai kinerja Nadiem baik.
Dari jumlah tersebut, 74,9 persen responden menilai pembelajaran jarak jauh (PJJ) berjalan dengan baik. Kemudian, 74,3 persen responden berpendapat bantuan kuota juga berjalan baik. Termasuk soal asesmen nasional berbasis komputer (ANBK) dan rekrutmen PPPK guru. Lebih dari 80,2 persen guru menyatakan pelaksanaan ANBK sudah baik dan 80,8 persen responden menilai proses rekrutken PPPK guru honorer telah berhasil membantu penyelesaian masalah guru honorer.
"Kendati begitu, masih terdapat kelompok guru yang menilai kurang terhadap kebijakan mas menteri," ujar Wasekjen FSGI Mansur. Meskipun di bawah 10 persen, lanjut dia, hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Khususnya, untuk bantuan kuota belajar. Terdapat 10,4 persen guru yang menilai kurang. Artinya, masih terdapat proses penyaluran yang tidak tepat sasaran maupun peruntukannya. Termasuk untuk PJJ, di mana di masa pandemi Covid-19 ini perlu penyempurnaan di sejumlah sisi.
"Secara umum penilaian kurang ini hendaknya menjadi ruang koreksi dan evaluasi bagi kementerian untuk perbaikan pada tahap pelaksanaan kedepannya," sambungnya.
Beda lagi dengan, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). P2G justru menilai Nadiem gagal meyakinkan pemda mengusulkan formasi PPPK guru secara maksimal. Menurut Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G, nyatanya pemda hanya mengajukan 506.252 formasi pada 2021. Itu pun yang lulus 173.329 guru saja. "Padahal janji Mas Nadiem menyediakan 1.002.616 formasi. Capaian masih jauh dari target," keluhnya.
Dari data P2G, setidaknya ada 10 pemda yang tidak membuka seleksi guru PPPK tahapan II. Yakni, Jawa Timur, Surabaya, Kuningan, Cilacap, Rembang, Tebing Tinggi, Deli Serdang, Nias Utara, Bandung, dan Tasikmalaya. Ini menjadi bukti kegagalan Nadiem dalam meyakinkan pemda yang bisa berakibat fatal.
"Minimnya daerah mengajukan formasi akan memperkecil peluang menjadi PPPK dan mematikan ikhtiar mereka memperbaiki nasib. Lagi-lagi guru honorer menjadi korban buruknya pengelolaan rekrutmen guru oleh pemerintah," tuturnya.
Karenanya, P2G meminta pemerintah pusat merekalkulasi dan membuat road map guru honorer lulus PPPK. Kemudian, bagaimana penempatan dan lama kontrak berdasarkan SK pemda, termasuk jenjang pembinaan dan pengembangan karir. Sebab keberadaan guru PPPK berpotensi menggeser keberadaan guru honorer lain yang ada di sekolah tersebut. Sehingga, guru honorer lain bisa terbuang dan menjadi masalah baru.
"Termasuk seleksi guru PPPK tahap II dan III, yang dibuka bagi guru swasta dan umum," ungkapnya.
Satriwan mengatakan, perlu regulasi khusus mengatur penempatan guru swasta yang lolos PPPK. Pasalnya, bila mereka mengajar di sekolah swasta tentu akan berdampak terhadap penghasilan ganda, baik dari negara sebagai ASN sekaligus dari yayasan swasta. Hal ini dikhawatirkan bisa menimbulkan kecemburuan sosial bagi guru lainnya.
Sebaliknya, jika guru PPPK dari sekolah swasta mengajar di sekolah negeri, keberadaan mereka akan menggeser guru honorer lain yang tak lulus PPPK. Ada potensi besar terjadinya konflik horizontal sesama guru di masyarakat. Selain itu, P2G juga mendesak pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai standar upah minimum nasional bagi guru non-ASN. Urgensi Perpres ini, kata Satriwan, untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan guru bukan ASN yang meliputi guru honorer termasuk guru sekolah/madrasah swasta. Mengingat, seleksi PPPK guru menampung 173 ribu guru honorer dari sekitar 1,5 guru honorer yang ada.
Satriwan menjelaskan, fakta di lapangan upah guru honorer dan guru sekolah/madrasah swasta menengah ke bawah sangat rendah. "Jauh di bawah UMP/UMK buruh. Contoh UMK buruh di Kabupaten Karawang Rp 4,7 juta, namun upah guru honorer SD negeri di sana hanya Rp 1,2 juta," keluhnya.
Mirisnya lagi, lanjut dia, upah yang kecil ini pun diberikan rapelan mengikuti keluarnya dana BOS. Padahal, mereka butuh makan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap hari. Upah ini pun bergantung kebijakan kepala sekolah dan jumlah murid atau rombongan belajar. Oleh sebab itu, regulasi upah layak bagi guru penting demi penghormatan profesi. Dengan begitu, profesi guru punya harkat dan martabat di samping profesi lain.
"Kenyataannya profesi guru tak dihargai, tak bermartabat, karena upahnya tidak manusiawi," pungkasnya.(sol/wan/mia/jpg)