JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah berlangsung ricuh. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta menjamin transparansi proses PPDB yang dilakukan oleh dinas pendidikan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, kericuhan PPDB seolah menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun. Kemendibud bersama dinas pendidikan di provinsi maupun kabupaten/kota seharusnya menyosialisasikan skema PPDB sejak jauh hari.
“Sehingga meminimalkan potensi protes dari calon siswa maupun wali murid,” terang Huda, Rabu (24/6).
Seperti diketahui, sejumlah orang tua calon siswa di berbagai daerah melakukan protes terkait proses PPDB. Salah satunya di DKI Jakarta. Mereka mendatangi balai kota untuk memprotes aturan umur yang dinilai lebih diprioritaskan dibanding prestasi calon siswa.
Protes serupa juga terjadi di Kota Bogor. Orang tua protes atas ketidakjelasan kuota jalur prestasi. Sedangkan di Malang, aplikasi PPDB online sempat down sehingga orang tua berbondong-bondong datang ke sekolah. Termasuk banyak persoalan di Pekanbaru secara khusus dan RIau secara umum di daerah.
Huda menyatakan daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel.
“Meski demikian, otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan oleh Kemendikbud,” papar dia.
Bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda. Karena dinas pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing. Hanya saja perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisikan sejak jauh hari, sehingga tidak memicu kericuhan.
Dia mengungkapkan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Keempat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi. Kemendikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut yakni jalur domisili diberikan proporsi 50 persen, jalur afirmasi 15 persen, jalur perpindahan 5 persen, dan jalur prestasi (0-30 persen).
Menurut Huda, seharusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut. Sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meski tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah.
Huda berharap setiap dinas pendidikan maupun sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi calon orang tua siswa yang belum memahami aturan PPDB. Apalagi saat ini hampir semua PPDB berbasis online sehingga memunculkan rasa kekhawatiran jika proses penerimaan peserta didik baru dijadikan “mainan” oleh oknum-oknum tertentu.
Ketua DPW PKB Jabar itu mengatakan, karena pandemi Covid-19, semua PPDB dilakukan secara online. Kondisi ini bisa jadi memicu kecurigaan para orang tua siswa ketika mereka tidak diberikan pemahaman mengenai aturan main penerimaan peserta didik baru secara komprehensif.
Dia pun mendesak agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB ini. Menurutnya, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020. Diharapkan temuan fakta di lapangan akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.
Huda menambahkan, PPDB seperti penyakit kronis yang selalu kambuh di setiap awal tahun ajaran baru.
“Perlu perumusan kebijakan PPDB yang lebih komprehensif mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi sehingga orang tua siswa merasa ada jaminan fairness dan transparan,” terangnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra