JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Nilai tukar rupiah terperosok semakin dalam. Kemarin kurs referensi Jakarta interbank spot dollar rate (Jisdor) terkapar di level Rp13.963 per dolar AS. Sementara itu, kurs di pasar spot yang dicatat Reuters, rupiah sempat menyentuh level Rp13.988 per dolar AS. Secara year to date (ytd), rupiah melemah 2,6 persen sejak 2 Januari 2018. Di sisi lain, indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup di zona merah dengan penurunan 0,47 persen ke level 6.308,15. Investor asing mencatat net sell Rp1,02 triliun di seluruh pasar.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Rahmatullah mengungkapkan, rata-rata dolar AS memang menguat dibanding mata uang negara-negara berkembang. Misalnya, mata uang peso Filipina melemah 4,15 persen; rupee India 3,38 persen; dan lira Turki 6,54 persen. Namun, ringgit Malaysia dan baht Thailand mampu menguat masing-masing 3,82 persen dan 4,01 persen.
’’Yield global, khususnya US treasury, sekarang sudah mendekati 3 persen. Artinya, banyak pelaku pasar global itu yang mulai antisipasi Fed fund rate (suku bunga acuan Bank Sentral AS, Red) naik lagi dalam waktu dekat,’’ katanya saat diskusi bersama wartawan, Senin (23/4). Secara umum, pasar masih mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan The Fed naik 3–4 kali tahun ini. Meski tekanan perang dagang antara AS dan Cina mulai reda, hal tersebut kurang direspons pasar.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan, data makro AS relatif membaik. Itu terlihat dari laporan pendapatan korporasi AS kuartal I 2018 yang sebagian besar lebih baik dari estimasi. Naiknya yield US treasury juga mampu menarik dana-dana investor.
Sementara itu, dari dalam negeri, data makro seperti inflasi 3,4 persen (yoy) dan neraca dagang yang mulai surplus 1,1 miliar dolar AS masih tergolong baik.
’’Outlook BI untuk growth (pertumbuhan ekonomi) kuartal I 2018 akan lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Didorong khususnya dari kegiatan investasi, inflasi diperkirakan berada dalam sasarannya (2,5–3,5 persen) dan current account deficit (CAD) meningkat tetapi berada dalam batas aman di bawah 3 persen terhadap PDB (produk domestik bruto),’’ ujarnya.
Dengan tekanan yang lebih banyak berasal dari sisi eksternal, Dody optimistis daya saing mata uang Garuda masih cukup kuat. Untuk menjaga stabilitas, BI akan tetap berada di pasar melakukan campur tangan ganda, baik dari pasar valas maupun pasar uang.
Cadangan devisa Indonesia pada Maret telah turun menjadi 126 miliar dolar AS. Pada Januari, cadangan devisa berada di posisi 131,98 miliar dolar AS. Kepala Ekonom UOB Enrico Tanudjaja mengatakan, tugas utama bank sentral memang hanya menjaga kestabilan nilai tukar, bukan menjaga sampai di level mana rupiah itu akan dipertahankan. BI tidak harus terus-menerus mengintervensi pasar, tetapi lebih baik menjaga agar pergerakan atau volatilitas nilai tukar lebih terkontrol.
’’Tidak ada level cadangan devisa yang ideal, tapi kami melihat yang penting import cover. Berapa banyak cadangan devisa kita bisa membiayai impor, dan itu masih sangat tinggi sebetulnya,’’ terangnya.(rin/c17/sof/jpg)