JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan kontroversial. Para guru di satuan pendidikan kerja sama (SPK) yang sudah bersertifikat tidak mendapat tunjangan profesi guru (TPG). Kebijakan itu dinilai diskriminatif.
Sekolah dengan label SPK adalah nama baru untuk sekolah internasional. Di seluruh Indonesia, saat ini ada 300-an unit SPK. Kebijakan penghentian penyaluran TPG untuk guru-guru yang mengajar di SPK itu tertuang dalam Peraturan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Nomor 5745/B.B1.3/HK/2019 yang diteken Plt Dirjen GTK Kemendikbud Supriano.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, kebijakan tersebut sangat aneh.
"Artinya, tidak boleh diskriminasi kalau sifatnya pelayanan kepada siswa," katanya saat ditemui di kantor wakil presiden kemarin (22/1).
Menurut dia, guru di sekolah negeri, swasta, maupun berlabel SPK memiliki hak dan kewajiban yang sama. Apalagi terkait dengan pencairan TPG. Selama ini, syarat utama mendapatkan TPG adalah memiliki sertifikat profesi guru dan mengajar minimal 24 jam tatap muka per pekan.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga menuturkan alasan guru di SPK tidak mendapat tunjangan. Menurut dia, hal tersebut lantaran guru yang mengajar di SPK tidak memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
"Contohnya, jumlah rombel tidak sesuai standar," ucapnya saat dihubungi tadi malam.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal