PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Beberapa daerah di Provinsi Riau menjadi "arena utama"konflik manusia dan harimau. Tiap tahun, konflik yang melibatkan harimau sumatera terus memakan korban jiwa. Data Riau Pos, tahun ini saja, sudah ada tiga korban jiwa akibat serangan hewan dilindungi yang kini terancam punah tersebut.
Korban terbaru adalah Seha Sopiana Manik (44) yang baru saja dimakamkan akibat diserang harimau, Jumat (19/8) di Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan. Sebelumnya sudah ada dua korban lain. Mereka adalah Tugiyat (41) yang diterkam harimau pada tanggal 5 Februari 2022 juga di Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan. Lalu pada 6 April juga tercatat warga Kecamatan Tualang Mandau, Bengkalis bernama Indra (30) juga meninggal dunia akibat kebuasan datuk belang di kawasan hutan GSK di Desa Tasik, Tebing Serai, Bengkalis.
Berdasarkan data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, konflik berdarah manusia dan harimau juga terjadi pada 2021 yang memakan empat korban tewas. Sebelumnya, tahun 2020 ada satu korban mengalami luka dan satu lagi tewas. Pada tahun 2019, dua orang korban luka dan tiga tewas akibat serangan hewan buas ini. Kebanyakan konflik manusia dengan harimau memang terjadi antara pekerja kebun atau petani di lokasi tidak jauh dari kawasan konservasi, atau yang berdekatan.
Menindaklanjuti berbagai konflik tersebut, BBKSDA Riau selalu mengedepankan perlindungan terhadap satwa yang memang dilindungi sesuai ketentuan undang-undang, sekaligus mencegah korban jiwa manusia. Hanya saja, pada beberapa kasus, harimau dievakuasi dari habitat aslinya seperti harimau di Teluk Lanus.
Penanganan serupa juga akan dilakukan pada harimau yang baru menewaskan Seha Sopiana Manik di Pulau Muda. Seperti disebutkan Kepala BBKSDA Riau Genman S Hasibuan, pihaknya memasang perangkap atau kandang trap di lokasi. Namun akan lebih dulu mengidentifikasi harimau sumatera yang menerkam korban.
"Kami baru memasang kamera trap. Kandang trap akan dipasang berdasarkan analisa data hasil kamera trap nanti,"sebut Genman Hasibuan, Senin (22/8).
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Wilayah l BBKSDA Riau Andri Hansen Siregar mengatakan pihaknya sudah merencanakan penanganan konflik harimau dan manusia di Teluk Meranti tersebut.
"Dengan kejadian ini, Balai Besar KSDA Riau langsung menurunkan tim bersama pihak perusahaan pada Sabtu (20/8) sore lalu untuk melakukan penanganan lebih lanjut. Hingga saat ini, tim masih berada di lapangan untuk melakukan mitigasi dengan memasang 5 kamera trap di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Hasil pantauan sementara, tim menemukan satu jejak kaki harimau dewasa di sekitar lokasi kejadian," ujarnya.
Untuk itu, Andri Hansen mengimbau kepada masyarakat Desa Pulau Muda, khususnya para pekerja perusahaan agar waspada dan tidak melakukan aktivitas di kawasan tersebut. Pasalnya, berdasarkan landscape, satwa dilindungi yang diperkirakan berasal dari Suaka Margasatwa (SM) Tasik Belat, Kabupaten Siak tersebut telah lebih dua kali memangsa manusia.
"Kejadian serangan harimau di Kabupaten Pelalawan ini merupakan kejadian berulang. Hal ini karena habitatnya yang terus menyempit membuat hewan terancam punah tersebut terus menerus mengalami konflik dengan manusia. Untuk itu, kami imbau warga tidak melakukan aktivitas di sekitar lokasi serta tidak menyerang hewan tersebut. Pasalnya, kami akan bekerja maksimal untuk mengembalikan satwa buas itu ke habitatnya," tuturnya seraya menyebutkan lokasi kejadian dengan pemukiman masyarakat sekitar 12 km.
Sementara itu, petani di Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, ketakutan untuk pergi memanen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Ini tak terlepas dari kejadian penyerangan harimau yang memangsa pekerja pemanen kayu akasia di pinggir kanal area perkebunan hutan tanaman industri (HTI) PT Peranap Timber, Desa Pulau Muda, Kecamatan Teluk Meranti, Jumat (19/8).
Kehadiran satwa ganas yang dikenal dengan bahasa latin panthera tigris sumatrae ini dikhawatirkan mengancam keselamatan warga tempatan yang berada tidak jauh dari lokasi penyerangan harimau tersebut. "Ya, kehadiran hewan liar (harimau, red) ini, membuat petani takut untuk berkebun,"ujar terang Camat Teluk Meranti, Raja Eka Putra SSos, ketika dikonfirmasi Riau Pos, Senin (22/8).
"Apalagi binatang berbadan belang itu telah memangsa manusia yang sedang duduk santai di tepi kanal. Kami berharap pemerintah melalui BKSDA dapat segera mengevakuasi harimau ini. Sehingga tidak kembali menimbulkan konflik harimau dan warga," tambahnya.
Diungkapkannya, penampakan harimau di Kecamatan Teluk Meranti, khususnya di Desa Pulau Muda sudah sering terjadi. Pasalnya, desa ini berbatasan dengan daerah perlintasan kawanan harimau yakni Desa Serapung, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Kampar serta Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung dan Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).
Raja Eka bercerita, pada awal tahun 2022 lalu (Februari 2022, red), pekerja pemanen kayu akasia di area perkebunan HTI PT Satria Perkasa Agung (SPA) di Distrik Simpang Kanan, Desa Simpang Gaung, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) telah menjadi korban terkaman maut harimau.
Kemudian pada tahun 2020 dan 2019 lalu, dua warga Desa Pulau Muda yang menjadi korban terkaman maut harimau bernama Bonita. Ketika itu, keduanya bekerja membuat bangunan untuk sarang walet di Dusun Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Inhil.
"Bahkan, dua pekan setelah Bonita berhasil ditangkap BKSDA, warga kembali dihebohkan adanya penyerangan harimau yang telah memangsa belasan hewan ternak (sapi, red) milik warga. Setelah ditelusuri, warga menemukan dua jejak kaki harimau berukuran besar (dewasa, red) dan berukuran kecil (anak harimau, red)," bebernya.
Menurut Raja Eka, hewan liar tersebut diduga berasal dari hutan Suaka Margasatwa di Kecamatan Kerumutan. Di mana lokasi ini menjadi salah satu kantong harimau di Riau. Bahkan, BBKSDA pernah menyebut lokasi ini didiami enam ekor harimau dengan wilayah jelajah masing-masing. Salah satunya Desa Pulau Muda menuju Serapung Kuala Kampar dan Pelangiran serta Gaung Kabupaten Inhil.
"Untuk itu, mewakili masyarakat Desa Pulau Muda, kami meminta dan berharap agar BKSDA dapat melakukan evakuasi hewan ganas ini dengan membuat tempat khusus seperti penangkaran. Sehingga tidak berkeliaran masuk ke kebun hingga pemukiman masyarakat yang tentunya mengancam keselamatan warga," ujarnya.(hen/amn)