Mabit di Bukit Berbatu hingga Jamarat

Nasional | Kamis, 23 Agustus 2018 - 12:48 WIB

Mabit di Bukit Berbatu hingga Jamarat
MABIT: Ratusan orang bermalam (mabit) di sebuah kawasan bukit berbatu tak jauh dari Jamarat, Selasa (21/8/2018) malam. (M AMIN/RIAU POS)

MINA (RIAUPOS.CO) - Ratusan jamaah berkumpul di perbukitan batu di kawasan Mina, sekitar 1 km dari Jamarat, Selasa malam (22/8) waktu Arab Saudi. Kebanyakan dari mereka berwajah Timur Tengah. Tapi ada juga yang berwajah Asia Selatan atau Asia Tenggara. Sebelumnya, beberapa jamaah asal Iran sering terlihat berkunjung ke perbukitan batu tersebut.

Kali ini mereka tak sekadar berkunjung, melainkan tidur-tiduran bahkan tidur sebenarnya. Bukan sembarang tidur di alam terbuka tentunya. Mereka sedang mabit. Mabit di Mina menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yang wajib. Tapi tidak semua mendapatkan tenda untuk mabit atau bermalam (berdiam) di kawasan Mina ini.

Baca Juga :JCH Lansia 2024 Mencapai 46 Ribu

Bahkan jamaah Indonesia sangat banyak yang kemudian ditempatkan di Mina Jadid, sebuah kawasan baru yang aslinya masuk Muzdalifah, tapi kemudian difatwakan ulama Arab Saudi bisa masuk kategori Mina. Ada belasan ribu jamaah haji Indonesia yang ditempatkan di Mina Jadid itu.

Makanya, tak sedikit pula yang menganggap lebih tepat jika mabit di Mina, pada alam terbuka kendati tidak mendapatkan fasilitas seperti tenda, makanan, atau pelayanan kesehatan. Dari Riau sendiri, cukup banyak yang mabit tidak di tenda. Termasuk dari Kloter 07 Batam. Salah satunya TPHD Kloter 07 Batam Dastrayani Bibra. Dia memilih mabit di sekitar Jamarat, yang juga masuk kawasan Mina. “Tidak masalah kalau diusir aparat,” ujarnya.

Aparat kepolisian Arab Saudi memang cukup tegas soal jamaah yang mabit di sekitar Jamarat atau tempat melontar jumrah ini. Ratusan polisi dikerahkan untuk mengusir mereka yang kedapatan duduk di sekitar Jamarat. Sebab, kawasan itu menjadi lalu lintas jalan kaki jamaah yang ingin melontar jumrah.

“Hajji, hajji. Tariq (jalan, red),” ujar petugas.

Penghalauan jamaah itu dilakukan dengan cara yang tegas tapi tidak kasar. Tak hanya dengan ajakan, tapi juga pengeras suara dari mobil. Bahkan, mobil-mobil petugas selalu datang ke rombongan yang duduk bergerombol dengan sirene yang sangat keras. Kalau sudah dibegitukan, biasanya jamaah menyingkir, atau berjalan menuju Jamarat walaupun tidak melontar.

Tapi tak sedikit juga jamaah yang hanya bergerak sekilas, dan tak melanjutkan instruksi petugas. Mereka bergerak setengah meter, lalu setelah petugas pergi, mereka duduk lagi di tempat yang sama. Kondisi ini berlangsung sejak bakda Asar hingga tengah malam. Riuh suara sirene dan perintah aparat kepolisian Saudi seakan tak pernah berhenti.

“Hajji. Harrik (bergerak, red),” ujar mereka.

Dari mobil yang bergerak menghalau jamaah yang berdiam juga terdengar imbauan. Tak hanya dengan bahasa Arab, tapi juga dengan bahasa lainnya. Salah satunya terdengar seperti bahasa Indonesia.

“Peringhathan... Peringhathan....”

Tempat mabit memang sudah disediakan pada tenda-tenda. Akan tetapi, selain ada yang sangat jauh, misalnya Mina Jadid yang pergi-pulang dengan jarak 9 km, ada juga jamaah yang tidak mendapatkan tenda. Bahkan dari perbincangan di sekitar Jamarat, ada jamaah haji plus yang marah-marah kepada penyelenggara haji plus mereka, karena tak mendapatkan tenda.

“Apa gunanya haji plus kalau fasilitasnya seperti ini. Lebih enak jamaah reguler,” ujar seorang ibu berpakaian glamor.

Jamaah dari beberapa negara disinyalir juga tak mendapatkan tenda untuk mabit. Padahal, mabit di Mina ini merupakan wajib haji yang jika ditinggalkan harus membayar dam (denda). Makanya, banyak di antara mereka yang mabit di sepanjang jalan menuju Jamarat. Ada yang di pegunungan dan perbukitan di sekitar Mina, di emperan toko, hingga sepanjang Jalan King Fahd (King Fahd Road). Tak hanya menggelar tikar, mereka juga membuat tenda-tenda sendiri. Jumlahnya ratusan.

Siang harinya, mereka memenuhi masjid-masjid di sekitar kawasan Syisyah, yang tak jauh dari Jamarat. Malam harinya, karena malam hari merupakan kewajiban mabit, mereka bergerak ke arah Mina, untuk sekadar berdiam, atau boleh juga tidur. Tapi di kawasan pinggir jalan pun, aparat tetap melarang, walaupun jalan itu sangat luas, dan tak ada lagi kendaraan yang lewat.

JH Riau Wafat

Sementara  itu, seorang jamaah haji Riau bernama Supeni binti Yahkun Barnawi asal Kabupaten Bengkalis, Desa Bangun Sari, Kloter 08 Batam wafat, Rabu (22/8) di Mina. Supeni dikabarkan wafat akibat kelelahan setelah melontar jumrah Aqabah.

Sebelumnya satu jamaah calon haji (JCH) Riau asal Kabupaten Bengkalis, Nizar Muhammad, dari kloter 09 Batam juga telah wafat di Makkah pada Ahad (12/8) lalu.(muh)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook