JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun 2023 terus mengundang berpolemik. Banyak penolakan yang masuk lantaran dinilai terlalu mendadak dan merugikan jemaah calon haji (JCH) yang berangkat tahun ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, JCH akan kelimpungan jika harus menyiapkan dana tambahan dengan kisaran Rp30 jutaan dalam waktu singkat. Terlebih, mayoritas JCH harus menabung bertahun-tahun untuk bisa mendaftar haji. ''Angka itu cukup besar. Jika ada perubahan mendadak atas nama Istitoah akan sangat merugikan jamaah yang akan berangkat tahun ini,'' ujarnya, Ahad (22/1).
Memang, kata dia, bakal ada skema terkait proporsi pembebanan biaya haji yang diusulan pemerintah. Yakni, 70 : 30, di mana 70 persen biaya ditanggung oleh jamaah dan 30 persen subsidi pemerintah yang diambil dari nilai manfaat BPIH. Proporsi tersebut pun sesuai dengan prinsip istitoah atau prinsip jika haji hanya bagi mereka yang mampu. ''Namun sekali lagi, bagi kami penerapan skema ini perlu waktu dan sosialisasi panjang sehingga tidak merugikan calon jamaah,'' tegasnya.
Angka tersebut pun jauh dibanding tahun lalu. Pada 2022, dari rerata BPIH sebesar Rp98,3 juta, komponen Bipih yang harus ditanggung jamaah hanya sebesar Rp39,8 juta (40,54 persen). Sedangkan sisanya, diambil dari nilai manfaat BPIH sebesar Rp58,4 juta (59,4 persen).
''Lalu tetiba ada usulan tahun ini jamaah harus menanggung 70 persen BPIH, sedangkan dari subsidi hanya 30 persen. Ini akan sangat berat,'' ungkap politisi PKB tersebut. Selain itu, lanjut dia, yang jadi pertanyaan adalah kenaikan terjadi di saat Pemerintah Arab Saudi justru menurunkan paket biaya haji, baik bagi jamaah domestik maupun luar negeri di tahun ini.
Ia memahami jika kenaikan komponen Bipih yang ditanggung jamaah merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Upaya ini untuk memastikan pengelolaan manfaat dana haji tetap bisa berjalan dan tidak merugikan calon jamaah daftar tunggu yang saat ini jumlahnya mencapai 5 juta orang. ''Kendati demikian skema perubahan Bipih tidak bisa dilakukan dengan mendadak dan perlu sosialisasi agar tidak memberatkan jamaah di tahun berjalan,'' kata legilastor asal Sumatera Utara itu.
Menanggapi penurunan paket biaya haji oleh Saudi, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief mengamini adanya biaya paket layanan haji 1444 H sekitar 30 persen dari harga yang ditetapkan tahun lalu. Penurunan paket haji ini pun telah diperhitungkan dalam usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M yang disusun pemerintah.
Lebih lanjut Hilman menjelaskan, yang diturunkan oleh Pemerintah Saudi adalah paket layanan haji. Adapun yang dimaksud dengan paket itu adalah layanan dari 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna/ Masyair). Di mana, untuk warga domestik, Pemerintah Saudi menawarkan empat paket layanan Masyair. Yakni, mulai SAR 10,596 -11,841 (sekitar Rp43 juta–Rp48 juta), mulai SAR 8,092- 8,458 (sekitar Rp33 juta-Rp34,5 juta), dan mulai SAR 13,150 (sekitar Rp53,6 juta).
Selain itu, Saudi juga menawarkan paket keempat, mulai SAR 3,984 (sekitar Rp16 juta), namun tanpa layanan di Mina. Hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah.
''Itulah yang disebut paket layanan haji yang ditangani oleh Syarikah atau perusahaan di Saudi. Harganya pada tahun lalu karena alasan pandemi, naik sangat signifikan. Tahun ini alhamdulillah diturunkan,'' paparnya.
Sehingga, kata dia, terkait paket layanan haji di Masyair, hitungan dalam usulan BPIH pemerintah juga turun. Kisarannya pun 30 persen.''Dan itu sangat signifikan,'' tegasnya.
Hilman mengatakan, tahun lalu, paket layanan haji (Masyair) 2022 mencapai SAR 5.656,87. Tahun ini, pihaknya berhasil melakukan negosiasi sehingga ada penurunan hingga 30 persen menjadi SAR 4.632,87.
Jadi dalam usulan BPIH tahun ini, kata Hilman, pemerintah sudah melakukan penyesuaian harga sesuai yang ditetapkan Saudi. Meski demikian, pihaknya tetap mempertahankan kualitas layanan bagi jemaah di Masyair.
''Kepada perusahaan penyedia layanan, kami memint agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu, layanan yang diberikan kepada jemaah juga tetap berkualitas,'' paparnya.
Kendati begitu, lanjut dia, yang perlu ditekankan adalah jika komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji. Komponen biaya haji yang diusulkan pemerintah kepada DPR itu juga mencakup layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi, baik Jeddah, Makkah, maupun Madinah.
''Di luar Masyair, masa tinggal jemaah sekitar 30 hari, baik di Makkah maupun Madinah. Ini kita siapkan semua layanannya,'' katanya.
Selain itu, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs dolar AS dan kurs Riyal (SAR). Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp15.300 untuk kurs 1 dolar ASdan Rp4.080 untuk kurs SAR 1. Pada 2022, kurs SAR yang digunakan adalah Rp3.846 sedangkan kurs dolar AS tahun 2022 sebesar Rp14.425.
''Hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen pesawat. Sebab, ini sangat bergantung pada harga avtur,'' ungkapnya.
Hilman pun menegaskan kembali jika usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H masih belum final. Karenanya, sangat terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Sehingga diharapkan bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp514.888,02. Sebab, rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.
Lantas, kenapa Bipih yang dibayar jemaah dalam usulan pemerintah justru naik? Hilman menjelaskan bahwa itu terjadi karena perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis. Pasalnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.(jpg)