Sejumlah ahli epidemiologi meminta agar PTM 100 persen tidak dilaksanakan untuk saat ini. Puan berharap pemerintah mempertimbangkan saran dari para ahli. Menurut dia, tidak semua sekolah memiliki fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang PTM 100 persen. Pemerintah harus mempertimbangkan aspek kesiapan sekolah masing-masing sehingga penerapan PTM 100 persen sebaiknya tidak digeneralisasi.
Puan menilai, PTM 100 persen masih rentan terutama untuk anak usia 6-11 tahun. Menurutnya, lebih baik kebijakan pemberlakuan PTM 100 persen dievaluasi sampai capaian vaksinasi Covid-19 anak usia sekolah selesai dilakukan. "Lengkapi vaksinasi terlebih dahulu sambil memantau kesiapan tiap-tiap sekolah, baru setelahnya diputuskan apakah sekolah sudah siap melaksanakan PTM 100 persen," ungkap Puan
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan sejumlah hal yang perlu dilakukan sebelum PTM 100 persen diterapkan, salah satunya adalah vaksinasi anak lengkap atau 2 dosis. Oleh karena itu Puan mendorong percepatan vaksinasi anak usia sekolah. "Lebih baik fokus terhadap percepatan vaksinasi anak, dan tidak terburu-buru melakukan PTM 100 persen. Keselamatan anak-anak harus jadi yang utama," tegasnya.
Puan menekankan pentingnya kehati-hatian pemangku kebijakan terkait persoalan PTM. Pemerintah juga diminta memperhatikan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyebut masih banyak pelanggaran protokol kesehatan di sekolah, termasuk guru yang tidak memakai masker saat berinteraksi dengan anak.
Maka pengawasan yang ketat juga perlu dilakukan untuk memastikan setiap aspek kesiapan, termasuk penerapan protokol kesehatan, sudah dipatuhi oleh pihak sekolah di seluruh daerah. Mantan Menko PMK itu pun mengingatkan pihak sekolah untuk mendapatkan izin orangtua siswa dalam pelaksanaan PTM penuh. Menurut Puan, sekolah tetap harus memfasilitasi murid untuk belajar daring apabila orangtuanya tidak mengizinkan untuk mengikuti sekolah tatap muka.
Sementara itu, anggota Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengingatkan pemerintah untuk tidak lengah. Apalagi, pasien Covid-19 varian Omicron terus meningkat dan diperkirakan akan terus bertambah. Dia meminta pemerintah melakukan antisipasi terhadap peningkatan kasus Omicron.
"Masyarakat banyak yang baru selesai liburan Nataru. Karena itu, sangat perlu dilakukan antisipasi dan ditingkatkan kewaspadaan," kata Saleh.
Tahun lalu, lanjut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu, meski tidak ada varian Omicron penyebaran Covid lumayan menyita energi dan pikiran. Dia berharap, kejadian serupa bisa lebih diantisipasi sehingga tidak terulang tahun ini. Dia juga meminta penanganan pasien varian Omircron diperhatikan lebih baik. Karena sudah menyebar di negara lain, Indonesia bisa belajar dari mereka.
"Tidak ada salahnya melihat apa yang dilakukan negara lain untuk menanganinya. Tentu, di kita sendiri harus dicari formulasi khusus," saran Saleh. Meski pemerintah mengklaim sudah siap, dengan waktu yang ada dapat dimaksimalkan lagi.
"Klaim kesiapan pemerintah harus dilihat lebih detail. Apakah faskesnya sudah siap? Bagaimana dengan tenaga medisnya? Bagaimana dengan alat kesehatan, oksigen, obat-obatan, dan lain-lain," tegasnya.
Terpisah, Pada kesempatan lain, LaporCovid-19 membeberkan adanya laporan warga terkait penjualan vaksin Covid-19. Penjualan dilakukan di marketplace dan dihargai Rp700.000. Hal itu diutarakan anggota LaporCovid-19 Amanda Tan pada diskusi virtual Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, kemarin (4/1). Laporan tersebut diterima LaporCovid-19 pada 13 Desember. "Ketika kami menelusuri memang ada transaksi jual beli," kata Amanda.
Bahkan secara rinci ditulis spek dari vaksin yang dijual.lebih lanjut Amanda menyatakan bahwa vaksin yang dijual merupakan vaksin untuk skema gotong royong. Tim LaporCovid-19 pun telah melaporkan kejadian itu kepada Kementerian Kesehatan. Sayangnya, Amanda membeberkan, tak ada respon dari kementerian yang dipimpin Budi Gunadi Sadikin itu. Bahkan aduan itu dicap hoaks oleh Kominfo.
Kasus itu hanya satu di antara puluhan kasus aduan terkait vaksin Covid-19. "Pada Agustus-September, laporannya cukup banyak," tutur Amanda. Sepanjang 2021 ada 71 aduan masyarakat ke LaporCovid-19 tentang penyelewengan vaksin. Selain jual beli vaksin, juga ada aduan terkait vaksin booster non-nakes, hingga pemalsuan kartu vaksin.
Khusus penyelewengan vaksin booster atau vaksin ketiga ada 33 laporan. Vaksin booster seharusnya diterima oleh tenaga kesehatan. Namun, pada laporan ini non-nakes juga mendapatkan vaksinasi tersebut.
Dia merincikan beberapa laporan datang dari pejabat negara. Amanda menyebut Dinas Kesehatan Probolinggo yang memberikan vaksin booster untuk jemaah umrah. "Ada pejabat Polda Metro Jaya yang pada 27 Desember mendapat vaksin booster secara ilegal," ungkapnya.Vaksin booster menurut Amanda banyak dicari bahkan sebelum gelombang Omicron ada.
Sama halnya dengan jual beli vaksin, penyelewengan vaksin booster juga dilaporkan ke Kementerian Kesehatan dan tidak mendapat respon. Amanda menganggap penyelewengan ini terjadi lantaran pengawasan yang lemah dan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah.(mia/far/lyn/lum/jpg/ted)
Laporan JGP, Jakarta