Ketika terjadi gempa 7,7 SR, pihak BMKG sudah mengaktifkan peringatan dini (early warning) bahaya tsunami. Dalam pengumuman peringatan tsunami tersebut diterangkan bahwa wilayah Donggala bagian selatan berstatus siaga. Kemudian, di wilayah Donggala bagian utara, Mamuju bagian utara, dan Kota Palu bagian barat berstatus waspada. Kemudian, tepat pukul 17.36 WIB, BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami. Beberapa saat kemudian beredar video terjadinya gelombang tsunami di Kota Palu. Kondisi itu sempat membuat bingung masyarakat. Sebab, ada yang menduga tsunami terjadi setelah peringatan dini tsunami diakhiri.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, peringatan dini tsunami diakhiri setelah air tsunami surut. ’’Bukan saat air laut surut, tetapi setelah air tsunami surut,’’ katanya dalam sambungan video konferensi malam tadi. Pada saat itu, Dwikorita sedang berada di Jogjakarta.
Berdasar hasil pemodelan tsunami oleh BMKG, mereka memperkirakan tsunami dengan level siaga (0,5 meter–3 meter) bakal terjadi di Palu dengan estimasi kedatangan gelombang tsunami pukul 17.22 WIB. Tim BMKG juga mengecek tinggi muka air laut di Mamuju pada pukul 17.27. Hasilnya, ada kenaikan sekitar 6 cm.
Dampak gempa tersebut, antara lain, ditutupnya Bandar Udara Mutiara Sis Al Jufri. Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Sindu Rahayu menyatakan, pemerintah telah mengeluarkan Notam Nomor H0737/18 untuk penutupan bandara tersebut. ’’Ditutup dari 28 September pukul 19.26 Wita sampai dengan estimasi 29 September pukul 19.20 karena terdampak gempa bumi,’’ katanya kemarin.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menuturkan, gempa dirasakan di wilayah Kabupaten Donggala, Kota Palu, dan Parigi Moutong. Secara umum, gempa berintensitas sedang selama 2–10 detik. ’’Gempa dirasakan beberapa kali karena adanya gempa susulan,’’ jelasnya. Di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, yang paling dekat dengan pusat gempa, beberapa rumah roboh dan rusak. Saat kejadian, menurut Sutopo, masyarakat panik dan berhamburan ke luar rumah.
’’Berdasar data sementara dari BPBD Kabupaten Donggala, tercatat satu orang meninggal, 10 orang mengalami luka-luka, dan puluhan rumah rusak. Korban tertimpa bangunan yang roboh,’’ katanya.
Jumlah korban sangat mungkin bertambah mengingat pendataan dan penanganan darurat masih berlangsung. Sebagian besar warga Palu mengungsi ke Bukit Sofa, tak jauh dari Monumen Nosarara Nosabatutu. Sarmila (23), warga Perumahan Pesona Teluk Palu, Tondo, Palu Timur, langsung menggeber sepeda motornya ke arah bukit ketika gempa terjadi. Dia memboncengkan dua adiknya, Isma dan Ima. Sarmila bersyukur tidak ikut tersapu gelombang tsunami. ”Banyak orang yang mengungsi ke sini. Kami bawa tikar,” ujarnya melalui telepon seluler. (wan/lyn/vir/agf/jpg/tom/ted)