RIAUPOS.CO - Sebelum akhirnya ditutup kuota cadangan, masih adanya sisa kuota haji sebanyak 24 ribu kursi ditengarai tidak terlepas dari kebijakan baru Kementerian Agama. Yaitu, tidak membuka permohonan pendamping lansia.
Menurut Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin, dengan kebijakan tersebut, banyak jemaah lansia dengan kondisi khusus memilih tidak melunasi biaya haji. Sebab, mereka atau pihak keluarga tidak berkenan melepas sendirian untuk menjalankan rukun Islam kelima itu.
Ade menyatakan, Kemenag tidak boleh memberlakukan semua lansia pada kondisi yang sama. Sebaliknya, perlu dipetakan lansia yang membutuhkan pendamping serta lansia yang masih sehat dan bisa berhaji secara mandiri.
Dia menekankan, ada lansia yang memang masih sehat dan mampu beraktivitas sendiri. Tetapi, ada juga yang perlu perhatian khusus. ”Misalnya, lansia yang sudah tidak bisa cebok sendiri, minum obat harus diingatkan terus, buang air kecil pakai alat,” katanya kemarin.
Pada kondisi seperti itu, pendamping yang ideal adalah dari keluarga inti. Baik suami atau istri, anak-anaknya, maupun saudaranya yang lain. Lansia dengan kondisi seperti itu tidak bisa ditangani petugas yang direkrut Kemenag. Meski, sudah dibekali pelatihan pendampingan lansia. Jika bukan keluarga inti, profesi yang paling memungkinkan adalah perawat lansia.
Untuk itu, Ade menegaskan, kuota pendamping lansia perlu dibuka lagi. Khususnya, untuk lansia dengan kondisi kesehatan yang sudah cukup berat. Apalagi, pendamping lansia itu tidak seketika juga bisa berhaji. Tetapi, minimal sudah mendaftar haji dalam waktu lima tahun.
Pada kesempatan tersebut, Ade juga menyoroti soal alokasi kuota tambahan sebanyak 8.000 kursi. Menurut dia, Kemenag seharusnya sudah siap dengan skema pendistribusiannya. Tidak perlu menunggu persetujuan DPR, baru kemudian mengatur skemanya.
Kuota tambahan itu harus terserap maksimal. Sebab, Indonesia sendiri yang mengajukan kuota tambahan ke Saudi. Ade mengingatkan bahwa pengaturan kuota tambahan itu tidak sebatas urusan pelunasan saja.
”Yang lebih penting adalah soal manasiknya,” katanya.
Dia mempertanyakan apakah calon jemaah haji yang bakal mengisi kuota tambahan sudah memahami manasik haji. Pasalnya, yang jadi acuan pelatihan manasik haji Kemenag adalah calon jemaah tahun berjalan. Bukan termasuk calon jemaah di antrean berikutnya.
Dari Kemenag, belum ada perkembangan terkait pendistribusian kuota haji tambahan. Pada saat rapat bersama Komisi VIII DPR, Menag Yaqut Cholil Qoumas menerima masukan supaya kuota tambahan itu dibuka juga untuk pendamping lansia. Rencananya, soal kuota tambahan tersebut dibahas kembali pada Selasa atau Rabu depan.
Di bagian lain, kemarin Kemenag melepas petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi yang bakal bertugas di daerah kerja (daker) Madinah dan bandara. Petugas haji yang berangkat kemarin terdiri atas 100 orang di daker bandara, 249 orang di daker Madinah, 12 petugas Kantor Urusan Haji (KUH), dan 129 tenaga kesehatan.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief meminta semua petugas haji bekerja sesuai dengan SOP. ”Sebagai wakil bangsa Indonesia, mohon jaga martabat dan nama baik bangsa,” katanya.
”Tahun ini kita memiliki tagline Haji Ramah Lansia. Maka, berikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji Indonesia,” imbuhnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyiapkan emergency medical team (EMT) untuk penanganan kegawatdaruratan medis pada penyelenggaraan haji 1444 H/2023 M. EMT dibentuk sebagai upaya menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) jemaah haji Indonesia di Arab Saudi.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Liliek Marhaendro Susilo menjelaskan, EMT dahulu dikenal dengan nama tim gerak cepat. Mereka bertugas melaksanakan deteksi dini, tanggap darurat pada kejadian kegawatdaruratan medis, dan melaksanakan rujukan jemaah haji yang membutuhkan perawatan di KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) dan RSAS.
”Salah satu strategi penyelenggaraan kesehatan haji tahun ini, kami siapkan dokter spesialis sebagai EMT,” ujarnya.
Setidaknya, ada 15 orang dokter spesialis yang disiapkan. Terdiri atas dokter spesialis bidang anestesi, penyakit dalam, bedah, saraf, dan jantung. Para dokter spesialis itu nanti ditempatkan di setiap sektor. Sehingga diharapkan kondisi kegawatdaruratan medis lebih cepat tertangani.
Selain itu, disiapkan 12 dokter umum dan 43 perawat IGD/ICU/ER. ”Tenaga kesehatan kegawatdaruratan tersebut disiagakan untuk memberikan pelayanan di 5 sektor daerah kerja Madinah dan 11 sektor daerah kerja Makkah yang berdekatan dengan pondokan jemaah haji,” ungkapnya.
EMT juga disiagakan di pos sektor khusus. Yakni, di Masjid Nabawi, Terminal Syib Amir Masjidilharam, Arafah, dan Mina. ”EMT akan kami siagakan untuk selalu mengikuti pergerakan jemaah haji saat pelaksanaan ibadah, terutama pada fase Armuzna,” sambungnya.
Dalam tugasnya, EMT berkolaborasi dengan tim penanganan krisis pertolongan pertama pada jemaah haji (PKP3JH), tim perlindungan jemaah haji (linjam) dan layanan lansia yang direkrut Kementerian Agama. Dengan sinergi itu, dia optimistis upaya penanganan kegawatdaruratan medis dapat dilaksanakan lebih optimal.(wan/mia/c6/fal/jpg)
Laporan JPG, Jakarta