PEJABAT TIDAK GELAR OPEN HOUSE

Salat Id di Rumah Saja

Nasional | Rabu, 20 Mei 2020 - 08:12 WIB

Salat Id di Rumah Saja

JAKARTA (RIAUPOS.CO) --TANTANGAN terbesar ibadah umat Islam selama pandemi setelah Salat Jumat adalah Salat Idulfitri akhir pekan nanti. Umat Islam harus bisa menahan diri untuk tidak melaksanakan Salat Id di masjid atau lapangan. Karena akan berhadapan dengan potensi penularan Covid-19 akibat berkumpulnya jamaah dalam satu tempat.

Peribadatan itu menjadi salah satu bahasan dalam ratas virtual tentang persiapan Idulfitri yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), kemarin (19/5). Dia mengingatkan, kunci dari kesuksesan pengendalian penularan Covid-19 qadalah kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan. Cuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, hingga menghindari kerumunan atau konsentrasi massa.


Dia meminta jajaran pemerintah agar protokol kesehatan betul-betul dipastikan di lapangan. Terutama menjelang dan pada saat Idulfitri.

"Saya melihat pasar-pasar tradisional saat ini sudah mulai ramai, karena banyak masyarakat yang belanja dalam rangka persiapan hari raya. Harus ada pengaturan yang baik dan keaktifan petugas mengingatkan protokol kesehatan," ujar Jokowi.

Begitu pula mengenai ibadah. Presiden kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah melarang masyarakat untuk beribadah. Justru, masyarakat didorong meningkatkan ibadah.

"Yang kita atur adalah peribadatannya. Dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan dan anjuran beribadah di rumah," lanjutnya.

Presiden menyatakan menghormati dan mengapresiasi fatwa maupun imbauan dari otoritas Islam di Tanah Air beserta ormas-ormas Islam. Khususnya yang terkait dengan panduan peribadatan maupun amaliyah bagi umat selama masa pandemi. Termasuk untuk mendukung kebijakan pemerintah yang melarang mudik. MUI sudah mengeluarkan fatwa yang intinya mengatur bahwa Salat Id berjamaah di masjid dan lapangan hanya boleh dilakukan di daerah yang penyebaran penyakitnya sudah terkendali. Pernyataan terkendali itu didasarkan pendapat ahli yang kredibel bahwa angka penularan cenderung menurun. Kemudian diikuti dengan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial oleh otoritas setempat.

Bila kedua syarat itu terpenuhi, barulah Salat Id berjamaah bisa dilakukan di masjid dan lapangan. Untuk masyarakat yang tinggal daerah zona merah Covid-19, MUI memfatwakan bahwa masyarakat bisa menggelar Salat Id di rumah. Baik sendirian maupun berjamaah dengan keluarga inti. Dalam lembar fatwa yang sama, dijelaskan pula tata cara menggelar Salat Id di rumah. Prinsip utamanya, Salat Id bersifat sunnah muakad, tidak wajib untuk dilakukan.

Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan, tidak ada perbedaan pendapat antara pemerintah dengan MUI maupun ormas-ormas Islam soal Salat Id.

"Di dalam seruan yang dikeluarkan Majelis Ulama, NU, dan Muhammadiyah, itu isinya sama. Agar orang salat di rumah," ujar­nya.

Karena aktivitas berkumpul itu meskipun dalam rangka ibadah, lebih menimbulkan mudharat ketimbang meraih yang sunnah muakad. Bahkan, panduan salat di rumah yang dikeluarkan sudah cukup detail. Misalnya bisa dengan khutbah pendek atau bahkan tanpa khutbah sama sekali. Yang penting adalah salatnya. Yang membedakan pemerintah dengan MUI adalah produk hukumnya. MUI berupa fatwa, sementara pemerintah berbentuk UU dan Permenkes. Regulasi terkait Covid-19 dalam UU dan Permenkes sudah jelas.

"Beribadah secara berkelompok dalam jamaah besar termasuk yang dilarang dalam rangka menjaga keselamatan dari penularan Covid-19," lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Pemerintah meminta dengan sangat agar ketentuan tersebut tidak dilanggar. Karena itu, pemerintah mengajak tokoh-tokoh agama, ormas keagamaan dan tokoh-tokoh masyarakat adat untuk meyakinkan masyarakat tentang larangan tersebut. Termasuk di dalamnya salat berjamaah di tempat-tempat ibadah. Larangan itu bukan karena salatnya, melainkan karena merupakan bagian dari upaya menghindari bencana.

Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan, meskipun sedang pandemi, perayaan Idulfitri tetap tidak boleh terganggu. Hanya saja, kegembiraan menyambut hari kemenangan bisa diwujudkan dengan cara lain. Misalnya berbagi dengan sesama yang memerlukan.

"Sehingga semua orang bisa menikmati sukacita itu," terangnya.

Perayaan Idulfitri tahun ini tidak perlu dilakukan dengan berkumpul bersama dalam jumlah massa yang besar. Apalagi sampai mudik ke kampung halaman, itu sama sekali tidak perlu. Saat ini, teknologi sudah sangat mendukung aktivitas silaturahmi meski tanpa pertemuan fisik.

Mengenai Salat Id, bila merujuk fatwa MUI, maka Indoensia belum bsia melakukan relaksasi pembatasan. Karena reproductive ratio (R0), skala untuk mengukur boleh tidaknya relaksasi dilakukan, masih lebih dari 1. Skala R0 Indonesia masih ada di angka 1,11. WHO baru mengizinkan relaksasi bila R0 sudah di bawah 1. Maka, yang dijadikan rujukan adalah fatwa tentang Salat Id di rumah. Bukan di masjid atau lapangan.

"BIN (Badan Intelijen Negara, red) memberikan prediksi kalau kita masih melakukan Salat Id di luar, akan terjadi pelonjakan angka penularan Covid-19 yang signifikan," lanjut  Fachrul.

PP Muhammadiyah menyusul MUI menerbitkan surat edaran tentang pelaksanaan Salat Id di tengah wabah Covid-19. Di dalam surat edaran tertanggal 14 Mei 2020, disebutkan apabila pada 1 Syawal 1441 H nanti Indonesia belum dinyatakan bebas dari Covid-19 oleh pemerintah, maka sebaiknya Salat Id di lapangan tidak diselenggarakan dulu.

"Hal ini untuk memutus rantai mudarat persebaran virus corona. Sehingga bangsa Indonesia bisa segera terbebas dari penularan wabah Covid-19," kata Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar.

Karena tidak bisa diselenggarakan secara normal di lapangan sebagaimana biasanya, maka bagi warga Muhammadiyah yang menghendaki Salat Id bisa digelar di rumah masing-masing. Salat Id di rumah digelar bersama anggota keluarga dengan cara sebagaimana pelaksanaan Salat Id di lapangan.

"Bahkan sebaliknya tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak Salat Id. Karena Salat Id adalah ibadah sunnah," tuturnya.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga menyebutkan mendiadakan Salat Id di lapangan karena adanya wabah Covid-19 bukan berarti mengurang-ngurangi agama. Selain itu pelaksanaan Salat Id di rumah tidak membuat satu jenis ibadah baru.

Sementara Polri akan berupaya melakukan penindakan terhadap kerumunan, baik di pusat perbelanjaan atau di tempat ibadah. Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Ahmad Ramadhan menjelaskan, di setiap daerah PSBB peraturan dibuat pemerintah daerah. Polri bersama TNI akan berupaya menegakkan aturan tersebut.

"Dilarang berkerumun ya, dibubarkan kalau berkerumun," jelasnya.

Bila terjadi kerumunan, misalnya di pusat perbelanjaan atau tempat lainnya. Maka, penyelenggarannya yang pertama kali diberitahu. Setelah itu dilakukan langkah meminta masyarakat pulang ke rumah.

"Apalagi kalau kerumunan sampai meluber ke jalanan, tentu akan ditindak petugas," ujarnya.

Selain itu setiap aktivitas juga harus sesuai dengan protokol kesehatan. Dari screening suhu, hingga phsysical distancing.

"Semua harus ditaati," jelasnya dalam konferensi pers virtual kemarin.

Tidak Ada Open House
Berbagai pembatasan yang dilakukan dalam rangka Idulfitri tidak hanya berlaku bagi Salat Id saja. Aktivitas saling mengunjungi antarsaudara dan tetangga juga diimbau untuk tidak dilakukan. Mengingat, umumnya dalam aktivitas silaturahmi itu hampir pasti terjadi kontak fisik. Sementara kontak fisik sangat dilarang selama pandemi.

Penggunaan teknologi untuk silaturahmi sangat dianjurkan. Bisa lewat teks, panggilan suara, ataupun panggilan video. Itu tidak akan mengurangi makna silaturahmi, karena kondisinya memang tidak memungkinkan untuk kontak fisik. Apalagi, beberapa waktu belakangan pertemuan virtual sedang menjadi tren untuk menyiasati kesulitan pertemuan fisik selama pandemi.

Berkaitan dengan itu pula, hampir bisa dipastikan para pejabat dari pusat hingga ke daerah tidak akan menggelar open house. Di level pemerintah pusat, sampai saat ini tidak pernah ada pembicaraan mengenai rencana open house. "Anggota kabinet pasti tahu diri untuk tidak buka open house," tutur Menkopolhukam Mahfud MD.

Silaturahmi dibatasi hanya untuk keluarga inti saja di rumah masing-masing. Tidak dengan mengunjungi sanak famili. Karena berpotensi memicu penularan bila dalam aktivitas tersebut hadir orang tanpa gejala.

Berkaitan dengan mudik, Mahfud kembali menegaskan bahwa mudik tetap dilarang.

"Larangan mudik tetap berlaku sampai saat ini dan tidak akan dicabut sampai waktu yang akan ditentukan kemudian," tegas Guru Besar FH Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu. Penegakan aturan tersebut akan dikawal oleh TNI/Polri bersama pemda dan forkopimda.

Yang paling utama adalah pencegahan di semua pintu masuk wilayah. Baik jalur utama maupun jalan-jalan tikus. Termasuk pecegahan di waktu-waktu potensial lengah seperti malam hari.sehingga, tidak sampai ada upaya perpindahan orang dari satu daerah ke daerah lain.(byu/wan/idr/ted)

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook