JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah diminta lebih menjamin keselamatan guru terkait adanya kasus penyanderaan di Papua yang dinilai sebagai bentuk kealpaan dan kelalaian.
"Kami berterima kasih karena guru berhasil dibebaskan. Namun, peristiwa itu juga menunjukkan negara tidak bisa menjamin keamanan guru," ucap Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi.
Dia menerangkan, guru memiliki hak untuk memperoleh rasa aman. Pendidikan kepada anak-anak memang wajib dilakukan. Akan tetapi, itu saja tidak cukup tanpa jaminan keamanan. Terutama untuk guru-guru di daerah perbatasan dan rawan konflik.
"Ini warning kepada kami, pekerjaan guru yang mulia tapi tidak aman. Terutama di daerah konflik," tegasnya.
Di sisi lain, dia pun setuju bahwa 18 guru itu benar-benar ditarik selama belum mendapat jaminan keamanan. Unifah meminta pemerintah ke depannya memberikan perlindungan kepada guru yang berada di daerah konflik.
Jika perlu, kata dia lagi, personel keamanan ditempatkan di wilayah tersebut.
"Jangan dilepas," tegasnya.
Adapun hal lain yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko adalah pendekatan budaya. Guru-guru yang ditempatkan di wilayah tersebut merupakan warga asli. Dengan begitu, guru maupun masyarakat memahami kondisi sosial budaya.
"Saya pernah lihat di Merauke. Pernah diterapkan dan itu bagus," tegasnya.
Untuk diketahui, kasus penyanderaan di Aroanop menambah panjang daftar kekerasan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB). November lalu, ratusan warga di kampung Banti dan Kimbely disandera. Dua kampung itu juga berada di Mimika.