JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polri berupaya untuk menghentikan pinjaman online (pinjol) ilegal yang menjamur. Namun, tidak mudah untuk bisa mengungkap kasus pinjol ilegal. Pinjol ilegal memiliki karakter yang cukup menghambat penanganan kasus. Dari mudahnya berganti nama hingga pinjol ilegal bisa dikendalikan dari jarak Jauh.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Helmy Santika menjelaskan, sejak 2020 hingga 2021 terdapat 371 laporan pinjol ilegal, 91 kasus di antaranya telah diungkap. Lalu, terdapat delapan kasus sudah masuk ke meja hijau.
"Sisanya, masih dalam pengembangan penyelidikan," tuturnya.
Dalam kejahatan finansial yang berbasis teknologi terdapat karakteristik tertentu. Seperti, pelaku dapat berpindah-pindah lokasi, pinjol ilegal mudah berganti nama, dan pemilik pinjol ilegal bisa mengontrol dari jarak jauh.
"Maka harus ditangani dengan benar dan tepat," urainya.
Penanganan kasus pinjol juga harus dilakukan secara utuh. Dari aplikasi dan SMS blasting, transaksi hingga penagihannya. Kepolisian tidak bisa semata-mata melihat kasus sebagai pinjam meminjam.
"Tidak bisa dilihat parsial dan penanganannya harus bersama-sama," tuturnya.
Bahkan, Bareskrim juga mendalami 3 ribu lebih pinjol ilegal yang sudah diblokir oleh Satgas Waspada Investasi. Penyidik menyelidiki satu per satu pinjol yang telah diblokir itu.
"Kita eksplore satu per satu. Karena itu perlu waktu," urainya.
Kondisi itu yang membuat seakan-akan penanganan tersebut lambat. Namun, semua itu merupakan tantangan bagi kepolisian.
"Karena itu dibentuk dua tim untuk mendalami soal pinjol di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus)," paparnya.
Sementara Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Ahmad Ramadan menjelaskan, untuk mencegah menjadi korban pinjol ilegal berdasarkan berbagai kasus yang ditangani kepolisian, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan. Pertama, dipastikan untuk mengetahui pinjol itu terdaftar atau tidak di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Cek di situs OJK, kalau tidak terdaftar jangan meminjam atau abaikan," tuturnya.
Selanjutnya, jangan mudah percaya dengan tawaran bunga rendah. serta, jangan izinkan atau klik tombol permintaan akses data peminjam. Dia mengatakan, pinjol tidak boleh mengakses nomor kontak peminjamnya.
"Inilah yang digunakan untuk menagih dengan cara menghina, menista dan memfitnah agar mau membayar," ujarnya.
OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menindak tegas pinjol ilegal. Sejak 2018, terdapat 3.516 aplikasi atau situs pinjol ilegal yang diblokir. Per 6 Oktober, perusahaan fintech peer-to-peer lending yang terdaftar dan berizin OJK berjumlah 106 entitas.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menegaskan, akan memberangus pinjol yang meresahkan dengan kolaborasi bersama Polri dan Kemkominfo. Mengingat, tidak sedikit masyarakat yang terjebak pinjol berbunga tinggi disertai cara penagihan tidak beretika. Di sisi lain, bagi masyarakat juga harus cermat.
"Jangan mudah terhasut tawaran pinjaman. Cek dulu ke website OJK. Jika di luar yang terdaftar dan berizin, jangan klik ok," tegasnya.
Wimboh menuturkan, OJK telah melakukan moratorium pendaftaran perusahaan fintech baru sejak Februari 2020. Selama itu pula, regulator terus melakukan peninjauan. Mencermati platform-platform yang belum memenuhi regulasi, maupun tidak memiliki kapasitas SDM (sumber daya manusia), dan operasional yang memadai untuk menjalankan bisnisnya. Memastikan status izin dan menelaah kembali perkembangan bisnis fintech.
"Artinya, fintech alias pinjol yang terdaftar dan berizin pun masih bisa kita cabut. Yang ada saat ini malah jumlah fintech yang terdaftar dan berizin OJK semakin menurun," jelasnya.
Sementara itu, Ketua SWI Tongam Lumban Tobing, pihaknya telah menerima 19.711 laporan aduan masyarakat terkait pinjol sejak 2019. Dari jumlah laporan tersebut, 10.441 aduan adalah pelanggaran ringan dan sedang. Sedangkan, 9.270 laporan merupakan pelanggaran berat.
"Pelanggaran berat yang diadukan meliputi, pencairan tanpa persetujuan pemohon, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP dengan teror, intimidasi, berkata kasar, bahkan pelecehan seksual," bebernya.
Meski demikian, Tongam mengatakan, keperluan masyarakat untuk mendapat pembiayaan cepat dimanfaatkan oleh oknum pinjol ilegal. Mudahnya mengunggah aplikasi, situs, dan website yang lokasi servernya banyak ditempatkan di luar negeri menyulitkan pemberantasan.