Ketua Pengurus Pusat GPF Tirto Kusnadi bersama pengurus lainnya baru keluar setelah sejam lebih berbicara tertutup dengan JK. Dia menuturkan, piutang tersebut memang kepada rumah sakit. Tapi, juga berkaitan dengan BPJS Kesehatan. Karena pembayaran obata-obatan oleh rumah sakit itu juga tergantung pada gelontoran dana dari BPJS Kesehatan.
”Sekarang pun uang seberapa besar dilimpahkan ke rumah sakit oleh BPJS. Rumah sakit mungkin akan mengutamakan gaji pegawai dulu, jasa medik, untuk lauk pauk makanan, untuk pendidikan, untuk segala macam. Baru sisanya mungkin dibayarkan ke industri farmasi atau kepada GPF,” ujar Tirto.
Dia mencontohkan, saat ada gelontoran dana hingga triliunan dari pemerintah melalui APBN untuk membantu BPJS Kesehatan, ternyata yang sampai ke GPF hanya enam hingga 10 persen saja. Ada permintaan agar BPJS Kesehatan menjadikan perusahaan farmasi sebagai provider langsung, bukan lagi menjadi co-provider melalui rumah sakit.
”Pak JK bilang memang BPJS (Kesehatan, red) sedang dicarikan (solusi). Misalnya tambahan keuangan dan sebagainya,” ungkap Tirto.
Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres Bambang Widianto menuturkan, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah alternatif untuk mengatasi devisit BPJS itu. Di antaranya kenaikan premi, tidak semua layanan ditanggung oleh BPJS, dan ada pembangian kewenangan ke pemerintah daerah.
”Ide pak Wapres ini desentralisasi pembagian beban sama pemerintah daerah. Harusnya dicoba dong kata Pak Wapres soal pembagian beban itu,” kata Bambang usai dia mengantar tamu wapres tersebut.
Sedangkan keinginan agar perusahaan farmasi menjadi provider langsung BPJS Kesehatan sepertinya akan sulit diwujudkan. Sebab, yang mengerti kebutuhan obat adalah rumah sakit atau dokter. ”Yang tahu penggunaan obatnya siapa? kan dokter yang tahu. Jadi rumah sakitnya, jadi memang begitu,” ungkap Bambang.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan bahwa BPJS Kesehatan tidak bertanggungjawab langsung terhadap hutang obat.