JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Usulan penambahan cuti melahirkan selama enam bulan dalam rancangan undang-undang kesehatan ibu dan anak (RUU KIA) ditanggapi positif oleh banyak pihak.
Kian panjangnya cuti melahirkan ini diyakini bakal berdampak baik pada ibu dan bayi.
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mencontohkan, dengan cuti melahirkan yang lebih panjang maka calon ibu bisa mulai mengajukan libur di usia kandungan 36 minggu. Pasalnya, usia kehamilan di atas 36 minggu terbilang cukup rawan.
"Orang hamil kan ada risiko pecah ketuban sebelum waktunya, pendarahan sebelum waktunya, itu biasanya terjadi di atas 36 minggu," ujarnya. Oleh sebab itu, calon ibu diminta sangat berhati-hati. Tidak boleh lari-lari hingga wajib kontrol ke dokter seminggu sekali.
Merujuk pada Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlah bayi yang lahir sebelum waktunya sebesar 29,5 persen. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas sang ibu. "Jadi kalau enam bulan, bisa cuti sebulan sebelum dan lima bulan sesudah. Itu akan bagus sekali," sambungnya.
Selain itu, dalam cuti panjang ini, lanjut dia, ibu bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif untuk buah hatinya. Hal ini pun akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak. Terlebih, saat ini, ada 22,6 persen bayi yang lahir dengan panjang badan kurang dari 48 cm. "Jadi lahir procot stunting itu 22,6 persen. Tapi kalau yang 22,6 persen ini disusuin intensif 3 jam ngASI,3 jam ngASI, selesai itu. Panjang badannya terkoreksi," paparnya.
Respons yang sama turut disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Ia mengapresiasi, DPR yang memberikan perhatian besar terhadap persoalan kesejahteraan ibu dan anak melalui penyusunan RUU KIA.
"Kami mendapat informasi bahwa RUU KIA bertujuan untuk membentuk generasi unggul bangsa di masa depan," ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap RUU KIA dapat dijadikan terobosan baru untuk menghadirkan aturan yang memberikan perlindungan, pemberdayaan, dan keberpihakan terhadap ibu dan anak. Sehingga generasi yang sehat, terdidik, dan berakhlak mulia dapat dicapai.
Lebih lanjut Bintang menyampaikan, RUU Ini sejatinya sejalan dengan lima Isu Prioritas KemenPPPA. Yakni, peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penurunan pekerja anak, dan pencegahan perkawinan anak.
Menurutnya, pencapaian target kelima isu prioritas, khususnya pada isu prioritas kedua, dapat mengalami percepatan apabila RUU KIA disahkan. Sebab, tumbuh kembang anak yang sehat dan berkualitas ditentukan oleh pengasuhan. "Sehingga, peran penting ibu dalam pengasuhan anak seyogyanya ibu juga dalam kondisi sehat secara fisik dan mental di ruang domestik maupun ruang publik," tuturnya.
Bintang juga sependapat dengan pernyataan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait RUU ini. di mana, ditekankan bahwa penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak penting dilakukan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Lalu, hak dasar yang harus diperoleh seorang ibu. Di antaranya, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
"Tentunya bagaimana seorang ibu mendapat rasa aman dan nyaman serta perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk dari tempatnya bekerja," kata Puan.
Sebagai informasi, RUU KIA merupakan RUU inisiatif DPR. Yang mana pada masa sidang sebelumnya telah dimasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Diharapkan, pembahasannya dapat rampung dalam masa sidang DPR tahun 2022.(mia/jpg)