“Saya minta Menag untuk tidak ragu menganulir, ini kado Ramadan yang tidak bagus dari Pak Menteri,” kata Sodik di gedung parlemen, Jakarta, Senin (21/5).
Menurut Sodik, selama mubalig mengajarkan agama Islam dan berpedoman pada empat pilar kebangsaan, tidak perlu sampai membuat daftar semacam itu. Sodik menilai banyak mubalig yang tidak masuk daftar, justru memiliki kompetensi dan reputasi di mata masyarakat.
“Prof Miftah Farid, Ustaz Abdul Somad masa nggak komit (empat pilar kebangsaan, red). Sebaiknya hentikan, karena sekarang muncul stigma mubalig plat merah dan bukan, ini malah bikin nggak enak,” kata legislator Fraksi Partai Gerindra itu.
Sodik justru mendukung apabila dibentuk sistem sertifikasi untuk para mubalig. Namun, sertifikasi itu dilakukan demi peningkatan kualitas dan mutu, bukan dalam konteks membatasi hak bicara dan daya kritis pada pemerintah.
“Yang melakukan sertifikasi bukan pemerintah, tapi MUI,” ujarnya.
Sementara itu, Founder Wahid Institute Yenny Wahid menambahkan selama Kemenag membuka diri menerima masukan dari masyarakat maka kegaduhan-kegaduhan itu perlu dimitigasi. Karena aspirasi yang muncul itu untuk memperbaiki daftar tersebut. ”Saya berprasangka baik kepada Kemenag. mungkin Kemenag ingin menjawab keperluan masyarakat,” kata dia.
Yenny mengungkapkan yang terpenting perlu diperjelas kriteria atau indikator yang dipergunakan dalam pemilihan mubalig tersebut. Sehingga masyarakat bisa memberikan masukan siapa saja mubalig yang bagus.
”Tidak mungkin mubalig yang bagus di Indonesia hanya 200 orang. pasti jauh lebih banyak dari itu,” tegas dia.(wan/bay/jun/jpg)