NASIONAL

Pidato Kenegaraan Nyaris Tak Singgung Pendidikan

Nasional | Sabtu, 15 Agustus 2020 - 09:10 WIB

Pidato Kenegaraan Nyaris Tak Singgung Pendidikan
Joko Widodo

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pidato kenegaraan sepanjang hampir 30 menit kemarin (14/8), disukai atau tidak, menjadi gambaran fokus pemerintah di era pandemi. Presiden Joko Widodo menyampaikan sejumlah capaian sekaligus target yang sedang dikejar pemerintahannya.Sayangnya, beberapa hal yang belakangan menjadi keresahan publik tidak masuk dalam penyampaian pidato.

Yang paling menonjol tentu saja sektor pendidikan. Dalam pidatonya, Presiden hanya menyinggung sektor dasar itu hanya dalam satu kalimat normatif. Sistem pendidikan nasional harus mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, yang berkarakter kuat dan berakhlak mulia, serta unggul dalam inovasi dan teknologi. Tidak ada penjelasan lebih jauh mengenai capaian maupun apa yang akan dilakukan pemerintah dalam sektor tersebut ke depan. Kecuali bila dukungan platform teknologi bagi transformasi kemajuan bangsa, bisa diartikan sebagai bagian bahasan di sektor pendidikan. Karena sistem pembelajaran yang berlangsung saat ini mau tidak mau memang banyak bergantung kepada teknologi.


Lima bulan terakhir, para siswa mau tidak mau harus mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan segala problematikanya. Di wilayah yang memiliki akses internet, sebagian siswa terkendala biaya membeli paket data untuk tetap bisa online. Di wilayah yang minim akses internet, problemnya lebih kompleks. Beberapa sekolah sampai berinisiatif menyelenggarakan belajar tatap muka secara berkelompok di rumah-rumah siswa. Belum lagi berbagai problem lainnya, seperti kurikulum yang digunakan untuk mendukung PJJ.

Di luar pendidikan, Presiden memberi porsi paparan cukup besar di sejumlah bidang meskipun belum mampu menyentuh semuanya. Misalnya dalam hal pangan, Presiden mempromosikan proyek barunya berupa food estate. Lahan ribuan hektare yang akan menjadi lumbung pangan sebagai cadangan stok pangan nasional.

"Bukan hanya di hulu, tapi juga bergerak di hilir produk pangan industri," terang Jokowi.

Pengelolaannya akan mengandalkan teknologi, bukan lagi manual. Karena proyeksinya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan nasional, namun juga memasok pasar ekspor. "Saat ini sedang dikembangkan food estate di Provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara," lanjutnya.

Proyek itu juga akan dilakukan di beberapa daerah lain. Rencana pembangunan kawasn-kawasan industri di seluruh Indonesia juga disampaikan. Di mana saat ini sudah mulai dikerjakan kawasan Industri Batang dan Subang-Majalengka. Juga koridor ekonomi pantura. Daerah lainnya akan menyusul kemudian. Semuanya demi meastikan investasi masuk ke Indoensia dan menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja.

Di bidang hukum, Presiden menyampaikan komitmennya bahwa pemerintah tidak main-main dengan upaya pemberantasan korupsi. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut soal itu. Selain paparan normatif bahwa pencegahan korupsi dilakukan lewat tata kelola pemerintahan yang sederhana, transparan, dan efisien.

Pakar Politik Ujang Komarudin mengatakan, pidato Presiden Jokowi terlihat indah dalam rangkaian kata di atas kertas. Tapi, implementasinya tak seindah isinya. Bicara penegakan hukum, tapi KPK dibunuh. Bicara demokrasi, namun rakyat ketakutan dalam mengkritik yang punya kuasa. Jika rakyat salah sedikit langsung ditangkap.

Menurutnya, pidato kepala negara memang harus membawa optimisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Namun fakta di lapangan, masyarakat banyak yang kesulitan makan, banyak pengangguran karena PHK, dan hidup dalam ketidak pastian," terang dia.

Presiden juga tidak serius memberikan perhatian kepada dunia pendidikan. Padahal, kondisi pendidikan sangat memprihatinkan di tengah pandemi. Para siswa sudah tidak bisa belajar dengan normal selama lima bulan lebih. Siswa kesulitan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ), karena tidak punya handphone, tidak mempunyai uang untuk beli kuota, dan jaringan internet yang masih buruk.

Kurikulum yang sekarang digunakan juga kurikulum dalam kondisi normal.  Ujang mengatakan, situasi pandemi membutuhkan kurikulum khusus yang bisa dengan mudah diterapkan. Sampai sekarang kurikulum darurat tak kunjung selesai dibuat.  Seharusnya, kata dia, Presiden membahas panjang lebar persoalan pendidikan dan bagaimana menyelesaikan masalah yang ada sekarang. Jika pendidikan tidak diperhatikan dengan serius, maka masa depan anak Indonesia akan terancam. Apalagi, tidak ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 selesai.

Menurutnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga tidak mengerti arah pendidikan Indonesia ke depan, sehingga tidak ada input yang diberikan kepada Presiden untuk disampaikan dalam sidang tahunan.

"Tentu, itu sangat menyedihkan," ucapnya.

Pengajar di Universitas Al-Azhar Indonesia itu mengatakan, sebuah bangsa tidak akan besar dan maju, jika pendidikannya tidak bermutu. "Jika Jokowi komitmen ingin membangun SDM yang berkualitas, maka pendidikan harus dibenahi," tegas Ujang kepada Jawa Pos (JPG).(byu/lum/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook