JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintah dapat meninjau kembali keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dalam Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang KPK lakukan pada 2019, akar masalah ada pada tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan.
"Kami berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi kami, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (15/5).
Ipi menyampaikan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan memupus tercapainya tujuan Jaminan sosial sebagaimana UU Nomor 40 tahun 2004 bahwa Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sehingga, keikutsertaan dan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah indikator utama suksesnya perlindungan sosial kesehatan.
"Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepersertaan seluruh rakyat dalam BPJS," sesal Ipi.
Ipi menduga, akar masalah defisit BPJS disebabkan karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan fraud, sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah.
Menurutnya, jika rekomendasi KPK dilaksanakan, maka tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat, mengingat situasi sulit yang sedang dihadapi saat ini dan potensinya yang berdampak di masa depan.
"KPK berkeyakinan jika rekomendasi KPK dijalankan terlebih dahulu untuk menyelesaikan persoalan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan akan dapat menutup defisit BPJS Kesehatan," tegas Ipi.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres itu diteken Presiden Jokowi pada 5 Mei 2020. Kenaikan iuran ini berlaku bagi peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi