(RIAUPOS.CO) - Langkah pemerintah Indonesia tidak mengirimkan jamaah haji tahun ini sejalan dengan keputusan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Sabtu (12/6) Pemerintah Saudi mengumumkan bahwa skema haji 1442 H/2021 hanya diperuntukkan warga negara Saudi dan warga asing (ekspatriat) yang saat ini tinggal di sana.
’’Pemerintah Saudi mengumumkan haji hanya dibuka untuk domestik dan ekspatriat saja. Dengan menimbang keselamatan dan keamanan jamaah dari ancaman Covid-19 yang belum reda,’’ kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Sabtu (12/6).
Jumlah kuota haji ditetapkan 60 ribu. ”Ini jauh lebih banyak dibanding tahun lalu,’’ sambungnya. Tahun lalu, kuota haji hanya 10 ribu dengan ketentuan sama untuk domestik dan ekspatriat. Keputusan itu, kata Menag, menunjukkan bahwa Saudi menomorsatukan aspek keselamatan dan kesehatan jiwa jamaah.
Gus Yaqut berharap keputusan itu juga mengakhiri polemik atau munculnya informasi hoaks selepas pengumuman pembatalan keberangkatan jamaah haji Indonesia pada 3 Juni lalu. Dia mengajak semua pihak untuk mengambil hikmah dari peristiwa ini. Calon jamaah haji diharapkan tetap bersabar dan tawakal.
’’Mari sama-sama berdoa semoga pandemi segera berlalu. Ibadah haji tahun depan bisa berjalan dengan normal dan tenang kembali. Innallaha ma’ana,’’ harap Menag. ’’Kita sekarang akan fokus pada persiapan penyelenggaraan haji 1443 H. Pemerintah Indonesia akan secara aktif dan lebih dini melakukan komunikasi dengan pemerintah Saudi untuk mempersiapkan pelaksanaan haji jika tahun 2022 ibadah haji dibuka kembali,’’ tambahnya.
Sementara itu, Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Riau mengundang perwakilan masing-masing ormas islam seperti MUI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Majelis Dakwah Indonesia dan lain-lain, Jumat (11/6).
Kanwil Kemenag Riau menyampaikan beberapa hal penting terkait adanya isu-isu negatif terkait pascakeluarnya Keputusan Menteri Agama yaitu KMA 660/2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M.
Kepala Bidang (Kabid) Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Riau Darwison mengatakan, pascakeluarnya Keputusan Menteri Agama yaitu KMA 660/2021 tentu semua banyak mendengar, membaca, serta meneliti bahwa banyak berita-berita pascadikeluarkannya KMA 660 itu.
“Ada yang menanggapi berita (KMA 660 tahun 2021) ini secara positif, bahkan ada juga yang menanggapi berita ini secara negatif. Maka Kakanwil Kemenag Riau sebagai teknis penyelenggara ibadah haji rasanya sangat perlu menyampaikan bagaimana sebetulnya pelaksanaan ibadah haji pada 2021 ini,” ujar Darwison.
Kakanwil Kemenag Riau Drs H Mahyudin MA menjelaskan, terkait pembatalan keberangkatan jamaah calon haji (JCH) tahun ini itu pertama pertimbangannya adalah untuk mengutamakan keselamatan jiwa jamaah haji.
“Karena kita tahu saat ini angka Covid-19 sekarang ini sangat-sangat luar biasa cukup tinggi. Dengan tingginya kasus Covid-19 itulah untuk menjaga keselamatan jiwa maka dilakukanlah pembatalan keberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M,” ujar Drs H Mahyudin MA.
Kemudian, agama mengajarkan bahwa menjaga jiwa (khifzhun-nafs) adalah kewajiban yang harus diutamakan. Selain itu dalam UU Nomor 8/2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah memberikan amanah kepada pemerintah melaksanakan tugas perlindungan. Karenanya, faktor kesehatan, keselamatan dan keamanan jamaah menjadi faktor utama.
“Sehingga ketika pandemi Covid-19 ini berlangsung tentu ini harus dilaksanakan karena ini merupakan amanat UU dalam menjaga kesehatan, keselamatan dan keamanan jamaah,” terangnya.
Kemudian, Pemerintah Arab Suadi secara mendadak mengumumkan pembatalan keberangkatan jamaah (22 Syawal 1442 H/3 Juni 2021 M), tanpa terlebih dahulu mengundang negara pengirim jamaah, termasuk Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji.
“Sehingga, persiapan yang sudah dilakukan sejak Desember 2020 lalu, belum dapat difinalisasi. Sebab, belum ada kepastian kuota haji dari Arab Saudi. Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang diperlukan tidak kurang dari 45 hari,” terangnya.
Ditambahkannya, untuk itu dalam pertemuan ini organisasi keagamaan bisa menyampaikan kepada masyarakat, pengurusnya dan bahkan kepada jamaah haji, bahwa sah pembatalan keberangkatan ibadah haji ke tanah suci itu pertimbangannya adalah untuk mengutamakan keselamatan jiwa jamaah haji.
Sebelumnya, juga sempat diberitakan para calon jamaah haji (CJH) ramai-ramai mulai menarik uang pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Sepekan setelah pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan haji, puluhan CJH memutuskan menarik setoran pelunasan.
Kementerian Agama (Kemenag) sudah memutuskan bahwa CJH yang menarik setoran pelunasan BPIH, maka nomor porsinya tidak hangus. Mereka tetap menjadi prioritas diberangkatkan pada 2022 nanti. Sebaliknya CJH yang menarik setoran pelunasan dan uang muka biaya haji, maka dianggap melakukan pembatalan. Sehingga nomor porsinya hangus. Ketika akan mendaftar haji, berada di antrean paling belakang.
Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Ramadan Harisman menuturkan, sampai Kamis (10/6) tercatat ada 59 orang CJH yang mengajukan pengembalian setoran pelunasan. Perinciannya adalah 34 orang CJH reguler dan 25 orang jamaah CJH khusus. ’’Untuk tahun 2020, ada 1.688 jamaah haji reguler dan 438 jamaah haji khusus mengajukan pengembalian setoran pelunasan,’’ katanya.
Ramadan menegaskan CJH yang hanya menarik setoran pelunasan, masih memiliki nomor porsi haji sesuai antrean yang berlaku. Ramadan menuturkan proses awal pengajuan penarikan setoran pelunasan diajukan jamaah ke Kemenag di daerah masing-masing.
Setelah itu diproses di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Total proses penarikan setoran pelunasan ini membutuhkan waktu sembilan hari kerja. Nanti uang pelunasan ditransfer ke rekening jamaah masing-masing.(dee/c17/fal/dof/wan/ das)
Laporan JPG, Jakarta