JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perhitungan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 masih terus digodok oleh Kementerian Agama (Kemenag) bersama Komisi VIII DPR RI. Rencananya, hasil akhir bakal diumumkan, Selasa (14/2) besok.
Jadwal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi saat ditemui akhir pekan lalu. Ia mengatakan, pihaknya bersama pemerintah terus membahas besaran BPIH secara intensif. Rapat koordinasi pun digelar maraton, siang dan malam. ''Senin masih RDP (rapat dengar pendapat, red). 14 Februari kami putuskan,'' ujarnya.
Dalam rapat-rapat yang digelar, kata dia, pihaknya bersama pemerintah mencoba menyisir beberapa komponen-komponen pembiayaan haji untuk bisa dilakukan efisiensi. Misalnya, biaya pesawat yang jadi komponen pembiayaan terbesar untuk perjalanan haji. Di mana, tahun ini, biaya penerbangan jemaah calon haji (JCH) mengalami kenaikan tajam. Yakni, sekitar Rp33,9 juta. Naik Rp4 juta dari tahun sebelumnya Rp29,5 juta per jemaah.
''Prinsipnya kami minta dan kami memperjuangkan untuk bisa efisiensi,'' ungkapnya.
Kemudian, muncul skenario lain berupa pengurangan durasi lama tinggal JCH di Arab Saudi. Menurutnya, akan ada penghematan signifikan ketika masa masa perjalanan haji dikurangi dari 42 hari menjadi 35 hari. Baik dari segi katering maupun biaya lainnya.
Namun, yang jadi catatan adalah kesiapan dari embarkasi. Termasuk, soal keselamatan dan kenyamanan jemaah. Sebab, ketika durasi dipotong menjadi 35 hari, maka jumlah penerbangan JCH ke Saudi harus ditambah. Dari yang awalnya tiga kali sehari menjadi lima kali sehari. ''Apakah embarkasi mampu? Kalau pesawat in sya Allah mampu, Garuda mampulah. Kemungkinan in sya Allah (mampu, red),'' tutur Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Dengan efisiensi ini, maka beban biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayar oleh jemaah bisa diturunkan dan dijangkau masyarakat. ''Prinsipnya kita ingin solusi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kenapa berkelanjutan? Agar hasil manfaat pengelolaan BPKH bukan hanya untuk yang berangkat tahun ini saja tapi juga untuk tahun-tahun selanjutnya,'' sambungnya.
Sementara itu, mengenai skema proporsi pembebanan biaya haji, Ashabul mengaku menawarkan dua skema. Yakni, 50:50 atau 40:60 untuk besaran yang dibayar pemerintah dan jemaah. Seperti diketahui, tahun ini pemerintah mengusulkan skema 70 : 30, di mana 70 persen biaya ditanggung jemaah dan 30 persen subsidi pemerintah, yang diambil dari nilai manfaat BPIH yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
''Kita ingin win-win solution, 50:50 atau 40:60. Sementara masih kami bahas,'' tegasnya.
Selain BPIH, pemerintah juga terus melakukan persiapan di sektor lainnya. Salah satunya, petugas haji yang nantinya akan mendampingi JCH.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief meminta, seluruh petugas haji untuk bersikap ramah pada jemaah, utamanya mereka yang lanjut usia (lansia). Sikap ini wajib dilakukan oleh seluruh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), baik PPIH Kloter, PPIH Non Kloter, maupun Petugas Haji Daerah (PHD).
Guna memberikan pelayanan yang maksimal, Kemenag tengah menyiapkan standarisasi pelayanan khusus jemaah lansia. Bahkan, pihaknya sudah bertemu dengan Center of Aging Learning Studies (pusat studi tentang lansia) untuk menyiapkan standarisasi dan pelatihan. Sehingga nantinya, petugas yang nanti terpilih akan bisa mengetahui karakteristik lansia, termasuk jika mengalami gejala penyakit awal.
Sebagai informasi, pada musim haji tahun 1444 H/2023M ini, terdapat kurang lebih 62 ribu jemaah haji lansia yang harus difasilitasi dan dilayani dari aspek ibadah maupun layanan lainnya. ''Oleh karena itu kami mempersiapkan berbagai hal terkait mitigasi layanan lansia dengan standar, aspek kesehatan, maupun layanan umumnya,'' jelasnya.(mia/jpg)