UNTUK PEMERATAAN EKONOMI

Maksimalkan Melalui Produk Unggulan

Nasional | Senin, 12 November 2018 - 21:00 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah berharap perhutanan sosial dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan lahan kawasan hutan negara itu bisa lebih produktif. Fokus pada produk unggulan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

”Ini semua untuk pemerataan ekonomi seluruh pelosok negeri,” tutur Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah menyerahkan Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial di Taman Hutan Raya Djuanda Bandung, Jawa Barat, Ahad (11/11).

Baca Juga :Mengenal Kearifan Budaya Lokal Masyarakat

Presiden Jokowi berharap setelah penyerahan SK lahan itu dimanfaatkan untuk lebih produktif. SK itu diberikan dalam bentuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) sebanyak 14 Unit seluas 2.943 hektare (ha) untuk 2.252 Kepala Keluarga (KK).

Selain itu, juga diberikan dalam bentuk skema Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) sejumlah 23 Unit, seluas 5.674 ha untuk 3.207 KK. ”Jadi, jumlah keseluruhan 37 Unit SK seluas 8.617 ha untuk 5.459 KK,” imbuh Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan program Perhutanan Sosial dirancang untuk memberikan akses kelola kawasan hutan kepada masyarakat. Itu sebagai bagian integral kebijakan reforma agraria nasional. ”Program itu bertujuan mempercepat pemerataan ekonomi, terutama ketersediaan lahan bagi masyarakat kecil,” tukas Darmin.

Program Perhutanan Sosial diyakini sebagai salah satu instrumen penting meningkatkan kesejahteraan petani. Mengurangi angka pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan. Melalui program itu, masyarakat tidak hanya diberikan akses kelola selama 35 tahun dapat diperpanjang dan diwariskan. ”Juga mendapatkan insentif ekonomi seperti bantuan permodalan, akses pasar, dan pendampingan dikelola secara klaster,” ulas Darmin.

Dengan sistem klaster itu, lahan dikelola secara berkelompok dengan satu jenis komoditas unggulan tertentu supaya skala ekonomi dapat meningkat. Satu klaster bisa terdiri dari dua atau tiga desa, tergantung dari luas lahan dan jumlah petani.

”Kami akan mendorong transformasi ekonomi desa ke komersial. Mengkorporasikan kerja sama kelompok skala ekonomi, pemilihan tanah budidaya, dan paska panen menjadi lebih baik,” harapnya.

Selanjutnya, untuk menjamin kelangsungan pendapatan petani atau penggarap dari waktu-ke-waktu, pemerintah merancang komposisi pemanfaatan lahan secara ideal. Dengan begitu, dalam waktu bersamaan, petani dapat menanam jenis tanaman tahunan, seperti pohon kopi, sengon, dan pinus. Tanaman musiman, seperti nanas dan jagung.

Sedang untuk menjaga kecukupan pendapatan petani atau penggarap, pemerintah merancang komposisi bagi-hasil secara adil. Keuntungan hasil pengelolaan budidaya di lahan perhutanan sosial lebih dinikmati petani.

Sementara itu, realisasi program Perhutanan Sosial hingga November 2018 mencapai 2,13 juta ha atau 16,8 persen dari total target 12,7 juta ha. Untuk melindungi dan menjaga kelestarian hutan pada areal hutan sosial di Jawa Barat, pemerintah memberikan bantuan berupa Kebun Bibit Rakyat (KBR) untuk 10 kelompok dengan biaya masing-masing Rp 100 juta. KBR itu di antaranya akan membuka kesempatan kerja dan memberi peluang usaha tani terutama buah-buahan atau hortikultura.(dai/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook