JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada 1 Oktober lalu terus didalami. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan gas air mata tersebut.
Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Mohammad Mahfud MD menyatakan bahwa pihaknya sudah memperoleh beberapa temuan penting terkait penggunaan gas air mata. Beberapa di antaranya tengah dicek di laboratorium. "Misalnya menyangkut dengan kandungan gas air mata," kata Mahfud, Senin (11/10).
Pemeriksaan itu menyusul temuan adanya gas air mata yang sudah kedaluwarsa namun tetap dipakai dalam pengamanan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. "Tim juga menemukan bahwa gas-gas yang disemprotkan itu sebagian dari yang ditemukan adalah yang sudah daluwarsa (kedaluwarsa, red). Ada yang masih akan diperiksa lagi, apakah kedaluwarsa atau tidak," ujar Menko Polhukam itu.
Selain itu, TGIPF ingin mengetahui pasti sejauh mana tingkat bahaya kandungan gas air mata yang sudah kedaluwarsa. Apakah lebih berbahaya atau justru malah tidak berbahaya.
Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam memastikan bahwa pihaknya mendalami perihal gas air mata yang kedaluwarsa.
"Yang soal (gas air mata) kedaluwarsa itu memang kami dapatkan (data dan faktanya, red), tapi memang perlu pendalaman," ujarnya.
Menurut Anam, pihaknya kini tengah fokus mendalami informasi yang berkaitan dengan dinamika di lapangan. "Dinamika di lapangan itu pemicu utama adalah memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan (suporter Arema, red)," terangnya.
Anam menyebutkan, situasi yang memanas di Stadion Kanjuruhan pascalaga sebetulnya bisa terkendali. Namun, situasinya kembali memanas ketika aparat keamanan menembakkan gas air mata dan berujung pada jatuhnya banyak korban jiwa. "Itu yang pertama. Yang kedua, (persoalan) manajemen terkait kuota (penonton) yang ada di stadion itu," paparnya.
Sementara itu, gas air mata yang telah expired dipastikan telah berubah zat senyawanya. Perubahan senyawa tersebut bisa jadi berbahaya, bisa juga tidak. Bergantung dari zat yang dihasilkan dari perubahan senyawa tersebut.
Pakar Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Ir Syafsir Akhlus MSc mengatakan, zat punya kestabilan. Pada durasi tertentu, bentuk zat gas air mata akan stabil. Namun, jika melebihi durasi yang sudah ditentukan, akan terjadi perubahan dari zat-zatnya. "Bisa jadi berubah menjadi senyawa lain. Namun, harus dilihat lagi gas yang digunakan dan ketika kedaluwarsa perubahan senyawa tersebut menjadi menjadi apa?" katanya kepada Jawa Pos (JPG).
Secara prinsip, kata dia, gas air mata bukan untuk mematikan. Melainkan digunakan untuk melumpuhkan massa. Artinya, efek yang dihasilkan seharusnya sesaat. Hanya saja, penggunaan gas air mata harus hati-hati.
Jika terpapar gas air mata dalam jumlah besar, akan membahayakan. "Namanya zat kimia konsentrasi tinggi kalau terkena ya pasti bisa berbahaya. Namun, gas air mata memang didesain untuk melumpuhkan massa," ujarnya.
Menurut dia, gas air mata adalah partikel seperti debu kecil. Itu sebabnya orang yang melintasinya akan terkena. Efeknya dapat diukur dari terpapar banyak atau sedikit. Gas air mata sendiri memang bukan untuk mata, tetapi utamanya untuk pernapasan sehingga dapat melumpuhkan sesaat. "Kalau masuk ke pernapasan membuat orang terganggu. Dan, ketika terpapar di mata akan menjadi perih karena itu partikel halus," kata dia.
Ketua Senat Akademik ITS itu menambahkan, untuk mengetahui efek yang akan dihasilkan gas air mata kedaluwarsa harus melihat zat dan jenis yang digunakannya. Gas air mata ditujukan pada kestabilan komponen yang ada di dalamnya (zat kimia). Artinya, ketika kedaluwarsa, zat kimianya bisa berubah karena ketidakstabilannya. "Ini ada beberapa yang tidak berbahaya dan bisa menjadi lebih berbahaya juga. Tergantung perubahannya tadi," ujarnya.
Akhlus menegaskan, gas air mata yang kedaluwarsa sudah semestinya tidak boleh digunakan. Seperti halnya makanan yang kedaluwarsa akan berbahaya ketika dikonsumsi. "Setiap jenis gas air mata yang digunakan sudah tertulis tanggal kedaluwarsa. Intinya, kalau sudah kedaluwarsa jangan digunakan," tegasnya.
Menurut pakar zat kimia Universitas Pertahanan Mas Ayu Elita Hafizah, cara kerja gas air mata saat dalam udara berbentuk fine particle. Kondisi itu mengurangi konsentrasi zat sekaligus risiko paparan zat. "Saat digunakan di ruang terbuka membuat formulanya menyebar tak terhingga," paparnya.
Dampak paparan zat menjadi berkurang fatalitasnya sehingga tidak mematikan. Bahkan, gas air mata itu akan diterima tubuh dengan dimetabolismekan. Artinya, bisa menghasilkan senyawa turunan yang bisa diterima tubuh manusia. Bagaimana dengan gas air mata yang kedaluwarsa? Menurut dia, sebuah zat kimia yang melewati masa kedaluwarsa tidak berfungsi optimal. Karena struktur kimianya telah terurai. "Bahkan, zat itu bisa sama sekali tidak berfungsi," tuturnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Paru Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dr Isnin Anang Marhana SpP (K) FCCP FIRSS mengatakan, gas air mata kerap digunakan di berbagai negara sebagai agen untuk mengontrol massa. Pada dosis normal, gas air mata tidak memberikan efek mematikan. "Namun, pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan sesak napas hingga kematian," ujarnya.
Kandungan gas air mata beragam. Utamanya, CN (chloroacetophenone) atau CS (chlorobenzylidene malononitrile). Ada juga senyawa Bromoacetone, Oleoresin Capsicum (OC). "Jenis CN sering digunakan pada 1950. Namun, setelahnya CS lebih sering digunakan karena aman," katanya.
Menurut Isnin, gas air mata memiliki sifat iritan yang dapat memicu inflamasi. Semua membrane mukosa yang tertempel gas air mata menumbuhkan reaksi radang akut. Mulai rasa pedih, gatal, hingga terbakar ketika terkena mata.
"Jika terkena mulut dan tenggorokan akan menyebabkan hidung berair dan rasa tersedak. Jika terkena saluran pernapasan dapat menyebabkan batuk dan sesak napas," jelasnya.
Efek tersebut juga dapat mengakibatkan rasa mual, muntah, dan diare ketika masuk saluran pencernaan. Belum lagi, efek psikologis yang dirasakan korban dapat menimbulkan kecemasan. "Reaksi yang muncul tersebut akan menimbulkan kepanikan bagi yang terkena gas air mata," imbuhnya.
Sementara, kasus yang terjadi di Kanjuruhan tersebut karena multifaktor. Massa yang panik setelah terkena gas air mata berusaha berlarian keluar dari stadion. Ketika berdesakan di pintu keluar menyebabkan kekurangan oksigen. "Di ruang tertutup, gas terdispepsi terus berputar di udara sehingga dosis yang terhirup tinggi. Ini menyebabkan sesak napas," ujarnya.
Isnin menuturkan, paparan gas air mata dalam dosis tinggi dan lebih dari 20 menit bisa menimbulkan efek permanen. Salah satunya, fibrosis paru. Yakni, gangguan pernapasan yang disebabkan penebalan jaringan di sekitar dan di antara kantung udara di paru-paru pengidap. "Ini membuat paru-paru tidak mengembang bagus sehingga tidak bisa bernapas sempurna," tuturnya.
Efek jangka panjang dapat terjadi bronkitis kronis. Selain itu, gangguan pada alveolus paru menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida. "Orang dengan penyakit pernapasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik memiliki risiko dua hingga tiga kali gejala serius lebih tinggi," katanya.
Di bagian lain, korban dengan kondisi mata merah terus berdatangan di posko Tim Gabungan Aremania (TGA). Termasuk korban luka yang masih memiliki trauma. Rata-rata mereka datang bukan untuk berobat. Melainkan meminta pendampingan psikologis.
Mata dan luka yang tak kunjung normal ternyata membuat psikis korban down. "Intinya kami melakukan trauma healing untuk para korban. Sehari ada berapa, nggak mesti ya," kata Anwar, humas posko TGA, kepada Jawa Pos.
Pihak posko terus meminta para korban berani speak up. Sebab, sejauh ini masih banyak yang belum berani sambat. "Kami galang kekuatan dan mendorong bolo-bolo korban ini agar berani melapor," tambah Anwar. Dia berharap agar semua kondisi korban ke depan bisa semakin membaik.
Pihak manajemen Arema FC juga mendukung langkah posko TGA. Kolaborasi dengan pihak posko terus dilakukan. "Koordinasi sudah kami lakukan berkaitan dengan layanan psikososial terhadap korban yang terdampak secara psikis, banyak posko yang sudah didirikan berkaitan dengan hal ini," kata Media Officer Arema FC Sudarmaji.(idr/mia/syn/tyo/lyn/ayu/fal/gus/edi/rid/jpg)