TIGA PELAKU PENOLAKAN JENAZAH PERAWAT DIAMANKAN

Jenazah Covid-19 Tidak Menularkan

Nasional | Minggu, 12 April 2020 - 11:19 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Satu jenasah perawat di Semarang ditolak dimakamkan di pemakaman umum oleh warga. Alasannya perawat tersebut meninggal karena Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Aksi warga tersebut mendapat banyak kecaman.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyayangkan aksi warga tersebut. Ketua PPNI Harif Fadillah berharap bahwa tindakan warga di Sewakul Ungaran Timur, Semarang tidak terjadi lagi di daerah lain. “Semoga tidak ada lagi seperti di Semarang,” katanya kemarin (11/4) ketika dihubungi JPG.


Warga yang menolak jenazah tersebut beralasan takut tertular Covid-19 dari jenazah perawat tersebut. Tim medis hingga wakil Bupati Semarang sudah berupaya untuk menjelaskan.

Namun tetap ditolak. Akhirnya, pemakaman jenazah perawat tersebut di­makamkan di belakang RS Kariadi Semarang. Suami dan sejawat perawat ikut menggali kubur.  Harif juga mendapat laporan bahwa ada perawat yang diusir dari kos-kosan dan kontrakan. Bahkan ada juga warga yang menolak perawat pulang ke rumahnya. Sayangnya, dia enggan membeberkan identitas mereka. “Tapi semua akhirnya sudah disediakan tempat tinggal atau hotel oleh pimpinan rumah sakit,” ujarnya.

Lebih lanjut Ketua DPW PPNI Jawa Tengah Edy Wuryanto menuturkan bahwa tiga orang sudah diamankan oleh Polda Jateng karena dianggap sebagai provokator. Dia menyatakan apresiasi kepada kepolisian karena tindakan cepatnya. “Menurut hasil rapat dengan teman-teman PPNI di Jateng, kasus ini akan berlanjut secara hukum,” ucap Edy, kemarin.

Dia terus berkoordinasi dengan suami almarhumah untuk tindakan selanjutnya. Edy menyatakan bahwa suami dan ibu dari perawat yang ditolak jenazahnya itu berprofesi sebagai perawat. Suaminya masih bekerja sebagai perawat di IGD RS Kariadi. Sedangkan ibunya pensiunan perawat di rumah sakit yang sama.

“Selain penolakan, saya juga dapat kabar kalau suaminya di-bully,” kata Edy. Dia berencana untuk menindaklanjuti laporan ini. Edy berharap bahwa kasus di Semarang jadi perhatian seluruh pihak agar tidak ada lagi di tempat lain.

Sementara itu, Pakar Forensik Mabes Polri Kombespol Dr dr Sumy Hastry P SpE kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak khawatir soal jenazah pasien Covid-19. ’’Yakin percaya pada kami, staf forensik rumah sakit mana pun. Jenazah steril ketika dimakamkan, tidak akan menulari,’’ terangnya dalam diskusi daring, kemarin. (byu/lyn/jpg)

Steril dalam arti, tidak ada cairan yang bisa keluar dari pembungkus jenazah. Proses pemulasaraan jenazah sudah sesuai dengan standar medis dan budaya setempat. Setelah jenazah dibersihkan, dia akan ditutup kasa berdisinfektan. Setelah itu, jenazah tersebut dibungkus dengan plastik untuk mencegah cairan keluar.

Setelah dibungus dengan plastik, dilapisi lagi dengan kain kafan terutama bila jenazah itu beragama Islam. Setelah dikafani, dibungkus lagi dengan plastik dan kemudian masuk kantong jenazah. Jenazah tersebut kemudian akan masuk peti yang tertutup rapat dan dimakamkan beserta petinya. Dengan demikian, tidak ada celah lagi bagi cairan untuk keluar.

Sebenarnya, metode paling simpel untuk memulasarai jenazah dengan aman adalah melalui kremasi. Namun, di Indonesia tidak bisa diberlakukan kepada semua jenazah.

Karena bergantung kepada keyakinan agama yang dianut jenazah semasa hidup dan permintaan atau persetujuan keluarga.

Lantas, mengapa keluarga tetap tidak boleh mendampingi? Menurut Hastry, yang menjadikan dilarang bukanlan jenazahnya. Melainkan kondisi di sekitar jenazah. Brankarnya, ruangan jenazah, dan lainnya yang digunakan saat memulasarai jenazah belum tentu benar-benar steril dari virus. Karena itulah, petugas yang memulasarai hingga sopir ambulans mengenakan APD sepanjang pelaksanaan.

Setelah dimakamkan, barulah keluarga boleh berziarah. Itu pun dengan persyaratan khusus. Yakni, tidak boleh berkerumun, mengambil jarak antarorang minimal satu setengah meter, dan mengenakan masker. ’’Yang masalah itu OTG (orang tanpa gejala) yang ke makam ramai-ramai. Kita nggak boleh berkerumun,’’ lanjutnya.

Ini berlaku juga untuk budaya ziarah menjelang Ramadan di Indonesia. Menurut Hastry, aktivitas ziarah itu sebenarnya tidak masalah. Namun, akan menjadi masalah bila para peziarah datang bersamaan sehingga menimbulkan kerumunan. Kita tidak tahu siapa di antara mereka yang berziarah itu yang mengidap Covid-19 tanpa sadar.

Ketika seseorang meninggal, maka virusnya juga akan ikut mati karena sudah tidak memiliki inang. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir bila ada jenazah pasien Covid-19 dimakamkan di pemakaman desa di tempat tinggalnya. Jenazah tidak bisa menulari karena sudah ditutup rapat dengan penutup yang berlapis.

Ke depan, Mabes Polri segera membuat sosialisasi penanganan jenazah pasien Covid-19. ’’Nanti kami akan sosialisasi melalui Bhabinkamtibmas, karena mereka yang dekat dengan masyarakat,’’ tambahnya. Diharapkan, tidak ada lagi penolakan jenazah oleh masyarakat karena pemakaman dilakukan dengan prosedur yang aman.(byu/lyn/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook