Tiket Meroket, Penumpang ’Menjerit’

Nasional | Sabtu, 12 Januari 2019 - 14:04 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Masa angkutan Natal dan tahun baru sudah berakhir. Namun, harga tiket pesawat tetap saja tinggi. Bahkan harga tiket ke sejumlah destinasi domestik justru meroket. Tak tanggung-tanggung, sejumlah maskapai penerbangan menaikkan harga tiket dua kali lipat dari biasanya. Ada juga yang menghilangkan fasilitas bagasi gratisnya.

Pantauan Riau Pos di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, sejumlah penumpang dari seluruh maskapai pun 'menjerit'.

Dedi (39), salah seorang calon penumpang mengatakan, dia sengaja mencari informasi terkait tiket penerbangan Pekanbaru ke Batam. Harganya mulai naik hingga Rp900 ribu. Padahal, ujar Dedi, belum lama ini saat mengecek harga hanya berkisar Rp300 ribu lebih.

"Mahal kali harganya. Mencekik kita yang mau pulang ke kampung menggunakan pesawat. Tadi saya sudah tanya ke Lion Air, harganya tinggi. Di maskapai yang lain juga tinggi. Sakit kepala kalau begini," ujar Dedi.

Sementara itu, salah seorang penumpang mengatakan, Rani (26), mengatakan terkait adanya kenaikan harga tiket pesawat sudah sangat membebani. Apalagi, bila pelayanan yang diberikan masih sama atau malah semakin buruk.

"Saya sebenarnya tidak mempermasalahkan soal naiknya harga tiket pesawat. Ini harga naik tapi pelayanan malah semakin buruk, dan semakin banyak jadwal keberangkatan yang ditunda beberapa menit, tanpa memberikan penumpang kompensasi dari kesalahan mereka," jelas Rani.

Ia berharap, pihak maskapai tidak lagi menaikkan harga tiket. Apalagi saat ini kelebihan bagasi penumpang juga sudah diberlakukan harus membayar. Sehingga semakin menyusahkan penumpang yang notabene bukanlah orang kaya.

"Saya barangkat ke Jakarta ini harga tiket sekitar Rp1,9 juta. Kalau bukan karena pekerjaan mungkin saya minta dijadwal ulang keberangkatannya," sebut Rani.

Sementara Managing Director PT  Galantri Riau Holiday, Doni Saputra mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan adanya kenaikan harga ini.  Apalagi, harga jual tiket pesawat yang naik hingga di atas Rp1 juta di seluruh maskapai sangat memberatkan para travel agen.

"Kenaikannya sudah hampir 30 persen sekarang. Kami susah mau ngasih harga jual. Bahkan mengalami penurunan sampai 50 persen dari hari biasa," ujarnya kepada Riau Pos.

Dikatakan Doni, bahkan salah seorang rekannya yang melakukan penerbangan di salah satu maskapai, hanya mampu menerbangkan 10 penumpang, meski di kabin lainnya kosong tak berpenghuni.

"Jujur kami malah lebih mudah menjual tiket pesawat luar negeri daripada dalam negeri. Karena harganya jauh lebih murah," ucapnya.

Ketua Association of Indonesian Tour and Travel Agency ( ASITA) Riau Dede Firmasyah mengatakan, jika membandingkan Lion Air dengan Air Asia dalam masalah ini masih belum tepat.  "Air Asia jual bagasi, tapi tiket mereka murah," katanya.

Dede menyebut, pemerintah mengarahkan silang wisatawan agar target kunjungan wisatawan tetap bisa naik. Misalnya dari Riau ke Jawa, dan dari Jawa didorong ke Riau. Jika kondisi seperti ini, kemungkinan besar hal itu tidak bisa terealisasi.

"Gimana caranya coba? Tiket mahal, bagasi bayar," tuturnya.

Contoh sederhana, kata Dede, dengan diberlakukannya penghapusan free bagasi Lion Air dan tingginya harga tiket, konsumen bergejolak. Orang menahan diri bepergian. Dalam diskusi dengan pihak manajemen Garuda belum lama ini, Dede membeberkan, kalau dalam sekali keberangkatan jumlah penumpang yang diangkut maskapai itu kurang dari 10 orang.

"Kalau Lion Air saya belum tahu kabarnya seperti apa. Tapi di Garuda kondisinya seperti itu. Delapan orang penumpang pesawat dinaikkan juga, karena tiket mahal. Kalau seperti ini bagamana ceritanya tidak mempengaruhi kunjungan wisatawan,"  katanya.

Namun soal harga tiket murah, dia mendukung. Sebab harga tiket sangat menentukan pilihan wisatawan untuk melancong ke suatu tempat. Artinya jika memang Lion Air memberlakukan kebijakan hapus free bagasi, harus disesuaikan dengan harga tiket yang juga terjangkau.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Riau, Fahmizal Usman mengatakan, kebijakan maskapai grup Lion Air ini merupakan strategi bisnis dan sudah berlaku di maskapai Air Asia.

"Lihatlah seberapa besar kencang pertumbuhan Air Asia di dunia? Mereka jual bagasi. Itu yang diikuti Lion Air karena dianggap menguntungkan. This is a bussines," katanya.

Menurut Fahmi, tidak semua wisatawan memanfaatkan bagasi dalam sebuah perjalanan ke suatu destinasi wisata. Artinya tren wisatawan bag packer juga sudah mulai menjamur, yang hanya mengandalkan tentengan. Kecenderungan, kata Fahmi, yang memerlukan bagasi yakni orang-orang pulang dalam suatu perjalanan dinas. Biasanya memberikan oleh-oleh kepada rekan-rekan kantornya. "Kalau wisatawan enggak ada. Mereka lebih punya pilihan, mau pakai bagasi atau tidak," katanya.

Sementara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau masih mempertimbangkan menyurati maskapai yang menaikkan harga tiket pesawat. Namun diakui kenaikan harga tiket ini mempengaruhi perekonomian masyarakat. "Untuk menyurati, sampai hari ini (kemarin, red) belum. Tapi ketika itu diperlukan oleh daerah, kenapa tidak? Why not?," kata Asisten II Setdaprov Riau, Masperi di Pekanbaru, Jumat (11/1).


Disinggung mengenai harga tiket pesawat yang melonjak, Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto mengklaim bahwa maskapai penerbangan masih mematuhi kisaran tarif batas yang ditentukan pemerintah.

"Harus dipahami, tiket pesawat domestik diatur oleh tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) yang tertuang dalam PM 14 Tahun 2016," ujar Bayu saat dihubungi Jawa Pos (JPG), kemarin. INACA menaungi sekitar sepuluh maskapai penerbangan berjadwal. Termasuk Garuda Indonesia, Citilink, dan Air Asia. Menurut Bayu, maskapai memiliki subkelas (subclass) yang berbeda-beda dalam menjual tiket. Subkelas mana yang dijual bergantung demand dan waktu atau periodenya.

"Jika permintaan sedang banyak, merupakan hal wajar jika harganya naik. Nanti kalau sudah low demand harga akan bergerak ke subkelas yang lebih murah sampai dengan TBB," tambahnya.

Bayu memaparkan, sejak 2016 belum ada kenaikan TBA maupun TBB. Padahal, di sisi lain, pelaku maskapai harus menanggung biaya operasional yang naik setiap tahun.

"Komponen biaya seperti avtur, kurs dolar AS, biaya bandara, dan navigasi sudah naik cukup besar," urainya.

Yang terpenting saat ini bagi industri penerbangan, tambah Bayu, adalah menjaga kelangsungan ketersediaan jasa angkutan udara. Di samping itu, maskapai berupaya terus meningkatkan safety yang memenuhi standar internasional.

Pemerhati penerbangan Alvin Lie juga menilai kenaikan harga tiket pesawat kategori LCC masih dalam batas wajar. Yang terjadi saat ini, menurut dia, calon penumpang atau konsumen kaget karena ada kenaikan dari harga yang biasa mereka dapatkan.

"Konsumen kaget aja. Selama ini airlines banting-bantingan harga tiket. Giliran dikembalikan ke harga normal, konsumen kaget," ucapnya kemarin.

Hal senada diungkapkan pengamat ekonomi asal Riau Prof Isyandi. Menurutnya, dari dulu harga pesawat memang segitu.  Pihak airlines hanya menyesuaikan dengan aturan yang dibuat pemerintah dan SOP perusahaan. Itu sebabnya untuk mengejar hal itu mereka harus mengikuti standar pembiayaan yang sesuai dengan kepuasan penumpang dengan low cost chariot.

"Dengan tarif ini tidak ada berdampak terhadap perekonomian. Ini malah berdampak positif bagi armada transportasi di Indonesia baik darat, laut, dan udara. Sehingga masyarakat juga mendapatkan banyak pilihan sesuai dengan pelayanan yang mereka dapatkan," tegasnya.

Sementara itu, General Manager Garuda Indonesia Cabang Pekanbaru Agung Anugrah menyatakan, sehubungan dengan isu yang mengemuka terkait mahalnya harga tiket penerbangan, Indonesia National Air Carrier (INACA) atau Asosiasi Maskapai Dalam Negeri menegaskan range harga tiket pesawat yang ada saat ini telah mengacu pada aturan terkait tarif batas atas tiket penerbangan yang diatur Kementerian Perhubungan RI.
 
Ada pun harga tiket penerbangan tersebut, menyesuaikan dengan permintaan yang masih tinggi pada periode liburan Natal dan tahun baru 2018/2019. Khususnya ke sejumlah kota besar di Indonesia. Maskapai menjual harga tiket juga disesuaikan besarannya dengan peningkatan biaya pendukung seperti biaya navigasi, biaya bandara, avtur dan kurs dolar yang fluktuatif. 
 
"Sebagai informasi harga tiket penerbangan terdiri dari atau gabungan sejumlah komponen biaya selain basic fare (yang diatur oleh Kementerian Perhubungan, red). Biaya asuransi, PPN, dan PSC juga cukup besar," jelasnya.


Sementara General Manager Citilink Pekanbaru Dedek membantah adanya kenaikan harga tiket. Menurutnya, hingga saat ini harga tiket yang dijual kepada seluruh penumpang masih sesuai standar, dan tidak ada kenaikan harga apapu.

"Tidak ada kenaikan harga jual. Semuanya sama saja seperti yang kemarin," sebut dia.

Sementara saat dihubungi Riau Pos  Corporate Communications Strategic Lion Air, dan Wings Air, Danang Mandala Prihantoro masih enggan memberikan penyataan terkait harga tiket pesawat yang naik dua kali lipat dari biasanya.

Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih menyebutkan bahwa fenomena kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi saat ini belum dapat diindikasikan sebagai tindak kartel. KPPU sendiri mengaku menyoroti persaingan industri penerbangan sejak operasi Sriwijaya Air diambil alih Garuda Indonesia.

"KPPU memang melihat pemain semakin sedikit dan ada kecenderungan pasar mulai terkonsentrasi. Arahnya ke sana dan kami terus pelajari. Tapi, untuk kesimpulan kartel, KPPU belum bisa sampaikan karena belum ada bukti," ujarnya kepada JPG.

Menurut Guntur, maskapai tak bisa disalahkan jika menganggap kenaikan tiket pesawat masih dalam tarif batas yang ditentukan pemerintah. Untuk beberapa jenis usaha yang TBA dan TBB-nya sudah diatur pemerintah, mereka memiliki keleluasaan untuk melakukan penyesuaian harga sesuai supply dan demand.

Pada bagian lain, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub kemarin mengadakan pertemuan dengan INACA untuk konfirmasi terkait tarif tiket penerbangan. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Hengki Angkasawan mengatakan, tarif maskapai yang berlaku masih sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016. Terkait TBA dan TBB, sebenarnya sudah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Dengan adanya kejadian tersebut, Hengki berharap masyarakat bisa lebih memahami penetapan TBA dan TBB yang berlaku. "Kemenhub telah membuat banner mengenai informasi tarif. Pada website juga sudah tertera. Tarif maskapai penerbangan yang saat ini berlaku pun masih sesuai dengan penetapan tarif itu," terang Hengki.(ayi/dal/fat/agf/jun/lyn/jpg/ted)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook