JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah menetapkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tim pemandu haji daerah (TPHD) tidak mendapatkan subsidi dari dana indirect cost. Akibatnya sebanyak 1.500 orang lebih TPHD dibebani ongkos haji Rp70,14 juta per orang. Bandingkan dengan BPIH jamaah yang hanya Rp35,23 jutaan.
Besaran BPIH bagi para TPHD tersebut, mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan tahun lalu. Pemerintah tahun lalu menetapkan BPIH bagi para TPHD sebesar Rp62,94 juta per jamaah. Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Mastuki menjelaskan, ongkos haji para TPHD tidak disubsidi karena mereka tidak melakukan setoran awal layaknya jamaah haji reguler pada umumnya.
’’Betul (BPIH para TPHD dibayar oleh pemda, red). Biaya haji TPHD dari APBD masing-masing daerah. Tidak dapat subsidi dari BPIH (indirect cost, red),’’ katanya, Ahad (10/2).
Mastuki menuturkan jumlah personel TPHD bahkan ditetapkan bersamaan dengan pembagian kuota haji 2019. Dia menjelaskan sampai sekarang Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pembagian Kuota Haji 2019 belum dikeluarkan oleh Kemenag. Informasinya draf PMA tersebut sudah di Biro Hukum Kemenag dan menunggu pengesahan. Merujuk angka kuota haji reguler tahun lalu, dari total kuota sebanyak 204 ribu jamaah, sebanyak 1.513 orang di antaranya personel TPHD.
Banyaknya jumlah personel TPHD menyesuaikan dengan jumlah jamaah haji di provinsi setempat. Misalnya di Provinsi Jawa Timur tahun lalu ditetapkan jumlah jamaahnya 35.034 orang dan personel TPHD berjumlah 236 orang. Sementara Provinsi Jawa Barat dengan jumlah jamaah terbesar mencapai 38.567 orang dengan jumlah TPHD 285 orang. Mastuki menuturkan belum bisa memastikan apakah jumlah TPHD secara nasional bakal sama seperti tahun lalu. Meskipun secara umum jumlah jamaah haji reguler tahun ini tetap sama yakni 204 ribu.
Dia lantas menjelaskan beberapa tugas seorang TPHD. Dia mengatakan personel TPHD terbagi dalam tiga bagian layanan. Mulai dari pelayanan umum, pelayanan bimbingan ibadah, dan pelayanan kesehatan.
’’Khususnya jamaah dari daerah yang menjadi tanggung jawabnya,’’ katanya.
Dia menuturkan setiap kloter bakal dibimbing dua orang TPHD. Mereka terdiri dari pelayanan umum dan ibadah. Kemudian satu personel TPHD lainnya bertugas sebagai petugas kesehatan daerah. Mastuki mengatakan keberadaan TPHD cukup penting karena secara kultur mereka lebih dekat dengan jamaah. Baik itu kultur bahasa, perilaku, dan budaya setempat lainnya. Sehingga bisa memudahkan interaksi dengan petugas haji dari pemerintah pusat. ’’Kemenag berharap THPD bekerja dengan profesional,’’ ungkapnya.(wan/jpg)