KONDISI PADEMI CORONA

Soal Keringanan Pajak, DPR Ingatkan Menkeu Sri Mulyani Agar Tak Diskriminatif

Nasional | Jumat, 10 April 2020 - 16:10 WIB

Soal Keringanan Pajak, DPR Ingatkan Menkeu Sri Mulyani Agar Tak Diskriminatif
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun mengatakan, tidak semestinya kebijakan untuk menolong justru didasari syarat yang diskriminatif. (dok JawaPos.com)

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun kemabali mengkritik Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Pasalnya yang berencana memberikan stimulus perpajakan di masa pandemi virus Korona (Covid-19) berdasar rekam jejak wajib pajak (WP).

Politikus Golkar itu mengatakan, tidak semestinya kebijakan untuk menolong justru didasari syarat yang diskriminatif. Karena dalam situasi seperti sekarang ini semua sektor ekonomi terdampak COVID-19 baik secara langsung atau susulannya.

“Kita membicarakan fasilitas yang diberikan negara kepada rakyatnya dengan membedakan tingkat kepatuhan wajib pajak, itu sangar tidak relevan,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Jumat (10/4).

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani menyatakan, pemberian stimulus pajak di tengah pandemi Covid-19 akan dilakukan Secara hati-hati. Mantan managing director World Bank itu memerintahkan anak buahnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan insentif berdasar kepatuhan WP.

Namun, Misbakhun menilai kriteria tentang kepatuhan WP sangat teknis. Legislator di Komisi Keuangan dan Perpajakan DPR itu menegaskan, masyarakat awam pun sulit memahami aturan teknis itu.

Jika kebijakan diskriminatif itu diberlakukan, Misbakhun mengkhawatirkan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tak akan tertolong. Sebab, selama ini UMKM diidentikkan sebagai kelompok yang kurang patuh dari sisi surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak ataupun aturan formal lainnya.

Misbakhun lantas mengingatkan Menkeu SMI akan kebijakan Presiden Joko Widodo tentang bantuan bagi sektor UMKM. “Justru UMKM inilah yang ingin mendapatkan fasilitas stimulus fiskal tersebut pada fase pertama ini,” katanya.

Sementara WP yang dianggap patuh, kata Misbakhun, selama ini sangat identik dengan pengusaha besar, holding company ataupun sektor usaha yang sedang menjadi primadona perekonomian. “Mereka selama ini banyak mendapatkan fasilitas dari konsesi, kredit bank, obligasi, restitusi dipercepat, fasilitas impor pabean, fasilitas bonded zone (kawasan berikat, red) dan lainnya,” sebut Misbakhun.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, dalam situasi normal pun sektor perpajakan membutuhkan upaya besar untuk meningkatkan kepatuhan dalam melaporkan SPT, penyesuaian klasifikasi lapangan usaha (KLU), ataupun ketaatan lainnya. Merujuk pada kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak, katanya, WP justru memperoleh insentif.

Sementara kini sektor ekonomi rakyat sangat membutuhkan pertolongan. Misbakhun menuturkan,  kejatuhan sektor ekonomi akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kredit macet, hingga terputusnya mata rantai suplai dan permintaan.

Oleh karena itu Misbakhun menegaskan, sudah semestinya negara hadir memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan.

“Totalitas kehadiran fasilitas negara tanpa diskrimimasi menjadi sangat penting sebagai bantalan yang menolong supaya kejatuhan sektor ekonomi tidak terjun bebas menjadi sebuah kejatuhan yang mematikan,” tegasnya.

Mantan pegawai DJP Kementerian Keuangan itu menambahkan, upaya memulihkan ekonomi dari keterpurukan membutuhkan waktu lama. Menurut dia,  pasar juga memerlukan para pelaku ekonomi untuk bangkit kembali.

Misbakhun yang merupakan wakil rakyat asal Pasuruan Jawa Timur itu pun mengkhawatirkan potensi munculnya ketidakpercayaan terhadap institusi negara jika perekonomian tak kunjung pulih. Misbakhun menegaskan, kesalahan dalam mengambil kebijakan untuk memulihkan perekonomian dari efek pandemi COVID-19 bisa berujung pada kerusuhan.

Ia khawatir, ketakutan yang paling utama adalah lahirnya ketidakpercayaan pada institusi negara karena rakyat yang membutuhkan pertolongan justru merasa negara tidak hadir. Bisa-bisa muncul ketidakpercayaan publik bahkan mungkin social unrest (kerusuhan sosial, red).

“Bukan tidak mungkin akan berujung pada koreksi politik dan  mengubah perjalanan sejarah bangsa,” ulasnya.

Misbakhun pun kembali mengingatkan Menkeu agar tidak menggunakan momen saat ini untuk tujuan selain menolong rakyat. ”At all cost (berapa pun biayanya, red), menolong rakyat tanpa syarat,” tegasnya.

Dirinya juga meyakini pertolongan yang tidak membeda-bedakan akan sangat membantu semua pihak dalam situasi saat ini.

“Harapan saya negara hadir untuk semuanya. Dengan fasilitas pertolongan negaralah dunia usaha akan selamat, baik yang kecil, sedang maupun konglomerat,” pungkasnya.

JawaPos.com – Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun kemabali mengkritik Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Pasalnya yang berencana memberikan stimulus perpajakan di masa pandemi virus Korona (Covid-19) berdasar rekam jejak wajib pajak (WP).

Politikus Golkar itu mengatakan, tidak semestinya kebijakan untuk menolong justru didasari syarat yang diskriminatif. Karena dalam situasi seperti sekarang ini semua sektor ekonomi terdampak COVID-19 baik secara langsung atau susulannya.

“Kita membicarakan fasilitas yang diberikan negara kepada rakyatnya dengan membedakan tingkat kepatuhan wajib pajak, itu sangar tidak relevan,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Jumat (10/4).

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani menyatakan, pemberian stimulus pajak di tengah pandemi Covid-19 akan dilakukan Secara hati-hati. Mantan managing director World Bank itu memerintahkan anak buahnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan insentif berdasar kepatuhan WP.

Namun, Misbakhun menilai kriteria tentang kepatuhan WP sangat teknis. Legislator di Komisi Keuangan dan Perpajakan DPR itu menegaskan, masyarakat awam pun sulit memahami aturan teknis itu.

Jika kebijakan diskriminatif itu diberlakukan, Misbakhun mengkhawatirkan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tak akan tertolong. Sebab, selama ini UMKM diidentikkan sebagai kelompok yang kurang patuh dari sisi surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak ataupun aturan formal lainnya.

Misbakhun lantas mengingatkan Menkeu SMI akan kebijakan Presiden Joko Widodo tentang bantuan bagi sektor UMKM. “Justru UMKM inilah yang ingin mendapatkan fasilitas stimulus fiskal tersebut pada fase pertama ini,” katanya.

Sementara WP yang dianggap patuh, kata Misbakhun, selama ini sangat identik dengan pengusaha besar, holding company ataupun sektor usaha yang sedang menjadi primadona perekonomian. “Mereka selama ini banyak mendapatkan fasilitas dari konsesi, kredit bank, obligasi, restitusi dipercepat, fasilitas impor pabean, fasilitas bonded zone (kawasan berikat, red) dan lainnya,” sebut Misbakhun.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, dalam situasi normal pun sektor perpajakan membutuhkan upaya besar untuk meningkatkan kepatuhan dalam melaporkan SPT, penyesuaian klasifikasi lapangan usaha (KLU), ataupun ketaatan lainnya. Merujuk pada kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak, katanya, WP justru memperoleh insentif.

Sementara kini sektor ekonomi rakyat sangat membutuhkan pertolongan. Misbakhun menuturkan,  kejatuhan sektor ekonomi akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kredit macet, hingga terputusnya mata rantai suplai dan permintaan.

Oleh karena itu Misbakhun menegaskan, sudah semestinya negara hadir memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan.

“Totalitas kehadiran fasilitas negara tanpa diskrimimasi menjadi sangat penting sebagai bantalan yang menolong supaya kejatuhan sektor ekonomi tidak terjun bebas menjadi sebuah kejatuhan yang mematikan,” tegasnya.

Mantan pegawai DJP Kementerian Keuangan itu menambahkan, upaya memulihkan ekonomi dari keterpurukan membutuhkan waktu lama. Menurut dia,  pasar juga memerlukan para pelaku ekonomi untuk bangkit kembali.

Misbakhun yang merupakan wakil rakyat asal Pasuruan Jawa Timur itu pun mengkhawatirkan potensi munculnya ketidakpercayaan terhadap institusi negara jika perekonomian tak kunjung pulih. Misbakhun menegaskan, kesalahan dalam mengambil kebijakan untuk memulihkan perekonomian dari efek pandemi COVID-19 bisa berujung pada kerusuhan.

Ia khawatir, ketakutan yang paling utama adalah lahirnya ketidakpercayaan pada institusi negara karena rakyat yang membutuhkan pertolongan justru merasa negara tidak hadir. Bisa-bisa muncul ketidakpercayaan publik bahkan mungkin social unrest (kerusuhan sosial, red).

“Bukan tidak mungkin akan berujung pada koreksi politik dan  mengubah perjalanan sejarah bangsa,” ulasnya.

Misbakhun pun kembali mengingatkan Menkeu agar tidak menggunakan momen saat ini untuk tujuan selain menolong rakyat. ”At all cost (berapa pun biayanya, red), menolong rakyat tanpa syarat,” tegasnya.

Dirinya juga meyakini pertolongan yang tidak membeda-bedakan akan sangat membantu semua pihak dalam situasi saat ini.

“Harapan saya negara hadir untuk semuanya. Dengan fasilitas pertolongan negaralah dunia usaha akan selamat, baik yang kecil, sedang maupun konglomerat,” pungkasnya.

Sumber: JawaPos.com 

Editor: Deslina









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook