JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idulfitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 dijalankan oleh Kementerian Perhubungan. Termasuk juga aturan turunan yang mengatur soal Covid-19.
Setelah surat edaran dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara dan Perhubungan Laut terbit, kemarin giliran Direktorat Jendral Perhubungan Darat juga menerbitkan surat edaran. Surat ini merupakan turunan dari Permenhub 25/2020.
Surat edaran tersebut mengatur teknis mudik dari masing-masing moda. Misalnya saja memastikan siapa yang turut dalam transportasi tersebut menggunakan masker. Surat edaran itu juga mengatur wewenang pemerintah dan operator yang menjalankan kendaraan.
Kemenhub juga memantau pelaksanaan Permenhub 25/2020. "Berdasarkan pemantauan yang kami lakukan selama dua minggu ini, implementasi Permenhub 25/2020 relatif berjalan dengan baik," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati kemarin (8/5).
Adita mengatakan dari pemantauan yang dilakukan Kemenhub di Posko Gerbang Tol Cikarang Barat, selama periode pemantauan 27 April sampai 6 Mei, terjadi rata-rata penurunan jumlah kendaraan yang dialihkan sebesar 26 persen. "Jumlah kendaraan yang dialihkan atau diminta untuk putar balik didominasi kendaraan pribadi yaitu sebanyak 70 persen, sementara kendaraan umum hanya 30 persen," ungkap Adita.
Kepolisian menurut Adita, sempat mengamankan bus yang tetap jalan dengan modus tanpa penumpang. Saat dilakukan pengecekan ada lima penumpang rebahan dan satu orang di toilet. Ada juga modus mobil pribadi berplat dinas. Menurutnya, sampai dengan saat ini penyekatan masih dilakukan secara tegas dengan tetap mengedepankan cara-cara humanis. Sanksi yang dilakukan yaitu meminta untuk memutar balik kendaraan para pelanggar.
"Masyarakat rata-rata sudah mengerti akan larangan tersebut, namun mereka masih mencoba untuk mudik," ungkap Adita.
Sementara itu, dari pemantauan di sektor laut, udara, dan perkeretaapian, implementasi Permenhub 25/2020 sudah berjalan dengan baik. Di sektor laut, dilaporkan dari sejumlah pelabuhan besar yang berada di wilayah PSBB, seperti Pelabuhan Tanjung Priok sudah tidak ada lagi kegiatan angkutan kapal untuk penumpang umum. Di sektor udara, dilaporkan di sejumlah bandara di wilayah PSBB sudah tidak ada penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal yang mengangkut penumpang. Sementara, penerbangan kargo dan penerbangan internasional tetap berjalan. Di sektor kereta api, dilaporkan semua kereta jarak jauh tidak beroperasi untuk mengangkut penumpang.
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Kemenhub meninjau ulang relaksasi transportasi, karena kebijakan tersebut dapat bertentangan dengan regulasi pencegahan dan penanganan Covid-19 yang masih diterapkan saat ini, sehingga berpotensi dapat memperpanjang masa pandemi corona.
Menurut dia, dalam mengimplementasikan kebijakan, Kemenhub seharusnya mengedepankan aspek kesehatan, tidak hanya untuk penyelamatan ekonomi saja. "Kemenhub harus konsisten dalam memberlakukan sebuah kebijakan, terutama berfokus pada pengendalian pandemi Covid-19," terang dia.
Mantan Ketua DPR itu mengatakan, pemerintah pusat dan daerah juga harus berkomitmen untuk mengawasi agar pergerakan transportas tetap berada dalam pantauan dan sesuai dengan protokol Covid-19. Mudik juga harus tetap dilarang, sebagaimana disampaikan ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi mengatakan, pelonggaran transportasi akan membuat pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah menjadi tidak maksimal. Menurut dia, dalih Menhub bahwa tidak ada perubahan aturan hanya penjabaran aturan, hanyalah retorika belaka. Sebab substansinya sama bahwa perjalanan orang diperbolehkan. "Pelaksanaan yang berubah-ubah tersebut membuat masyarakat bingung dan terkesan ketidaktegasan dalam menerapkan sejumlah aturan," papar dia.
Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi menyatakan, jika alasannya untuk pebisnis, atau pejabat, seberapa banyak jumlah mereka? Bukankah transportasi untuk kepentingan bisnis bisa di-cluster pada waktu-waktu tertentu, tidak dibebaskan waktunya seperti sekarang. Dengan adanya kelonggaran akses transportasi, lanjut Awiek, maka harus diwaspadai gelombang II penyebaran Covid-19. Jika ini terjadi, maka pemerintah yang paling disalahkan, bukan masyarakatnya.
Mantan wartawan itu menyatakan, dengan kembalinya mobilitas warga dari satu kota ke kota lain membuat imbauan physical distancing maupun social distancing yang dilakukan selama ini menjadi tak terlalu bermakna. "Kalaupun ada pemeriksaan kesehatan bagi penumpang sebelum berangkat, bukankah masa inkubasi Covid-19 selama 14 hari," tegas legislator asal Dapil Jatim XI itu.
Keputusan pemerintah memberikan kelonggaran akses transportasi umum di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menuai respons negatif dari sejumlah kalangan. Di antaranya disampaikan oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (DP-MUI) P rovinsi Se-Indonesia. Mereka mengeluarkan lima poin dalam pernyataan sikap terkait penanganan terkini wabah Covid-19.
Ketua Umum DP-MUI Provinsi DKI Jakarta Munahar Muchtar menjelaskan salah satu yang mereka sorot adalah layanan moda transportasi. "Kami meminta dengan tegas kepada presiden untuk membatalkan kebijakan Menteri Perhubungan yang membuka dan melonggarkan moda transportasi," katanya.
Pelonggaran moda transportasi darat, laut, dan udara bisa dilakukan ketika penyebaran dan penularan wabah Covid-19 sudah terkendali. Kemudian pemerintah juga harus bisa menjamin tidak akan ada lagi penularan Covid-19 baru kembali.
DP-MUI Provinsi Se-Indonesia juga menyoroti akses masuknya kembali tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia. Mereka menolak dibukanya kembali akses masuk TKA, khususnya dari Cina ke Indonesia. Sebab negara tirai bambu itu titik pertama penyebaran virus corona sampai akhirnya masuk ke Indonesia.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas juga meminta supaya pemerintah tidak melakukan pelonggaran PSBB. Di antaranya dengan kebijakan membuka kembali operasional moda angkutan umum darat, laut, dan udara. Tujuannya supaya tidak terjadi kebingungan di kalangan umat.
Dia mengatakan ketika pemerintah membuka kembali akses transportasi tersebut, harus diperkuat dengan kajian bahwa wabah Covid-19 di Indonesia sudah terkendali. Sebaliknya jika pemerintah belum bisa mengendalikan wabah Covid-19, sebaiknya pelonggaran akses transportasi tersebut tidak dijalankan dahulu.(lyn/lum/wan/jpg)