JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah mulai menyampaikan poin-poin usulan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua kepada DPR. Salah satu isu yang menonjol di paparan pemerintah kepada panitia khusus (pansus) otsus kemarin (8/4) adalah opsi pemekaran, yakni rencana penambahan empat provinsi di Papua.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, revisi UU Otsus dibutuhkan untuk melanjutkan agenda pembangunan di tanah Papua. Sebagaimana diketahui, dalam UU Otsus yang berlaku sekarang, pemberlakuan dananya akan berakhir tahun ini.
Melanjutkan dana otsus, kata Tito, sangat krusial bagi Papua. Sebab, APBD kedua provinsi sangat bergantung pada dana otsus. Dari total APBD per tahun, dana otsus berkontribusi masing-masing 63,7 persen bagi Papua dan 52,6 persen bagi Papua Barat. "Jadi, kalau dana otsus ini tidak dilanjutkan, APBD-nya langsung akan drop," ujarnya.
Tito menambahkan, besaran dana otsus untuk tanah Papua dalam draf revisi akan dinaikkan dari 2 persen menjadi 2,25 persen. Hanya, skema pencairan akan diubah menjadi 1 persen secara block grant atau dihibahkan. Sementara sisanya 1,25 persen dicairkan secara earmark atau ditentukan peruntukannya.
Selain itu, kata Tito, revisi menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola penggunaan dana otsus. Sebab, diakuinya, meski berdampak positif, dana otsus untuk Papua masih banyak kekurangan. Misalnya distribusi yang belum merata hingga pertanggungjawaban yang lemah. "Untuk kepentingan efektivitas, efisiensi, dan kebermanfaatan, skemanya perlu diatur kembali," imbuhnya.
Selain dana otsus, lanjut Tito, pasal yang direvisi terkait prosedur pemekaran daerah. Dalam UU 21/2001, pemekaran hanya bisa diusulkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Dalam draf revisi, ada norma yang memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat. "Pemekaran dapat dilakukan pemerintah, maksudnya pemerintah pusat," jelasnya.
Tito menuturkan, norma tersebut dibutuhkan sebagai alternatif. Pasalnya, lanjut dia, selama ini ada kasus di mana pembahasan pemekaran di MRP atau DPRP mengalami deadlock. Di sisi lain, ada aspirasi dan kebutuhan untuk melakukan pemekaran.
Meski demikian, Tito memastikan, dalam mengusulkan pemekaran, pemerintah pusat wajib memperhatikan berbagai aspek. Yakni kesatuan sosial budaya, adat, kesiapan SDM, kemampuan ekonomi, perkembangan di masa mendatang, serta aspirasi masyarakat Papua melalui MRP atau DPRP dan pihak-pihak lain yang terkait.
Saat ini pemerintah tengah mengkaji opsi membagi Bumi Cenderawasih menjadi enam provinsi. Empat di antaranya berstatus daerah otonomi baru. Yakni Papua Barat Daya, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan.
Sementara itu, sembilan fraksi di DPR menyatakan dukungan untuk membahas revisi UU Otsus. Meski demikian, fraksi-fraksi di DPR memberikan sejumlah catatan. Anggota pansus dari Fraksi PKS Teddy Setiadi mengatakan, revisi UU Otsus harus berangkat dari evaluasi yang menyeluruh. Selain itu, pihaknya mendorong adanya norma yang dapat menjamin kehidupan masyarakat adat.
Anggota pansus dari Fraksi Demokrat Willem Wandik menambahkan, pihaknya berharap UU Otsus bisa lebih menjamin hak rakyat Papua atas sumber daya alam (SDA) yang dimiliki. Selama ini banyak perusahaan yang mengambil SDA tanpa memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi rakyat Papua. "RUU harus menjamin bagian yang adil atas setiap sumber daya alam," tuturnya.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto berharap pembahasan RUU Otsus bisa dilakukan secara cepat. Idealnya, kata dia, UU tersebut bisa disepakati selambat-lambatnya awal Juli. "Kami harap awal Juli bisa selesai sehingga saat membahas APBN sudah sinkron," ujarnya. Dengan demikian, alokasi dana otsus pada 2022 sudah mendapatkan dasar hukum yang kuat.(far/c9/bay/jrr)
Laporan: JPG (Jakarta)