JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR RI, yang digelar pada Selasa (6/12/2022) kemarin. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan adanya 17 pasal bermasalah dalam draf RKUHP versi 30 November 2022 yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers.
Ketua Umum AJI Sasmito Madrim menilai, pembahasan RKUHP tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna. Bahkan, Pemerintah dan DPR belum pernah menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang diambil terkait masukan-masukan dari publik, termasuk komunitas pers.
“KUHP khawatir baru akan memberangus kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia,” kata Sasmito dalam keterangannya, Rabu (7/12/2022).
Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu khawatir KUHP yang baru disahkan dapat mengancam kemerdekaan pers, karena banyak pasal yang bermasalah. Pengaturan pidana Pers dalam RKUHP, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Sehingga upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU Pers. Karena unsur penting berdemokrasi, dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers. Karena itu mewujudkan kedaulatan rakyat,” tegas Ninik.
Ia menegaskan dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki.
“Dewan Pers telah sampaikan kepada Presiden bahwa RKUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers, dan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik. Kemerdekaan pers dan berpendapat seharusnya tecermin dalam RKUHP yang baru. Karena kemerdekaan pers menjadi unsur penting menciptakan kehidupan bermasyarakat yang demokratis,” cetus Ninik.
Adapun pasal bermasalah dalam KUHP baru di antaranya:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
3. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
4. Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
5. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
6. Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
7. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
8. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
9. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
10. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra