Jika RUU KUHP Disahkan, Denny: Mereka Akan Dicatat dengan Tinta Hitam

Nasional | Minggu, 22 September 2019 - 21:52 WIB

Jika RUU KUHP Disahkan, Denny: Mereka Akan Dicatat dengan Tinta Hitam
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly sebelumnya atas perintah Presiden Joko Widodo mengatakan, akan segera mengesahkan RUU KUHP. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com )

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Polemik revisi Undang-Undang KUHP terus bergulir. Meskipun Presiden Joko Widodo sudah meminta agar hasil kesepakatan Komisi III DPR dan Menkumham Yasonna Laoly itu ditunda pengesahannya.

Sebab, menurut Direktur eksekutif LSI Denny JA, jika sampai Jokowi berserta pimpinan DPR mengesahkan UU KUHP pada akhir Septemer nanti, maka publik dan sejahar akan mencatat, bahwa keduanya adalaha pemimpin yang membawa Indonesia menjadi bangsa pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM).


“Mereka akan dicatat dengan tinta hitam,” ujar Denny JA dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Minggu (22/9).

Selain Jokowi, menurut Denny JA, para ketua umum partai seperti Megawati Soekarnoputri, Airlangga Hatarto, Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Surya Paloh, akan abadi tercatat dalam sejarah hitam bangsa ini.

“Sebab di era kepemimpinan mereka, Indonesia dibawa melawan jarum jam sejarah, pergi ke masa silam. Mereka akan dicatat dengan tinta hitam,” ujar Denny JA.

Ia merujuk satu prinsip saja dalam RUU KUHP itu yaitu pidana seksual, Pasal 417 KUHP Ayat 1 yang berbunyi: Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II.

Pasal itu, ujar Denny, bertentangan dengan prinsip HAM yang dijamin PBB. Right to sexuality itu sudah menjadi prinsip
HAM. Ia menjadi bagian dari rights to privacy di bidang seksualitas. Persepsi yang berbeda soal seksualitas dan tindakan yang mengikutinya, sejauh itu terjadi antar orang dewasa, dan suka sama suka, bukanlah tindakan kriminal.

“Mungkin ada yang bertanya, di mana salah pasal itu? Bukankah memang hubungan seksual di luar pernikahan itu berdosa?,” papar Denny.

Dijelaskannya, justru di situ masalahnya. Negara modern berdiri di atas prinsip, tidak semua yang berdosa menurut paham agama harus diadopsi oleh negara dengan ganjaran hukum penjara.

“Makan sapi bagi sebagian warga Hindu terlarang. Apa jadinya jika negara juga melarang warga makan sapi? Lalu mereka yang makan sapi akan masuk penjara?” ujar dia.

Hal yang sama dengan makan babi. Bagi penganut agama Islam, hewan Babi sangat jelas diharamkan dan berdosa jika mengkonsumsinya. “Apa jadinya jika negara juga melarang semua warga makan babi? Lalu bagi yang makan babi akan masuk penjara?” tukas dia.

Denny menambahkan, saat ini dunia sudah berubah, Mahkamah Agung (MA) negara India contohnya, mereka membuat terobosan soal ini. Di tahun 2018, hubungan seksual di luar nikah (adultery) itu dianggap sebagai masalah moral belaka. Hubungan seksual di luar menikah, sejauh antar orang dewasa, dan suka sama suka, bukan masalah kriminal.

Tak boleh ada penjara untuk hubungan seksual orang dewasa di luar pernikahan karena warga memiliki persepsi yang berbeda soal itu, yang dijamin oleh HAM. Itu bagian fundamental dalam bangunan negara modern.
“Ingat Rights to privacy bidang seksualitas itu tdak boleh dilanggar oleh negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, kita berutang budi kepada para aktivis civil society dan gerakan mahasiswa yang kini bergerak menentang RUU KUHP. Karena dengan segala keterbatasan mereka melawan, menjaga spirit era reformasi, menjaga prinsip HAM.

Seandainyapun para aktivis itu akhirnya kalah, setidaknya mereka aktivis itu sudah mencoba apa yang bisa. Seperti yang dikatakan Nyai Ontosoroh dalam film Bumi Manusia. “Nak, kita sudah melawan. Kita sudah melawan dengan sehormat-hormatnya,” ucapnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook