MALANG (RIAUPOS.CO) - Setelah melakukan investigasi selama empat hari, Polri akhirnya menetapkan enam orang tersangka yang dianggap bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) malam. Jumlah tersangka itu bisa bertambah. Sebab, menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, proses investigasi masih berlanjut.
Kamis (6/10) malam, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penetapan enam tersangka di Mapolres Malang. Mereka adalah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki Brimob Polda Jatim AKP Has Darman, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Berdasar gelar perkara kemarin pagi, terhadap para tersangka dikenakan pasal 359 dan 360 KUHP tentang kealpaan atau kelalaian yang mengakibatkan orang lain mati atau luka berat. Juga, pasal 103 ayat 1 jo pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Merujuk pada pasal KUHP tersebut, para tersangka terancam hukuman lima tahun penjara.
Listyo membeberkan peran masing-masing tersangka. Akhmad Hadian Lukita, dinilai turut bertanggung karena harus memastikan setiap stadion memiliki sertifikat layak fungsi. Namun, dia tidak memverifikasi kelayakan Stadion Kanjuruhan untuk musim 2022. Masih memakai hasil verifikasi pada musim 2020. Padahal, banyak catatan dan kekurangan dari Stadion Kanjuruhan. Catatan dan kekurangan itu belum diperbaiki sampai musim ini.
Listyo mengatakan, investigasi Tragedi Kanjuruhan dilakukan berdasar beberapa bukti. Baik itu CCTV yang ada di Stadion Kanjuruhan, hasil visum, kondisi stadion dan beberapa lokasi lain, hingga barang-barang yang ditemukan. Di antaranya, selongsong-selongsong gas air mata. Selain itu, penyidik mengurutkan kronologis sebelum dan setelah Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang tersebut.
Pemeriksaan kronologis dimulai pada 12 September 2022. Tepatnya ketika Panpel Arema FC mendapat rekomendasi untuk pertandingan Liga 1 pada 1 Oktober lalu antara Arema FC dan Persebaya. "Polres menanggapi dan meminta panpel mengubah jam pertandingan menjadi pukul 15.30 WIB," kata dia.
Namun, permintaan itu ditolak PT LIB. Melalui Direktur Utama Akhmad Hadian Lukita, PT LIB berdalih apabila kick-off diubah, bakal ada penalti atau denda dari pemegang hak siar.
Menyikapi hal itu, pihak keamanan lantas melakukan beberapa rapat koordinasi (rakor). Lalu, diputuskan untuk menambah jumlah personel yang bertugas. "Dari semula 1.073 menjadi 2.034 personel," ungkap dia. "Juga disepakati suporter yang datang hanya Aremania," sambungnya.
Di hari H, lanjut Listyo, pertandingan sebenarnya berlangsung lancar. Hasil akhir 2-3 untuk keunggulan tim tamu. Nah, kekacauan dimulai seusai pertandingan selesai. Sejumlah suporter mulai turun ke lapangan. Pihak keamanan kemudian melakukan penanganan khusus kepada semua pemain. Termasuk tim Persebaya yang diamankan dengan empat mobil rantis. "Proses evakuasi berjalan cukup lama, hampir satu jam, karena terjadi penghadangan," katanya.
Listyo melanjutkan, penonton makin tidak terkendali. Pihak keamanan pun terpaksa menggunakan tameng. Termasuk ketika menyelamatkan kiper Arema FC Adilson Maringa. "Dan, semakin bertambahnya jumlah penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembakkan gas air mata," paparnya. Berdasar penjelasan Listyo, perintah menembakkan gas air mata datang dari Danki Brimob Polda Jatim AKP Has Darman dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Ada sebelas personel yang menembakkan gas air mata pada malam itu. Tujuh tembakan di arahkan ke tribun selatan, satu tembakan ke tribun utara, serta tiga tembakan ke arah lapangan.
Kapolri mengakui tembakan gas air mata itu menimbulkan masalah. Ada kepanikan. Penonton juga merasakan perih pada mata. Hal itu yang kemudian membuat penonton berusaha secepatnya keluar dari stadion.
Sayang, ada lima pintu yang membuat penonton tidak bisa keluar stadion. Yakni pintu 3, 11, 12, 13, dan 14. Pintu itu tidak sepenuhnya terbuka. Juga, tidak ada steward yang berjaga. "Seharusnya 5 menit sebelum pertandingan berakhir pintu itu sudah dibuka," ungkapnya.
Listyo menambahkan, pihaknya memeriksa 48 orang saksi. Meliputi 26 orang personel Polri, 3 orang penyelenggara pertandingan, 8 orang steward, 6 saksi di sekitar TKP, dan 5 orang korban. "Dan saat ini kita juga terus melakukan pemeriksaan pemeriksaan tambahan," tegasnya. Karena itu, tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan tersangka.
Kapolri juga menjelaskan, salah satu faktor yang menyebabkan jatuh banyak korban pada Tragedi Kanjuruhan Malang adalah jumlah penonton yang melebihi batas kapasitas Stadion Kanjuruhan.
Sebagian besar anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan kini berada di Malang. Mereka sudah mendapat beberapa temuan awal dan melaporkan temuan itu kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD, termasuk di antaranya faktor yang memicu terjadinya tragedi itu.
Menurut Mahfud, ada beberapa faktor yang menyebabkan ratusan Aremania meninggal dunia. Selain stadion, ada beberapa faktor lain. "Faktor-faktor lainnya adalah penyelenggara dan panpelnya, pengendalian keamanan, suporter, regulasi, dan lain-lain," jelas dia.
Semua itu akan terus didalami oleh TGIPF agar data dan informasinya lebih komprehensif. Khusus stadion, instruksi dari Presiden Joko Widodo sudah jelas. Yakni audit seluruh stadion di Indonesia. Tugas itu, kata Mahfud, diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Agar memenuhi standar yang diatur secara internasional maupun nasional," ungkap pejabat asal Madura itu.
Semantara itu, TGIPF akan berusaha secepat mungkin menemukan akar persoalan atas tragedi tersebut. Hal itu ditekankan oleh Mahfud agar peristiwa meninggalnya suporter sepakbola tidak terus terulang. "Sebab, tragedi sudah sering terjadi dan investigasi sudah selalu dilakukan. Tapi, tekanannya selalu lebih berkisar pada teknis penyelenggaraan," beber dia.
Karena itu, TGIPF berfokus mencari akar masalah dan menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi jumlah korban atas tragedi di Stadion Kanjuruhan sudah mencapai angka 131 orang. Terbesar kedua dalam tragedi sepakbola internasional. "Menjadi pukulan bagi kita karena bukan hanya menjadi masalah nasional, tapi juga menjadi sorotan dunia internasional," jelas dia.
Selain tim yang sedang bekerja di Malang, kemarin TGIPF menerima perwakilan suporter beberapa klub sepakbola nasional. Mereka datang ke kantor Kemenko Polhukam di Jakarta Pusat untuk menyampaikan masukan. Lebih kurang ada 30 perwakilan suporter yang hadir secara langsung. Mereka ditemui oleh dua anggota TGIPF. Yakni Kurniawan Dwi Yulianto dan Akmal Marhali.
Usai pertemuan tersebut, Akmal menyampaikan bahwa puluhan perwakilan suporter yang datang ke Jakarta menyampaikan berbagai pemikiran. Mereka juga menumpahkan beragam unek-unek kepada TGIPF. "Termasuk di antaranya adalah menyampaikan agar Tragedi Kanjuruhan atau meninggalnya suporter di lapangan sepakbola tidak terjadi lagi ke depannya," ungkap Akmal, Kamis (6/10).
Melalui pertemuan tersebut, para suporter meminta agar TGIPF benar-benar mengusut tragedi itu sampai tuntas. Mereka ingin setiap aturan yang berlaku ditegakkan. "Dan yang paling penting adalah bagaimana ke depannya sepakbola Indonesia menjadi lebih baik," ujarnya.
Menurut Akmal kedatangan para suporter itu ke Jakarta menjadi tambahan dukungan moral bagi TGIPF. Akmal memastikan, di bawah komando Menko Polhukam, TGIPF terbuka terhadap setiap kritik, masukan, dan saran, termasuk yang disampaikan oleh para suporter.
Menurut dia itu penting bagi TGIPF. "Dalam rangka melakukan atau menyusun langkah-langkah terbaik dalam membangun sistem baru di sepakbola Indonesia," jelas dia.
Andi Peci sebagai salah seorang perwakilan suporter yang turut bertemu dengan Kurniawan dan Akmal menyampaikan bahwa suporter klub sepakbola nasional ingin tragedi di Kanjuruhan diusut cepat. "Tidak hanya sekadar diselesaikan. Tapi, memang harus terang benderang," jelas pentolan suporter Persebaya Surabaya atau Bonek tersebut.
Semua pihak yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban. Setiap pelanggar aturan harus dihukum. "Kalau kami mendapatkan hasil yang tidak adil buat suporter, tentu kami akan melakukan gerakan yang revolusioner, gerakan yang luar biasa," tegas Peci. Gerakan itu akan itu akan mereka tujukan kepada semua pihak, khususnya PSSI, PT LIB, dan semua pihak terkait.
Di sisi lain, TNI memastikan bahwa proses hukum terhadap lima prajurit yang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap suporter di Kanjuruhan tetap berlanjut. Permohonan maaf yang disampaikan oleh Kodam V/Brawijaya kepada korban tidak serta-merta menghentikan proses hukum tersebut. "Pemeriksaan tetap dilakukan oleh Polisi Militer (TNI AD)," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Kolonel Arh Hamim Tohari.
Perwira menengah dengan tiga kembang di pundak itu menyampaikan bahwa pemeriksaan dilakukan untuk mendalami beberapa hal, termasuk di antaranya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para prajurit di lapangan. "Semua kemungkinan kesalahan dan penyebabnya akan didalami," ujarnya.
Sejauh ini, jumlah prajurit yang diperiksa masih lima orang. Di antara para prajurit itu, lanjut dia, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Kemarin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman bertolak ke Malang. Dia menemui para korban dan keluarga korban.
Dudung pun berpesan agar para prajurit tetap bekerja sebaik mungkin. "Bagi yang sedang diperiksa terkait masalah di Kanjuruhan, agar memberikan keterangan sebenarnya kepada pemeriksa dari POM," tutur Hamim.
Sementara itu, YLBHI dan 17 LBH se-Indonesia menyebut ada upaya sistematis dari pihak tertentu untuk membungkam dan menutup fakta kejahatan manusia dalam tragedi Kanjuruhan. Hal itu merujuk pada sejumlah kejadian yang mengarah pada intimidasi sistematis melalui cara penangkapan dan pemeriksaan ilegal yang diduga dilakukan oknum aparat.
Kepala Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Arifin mengatakan kejadian intimidasi itu diperoleh dari pengaduan dan pemantauan media. Dari pengaduan tersebut, sejumlah saksi yang berada di di stadion saat kejadian mengaku ketakutan memberikan keterangan terkait insiden memilukan Sabtu (1/10) malam lalu tersebut.
Bahkan, ada pula saksi berinisial K yang ditangkap dan diperiksa secara ilegal gara-gara mengunggah video detik-detik tragedi Kanjuruhan berlangsung. "Kami menilai ini sebagai upaya pembungkaman terhadap upaya saksi untuk menjelaskan kebenaran tragedi kemanusiaan yang menelan ratusan jiwa tersebut," kata Zainal dalam keterangan tertulis yang diterima Jawa Pos, kemarin.
Zainal menambahkan, pihaknya juga mendapati adanya penurunan spanduk bertuliskan "USUT TUNTAS TRAGEDI KANJURUHAN 1 OKTOBER 2022" oleh orang tidak dikenal. Spanduk itu sebelumnya terpasang di banyak sudut Malang Raya. Selain itu, koalisi juga mendapati adanya upaya membangun narasi yang menyalahkan suporter.(rid/fal/syn/tyo/jpg)
Laporan JPG, Malang