JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus hepatitis akut misterius memerlukan penanganan yang serius. DPR meminta pemerintah bisa mengambil tindakan pencegahan agar kasus itu tak menyebar masif di Tanah Air. Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati meminta pemerintah segera melakukan antisipasi cepat. Apalagi, sudah ada tiga korban anak yang meninggal dengan dugaan sakit tersebut.
Menurut dia, momen libur Idulfitri perlu diantisipasi agar tak menjadi sumber penularan dan meledaknya kasus hepatitis. "Terutama yang berasal dari makanan serta pemakaian bersama alat makan dan mandi," ujar politikus PKS tersebut.
Meski temuan kasusnya masih sedikit di Indonesia, antisipasi perlu segera dilakukan. Yakni, mengedukasi masyarakat terkait dengan munculnya penyakit tersebut dan perlunya upaya pencegahan melalui pola hidup sehat.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman turut mendesak pemerintah segera melakukan upaya pencegahan dan deteksi dini terkait dengan hepatitis akut misterius. Dia mengakui bahwa potensi penyakit itu menjadi pandemi memang kecil, tetapi diharapkan tidak lantas disepelekan.
Mengingat, sejumlah anak di beberapa negara sudah menjadi korban. "Upaya pencegahan sangat penting ketika menemukan penyakit yang belum jelas mekanisme seseorang terinfeksi. Penyebab yang belum jelas pasti jadi kehati-hatian penting," tegasnya.
Sebelumnya, Kemenkes menyatakan bahwa jumlah suspect kasus infeksi hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya kemungkinan bertambah setelah peringatan peningkatan kewaspadaan disebar oleh Kemenkes ke setiap Dinas Kesehatan baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Meski demikian, Jubir Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa tidak satupun kasus suspect di Indonesia yang dinyatakan telah konfirmasi sebagai Hepatitis akut kategori ini. Adapun 3 kasus kematian anak suspect yang diumumkan baru-baru ini belum bisa dinyatakan konfirmasi kasus hepatitis akut ini.
Itu disebabkan karena proses investigasi tim Kemenkes masih terus berlanjut hingga kemarin. Termasuk hasil pemeriksaan Laboratorium untuk memastikan patogen apa saja yang terlibat dalam kematian 3 anak di RS Cipto Mangunkusumo yang diumumkan pada 1 Mei lalu.
Pemeriksaan ini kata Nadia setidaknya bakal memakan waktu antara 10 hingga 14 hari ke depan, terutama untuk memastikan konfirmasi atau tidaknya hepatitis tipe E. "Jadi baru masuk kriteria yang kita sebut pending klasifikasi," jelas Nadia di Jakarta, Kamis (5/5).
Tiga pasien tersebut, tutur Nadia datang ke RS Cipto Mangunkusumo dalam kondisi berat. Semuanya dirujuk dari rumah-rumah sakit lain di sekitar Jakarta. "Kami coba merawatnya di ICU. Namun tidak tertolong karena datang dalam kondisi stadium lanjut. Sehingga memberikan waktu sedikit bagi RS untuk memberikan tindakan-tindakan pertolongan," papar Nadia.
Ketiga kasus anak tersebut masing-masing berusia 2 tahun, 8 tahun dan 11 tahun. Nadia menyebut anak yang berusia 2 tahun belum tervaksin. Sementara yang 8 tahun baru mendapat vaksin 1 kali dan yang 11 sudah vaksinasi lengkap. Ketiganya terkonfirmasi negatif Covid-19.
Nadia menyatakan bahwa tim dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga tengah melakukan investigasi kontak orang-orang dekat pasien 1,2 dan 3 ini untuk menentukan faktor risiko. Melihat dari data yang ada, 1 kasus di antara ketiganya kata Nadia diketahui memiliki penyakit penyerta sebelumnya.
Analisis faktor-faktor risiko lainnya sejauh ini menunjukkan tidak ditemukannya riwayat anggota keluarga lain yang menderita hepatitis atau penyakit kuning sebelumnya. Juga tidak ditemukan gejala yang menunjukkan ciri-ciri hepatitis akut ini. Baik warna kuning atau keluhan di saluran cerna.
Nadia menambahkan, selain surat kewaspadaan yang disebar ke Dinas Kesehatan seluruh Indonesia, Kemenkes juga mengumpulkan laporan kasus dengan gejala sindrom kuning ini. Dengan laporan-laporan ini, kemungkinan suspect bertambah.
"Tapi belum kasus yang konfirmasi. Ada pemeriksaan yang harus kita lakukan dengan pemeriksaan genome sequencing yang harus mengetahui secara pasti ia bukan hepatitis A,B,C, D atau E," jelas Nadia.
Beberapa fasyankes juga tengah dikuatkan termasuk RS rujukan penanganan yakni RSPI Sulianti Saroso. Kemudian pemeriksaan laboratorium dan perbaikan tata laksana untuk menangani pasien yang suspect.
Dokter Spesialis Anak sekaligus lead scientist untuk kasus hepatitis ini Prof dr Hanifah Oswari menjelaskan bahwa gangguan pencernaan menjadi pintu masuk utama dalam deteksi dini terhadap penyakit hepatitis akut ini.
Ia menyarankan jika ditemukan gejala diare mendadak, mual, muntah, sakit perut dan kadang kadang disertai demam ringan, orang tua harus segera membawa anaknya ke fasyankes terdekat. Petugas medis di fasyankes tersebutlah yang akan memutuskan apakah dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
"Jadi jangan tunggu sampai ada gejala bagian tubuh menguning. Itu akan memberikan waktu lebih sedikit pada dokter dan tenaga medis untuk memberikan pertolongan," jelasnya.
Prof Hanifah menjelaskan, dalam kondisi mata dan kulit yang berubah menguning, dalam pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan bahwa dua enzim utama yang berkaitan erat dengan fungsi hati yakni SGPT dan SGOT akan meningkat diatas 500 (kondisi normal di bawah 75, red).
"Bila berlanjut lagi gejalanya, pasien akan mengalami pembekuan darah dan selanjutnya akan terjadi penurunan kesadaran dan dapat berlanjut pada kematian jika pasien tidak mendapatkan transplantasi hati," jelasnya.
Sementara untuk pencegahannya, kurang lebih sama dengan penyakit yang menginfeksi saluran cerna dan saluran nafas yakni dengan pola hidup bersih dan protokol kesehatan. Meski belum diketahui penyebabnya, Hanifah menyebut bahwa dalam infeksi hepatitis akut ini, ada beberapa virus yang berperan sSeperti Adenovirus type 41, SARS-Cov 2 dan beberapa virus lain seperti EBV dan CMV.(lum/mia/c14/bay/tau/jpg)