JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Program Kartu Prakerja dilanjutkan kembali di tahun ini dengan skema normal. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, artinya lebih lama yakni minimal 15 jam. Sebelumnya minimal 6 jam.
Meski insentif naik, namun biaya pelatihan menjadi lebih tinggi. Terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp 3,5 juta, insentif pascapelatihan Rp600.000 yang akan diberikan sebanyak 1 kali, serta insentif survei Rp100.000 untuk dua kali pengisian survei.
Berbeda dari skema semi-bansos sebelumnya, di mana peserta mendapat biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif setelah pelatihan Rp2,4 juta yang diberikan sebanyak empat kali selama empat bulan (Rp 600.000 per bulan), dan insentif survei sebesar Rp150.000.
''Jadi tahun ini bauran bantuan ataupun biayanya adalah per orang Rp4,2 juta, namun biaya pelatihannya lebih tinggi. Kalau pada saat skema bansos pelatihan lebih rendah daripada bantuan,'' jelas Airlangga.
Karena tak menggunakan skema semi-bansos, program Kartu Prakerja tahun ini dibuka pula untuk para penerima bansos dari kementerian/lembaga lainnya, seperti bantuan yang disalurkan Kementerian Sosial, Bantuan Subsidi Upah, atau Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM).
Selama 2022, sebanyak 4.984.790 orang telah tercatat sebagai lulusan Kartu Prakerja. Adapun anggaran yang telah digelontorkan mencapai Rp17,84 triliun, dari total anggaran Rp18 triliun, atau terserap 99,12 persen.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat menduga, kebijakan perpanjangan program kartu prakerja ini ditujukan untuk meredam gejolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Pasalnya, kebijakan muncul tiba-tiba dan berbarengan dengan gelombang penolakan Perppu Ciptaker oleh buruh/pekerja hingga unsur masyarakat lainnya. ”Walaupun kalau ditanya pemerintah pasti bilang enggak. Tapi memang kesannya begitu karena berbarengan,'' ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, program ini sejatinya banyak yang tidak tepat sasaran di periode-periode sebelumnya. Pihaknya bahkan pernah meminta agar program ini dihentikan. ”Tapi katanya tahun ini akan berbeda,'' sambungnya.
Dia berharap, perubahan yang dilakukan tak hanya perkara sisi anggaran dan pelatihan yang kini mulai menjangkau sesi offline. Namun, harus betul-betul tepat sasaran. Alih-alih hanya menunggu pendaftaran dari para calon peserta, pemerintah pusat didorong bekerja sama dengan dinas ketenagakerjaan (disnaker) hingga dinas pendidikan (dispendik) di daerah guna menjaring para angkatan kerja. Misalnya, siswa SMA, SMK, maupun mahasiswa yang memang akan bekerja.
Lalu, mendata berapa pekerja yang memang betul-betul memerlukan upskilling. ”Jadi langsung ke target. Bukan lagi mereka yang sudah bagus dari sisi pekerjaan dan kekayaan tapi masih dapat (Kartu Prakerja, red),'' tegasnya.
Selain itu, pemerintah didesak untuk tak lagi memakai pihak ketiga dalam pelaksanaan program prakerja tahun ini. Mengingat, kata dia, pemerintah sudah memiliki balai latihan kerja (BLK) di daerah. Harusnya, BLK-BLK ini dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. ”Jangan disubkontraktorkan lagi. Sudah saatnya pemerintah memunculkan BLK-BLK yang dimiliki,'' ujarnya.(dee/mia/jpg)