JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ahli Tata Niaga Minyak Goreng dan Industri Sawit, Wiko Saputra, menyebut kelangkaan minyak goreng yang terjadi selama periode Januari-Maret 2022 bukan karena masalah produksi, melainkan distribusi yang tidak sampai ke konsumen. Pernyataan itu disampaikan saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
“Data GAPKI menunjukkan bahwa terdapat surplus CPO dari yang dibutuhkan dan produsen minyak goreng juga sudah melakukan produksi,” kata Wiko Saputra bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022).
Menurut Wiko kelangkaan minyak goreng terjadi karena masalah alur distribusi yang begitu panjang. Bahkan, di luar kapasitas produsen maupun eksportir untuk mengendalikannya.
“Jadi, tidak ada masalah dari sisi produksi. Masalahnya justru ada pada tingkat distribusi yang tidak sampai ke konsumen,” ungkapnya.
Sementara itu, ahli perekonomian negara Rimawan Pradiptio menyampaikan, total kerugian perekonomian negara dalam perkara ini sebesar Rp10,9 triliun. Dia menduga, lebih kecil dari perhitungan sebelumnya yang mencapai Rp12 triliun.
“Sesuai sumpah yang sudah kami berikan, maka kami perlu menyampaikan adanya kesalahan dalam BAP. Kerugian dari dunia usaha yang sebenarnya adalah lebih kecil dari yang ada dalam BAP, sehingga total kerugian perekonomian negara juga lebih kecil,” ujar Rimawan.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan keuangan negara berjumlah Rp18.359.698.998.925 atau Rp18,3 triliun.
Kelima terdakwa itu ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman