RIAUPOS.CO - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penundaan Pemilu 2024 diharapkan tidak mengganggu konsentrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU diminta tidak ragu untuk terus menjalankan tahapan pemilihan umum (pemilu). Persiapan menuju hari pemilihan harus tetap berjalan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa putusan PN Jakpus tersebut tidak bisa dieksekusi. Sebab, terjadi salah kamar pengadilan. Mahkamah Agung (MA) sudah memberikan panduan melalui Perma Nomor 2 Tahun 2019.
Menurut Mahfud, majelis hakim PN Jakpus salah dalam mengeluarkan putusan itu. Sebab, gugatan yang diajukan Partai Prima tersebut seharusnya ditangani PTUN. ”Sudah ada itu petunjuk dari Mahkamah Agung. Kalau ada urusan administrasi masuk, ditolak,” kata dia kemarin (4/3).
Independensi hakim, lanjut Mahfud, bisa dipermasalahkan dewan disiplin. Bahkan, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut ada kemungkinan permainan di balik putusan PN Jakpus yang menimbulkan kontroversi itu. ”Mungkin ada main di belakangnya. Pasti ada main di belakangnya, pasti,” ungkapnya.
Mahfud mengatakan telah berkomunikasi dengan KPU. Menurut dia, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, KPU melakukan perlawanan dengan mengajukan banding. Kedua, harus terus digaungkan bahwa putusan itu tidak bisa dieksekusi. Pemerintah akan terus mempersiapkan pemilu. Sebab, waktu pelaksanaannya semakin dekat.
”Kalau sudah diajukan banding dan kalah lagi, ya diabaikan saja. Karena putusan itu salah kamar,” tegasnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan, partainya menolak penundaan pemilu. Konstitusi jelas menyatakan bahwa pesta demokrasi diadakan lima tahun sekali. ”Kita tidak diam. Kita perjuangkan agar mekanisme demokrasi lima tahunan dapat dijalankan dengan tepat waktu, yakni 14 Februari 2024,” ungkap Hasto setelah Senam Indonesia Cinta Tanah Air (Sicita) yang diadakan DPD PDIP DKI Jakarta di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Hasto mengatakan, ada kekuatan besar di balik gerakan penundaan pemilu. Namun, dia enggan menyebut siapa di balik kekuatan itu. Yang jelas, mereka mencoba untuk merombak tatanan demokrasi dan hukum di Indonesia. Karena itu, putusan PN Jakpus perlu diselidiki. PDIP mendukung Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa hakim PN Jakpus yang memerintah KPU untuk menunda Pemilu 2024.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menuturkan, ada masalah ketatanegaraan serius dalam penegakan hukum di Indonesia. ”Sedari putusan hakim soal penundaan pemilu, kasus Ferdy Sambo, dan dikritiknya jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus Sambo, semua menyadari penegakan hukum Indonesia tidak baik-baik saja,” tuturnya.
Putusan PN Jakpus itu, kata dia, jelas di luar nalar hukum. Mahasiswa hukum saja mengetahui bahwa peradilan umum tidak berwenang memutus kasus pemilu. ”Kalau sampai peradilan umum memutus tanpa wewenang, sangat jelas dan terbuka bahwa ada maksud dan kepentingan tertentu yang dipaksakan,” tegasnya.(lum/idr/c7/fal/jpg/muh)
Laporan JPG, Jakarta