JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kekejaman yang diduga dilakukan militer Myanmar membuat setidaknya ribuan nyawa dari etnis Rohingya melayang hingga saat ini. Tak hanya itu, mereka juga harus mengungsi ke perbatasan Bangladesh.
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengaku dirinya mengutuk keras tindakan itu. Sebab, kata dia, orang-orang tidak berdosa harus dibunuh.
"MPR mengutuk keras agar ada tindakan nyata, dan ini pemerintahan Pak Jokowi sudah meresponnya, sekarang tinggal tunggu saja peran dunia," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2017).
"Kami support penuh Pak Presiden dan Bu Menlu Retno Marsudi yang segera bekerja keras, untuk membantu saudara kita yang menghadapi tragedi kemanusiaan," ujarnya.
Zulhas, sapaannya, memaparkan, kala dirinya menjadi Menteri Pertanian saja, jika ada harimau dan orang utan yang mati, dunia menjadi geger. Terlebih, itu menyangkut ribuan nyawa hilang yang nyata-nyatanya dibunuh.
"Ini apabila orang utan saja tahu dari pohon dan meninggal saja dunia geger, lah ini ada ribuan orang," tegasnya.
Diakuinya, dirinya menunggu sikap ketegasan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dan Organisasi Kenferensi Islam (OKI), untuk bisa turun tangan dan bersikap mengenai tragedi Rohingya tersebut.
"Jadi, menekan Myanmar agar menghentikan segera (pembunuhan etnis Rohingya)," tandasnya.
Bentrokan Rohingya menjadi eskalasi terbaru dari kekerasan yang telah melanda Rakhine sejak Oktober lalu. Militer Myanmar kala itu menuding Rohingya menyerang pos keamanan di perbatasan di Rakhine sehingga menewaskan sekitar sembilan polisi. Dalam operasi balasan atas serangan tersebut, aparat keamanan Myanmar diduga menyiksa hingga membunuh warga Rohingya secara membabi-buta.
Insiden itu menewaskan sedikitnya 80 orang dan memaksa sekitar 87 ribu Rohingya mengungsi ke luar Myanmar. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah memberi kesimpulan bahwa militer Myanmar melakukan penyiksaan hingga pemerkosaan terhadap warga Rohingya di sana. Situasi di Rakhine kembali memburuk sekitar awal Agustus ketika tentara kembali memulai operasi yang mengakibatkan ketegangan bergeser ke kota Rathetaung, tempat masyarakat Buddha dan Rohingya tinggal berdampingan. (cr2)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama