JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menegaskan, pernyataan dirinya yang mengakui sempat ditemui Ketua KPK Firli Bahuri pada 25 November 2020 bukan fitnah apalagi berbohong. Novel mengutarakan, pernyataan tersebut disampaikan di atas sumpah saat bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Firli Bahuri meminta Novel untuk tidak terus menyerang. Saat itu Novel memang sedang melakukan pengusutan kasus dugaan suap ekspor benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
“Iya benar. Saya menyampaikan itu dalam keterangan saya sebagai saksi di PTUN Jakarta. Pernyataan dari Firli tersebut, yang bersangkutan merasa bahwa adanya OTT tersebut (Edhy Prabowo) menyerang yang bersangkutan,” kata Novel kepada JawaPos.com, Senin (4/7/2022).
KPK melalui pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri membantah kalau Firli Bahuri menyampaikan pernyataan tersebut kepada Novel Baswedan. Karena pada 25 November 2022, Firli Bahuri sedang melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Utara. Namun, Novel menegaskan, pernyataan Firli Bahuri terhadapnya bukan tanpa dasar.
“Masalah ini tidak berdiri sendiri, karena dalam beberapa waktu kemudian pada bulan Desember 2020 ada dua kasus besar yaitu kasus OTT Menteri Sosial Juliari Peter Batubara kaitan dengan penyaluran bansos dan kasus pajak,” tegas Novel.
Menurut Novel, upaya tersebut disikapi Firli dengan menyeludupkan norma tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Novel memandang, Firli sengaja ingin menyingkirkan pegawai KPK.
“Kenapa saya katakan penyeludupan norma? Karena hal itu ditemukan oleh Komnas HAM dan Ombudsman RI yang juga menyatakan serupa, menggambarkan bahwa proses pembuatan Peraturan Komisi (Perkom) sebenarnya telah selesai dan sudah di-upload dalam portal KPK pada bulan November 2020. Mengingat ketentuan di KPK, bila akan membuat peraturan, draf final harus di-upload dalam portal KPK,” ucap Novel.
“Setelah Firli dkk merasa terserang dengan adanya OTT dan penanganan kasus besar di KPK, kemudian Firli memasukkan norma tambahan dan melakukan perubahan draf final Perkom dengan cara ilegal,” imbuhnya.
Wakil Ketua Satgasus Pencegahan Korupsi Polri ini mengutarakan, pada 26 Januari 2021 Firli sendiri yg melakukan harmonisasi dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). Padahal seharusnya itu dilakukan pada tataran teknis. Novel menduga, perbuatan Firli dibantu oleh Kepala Biro Hukum KPK yang menandatangani berita acara harmonisasi, padahal sebenarnya tidak hadir dalam acara tersebut.
“Kemudian tanggal 27 Januari 2021, Perkom langsung disahkan dan masuk dalam lembaran negara. Proses yang janggal dan kilat, menggambarkan ada keadaan yang tidak wajar atau bisa dikatakan sebagai persekongkolan,” cetus Novel.
Setelah itu, lanjut Novel, proses TWK yang dijadikan alasan untuk penyingkiran dilakukan dengan banyak masalah administrasi di dalamnya. Hal ini juga sudah dibeberkan oleh Komnas HAM dan Ombudsman RI bahwa TWK melanggar HAM dan maladministrasi.
“Semuanya sudah disampaikan ke sidang pengadilan. Semua itu juga sudah menjadi temuan dari Komnas HAM dan Ombudsman RI,” pungkas Novel.
Terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan pernyataan tersebut tidak benar. Ali Fikri mengklaim, Firli saat itu sedang melakukan perjalanan kedinasan di Kalimantan Utara pada 25 November 2020.
“Kami memastikan keterangan tersebut tidak benar. Pada saat bersamaan, yakni tanggal 25 November 2020, Ketua KPK Firli Bahuri sedang melaksanakan kunjungan kerja ke Badan Penanaman Modal Daerah dan Perizinan Terpadu (BPMDPT) Provinsi Kalimantan Utara,” ucap Ali.
Ali membantah, tidak mungkin Firli bisa ada di dua lokasi dalam waktu bersamaan. Apalagi, Firli menemui banyak orang dalam kegiatan pencegahan korupsi pada 25 November 2020 lalu.
“Dalam pertemuan tersebut Ketua KPK ditemui langsung oleh Plt Kepala DPMPTSP Provinsi Kaltara H Faisal Syabaruddin untuk melakukan pemantauan pelayanan publik terkait perizinan maupun nonperizinan,” beber Ali.
Oleh karena itu, KPK menegaskan pernyataan Novel terkait Firli yang memintanya untuk tidak terlalu menyerang sesat. Lembaga antirasuah berharap Novel tidak kembali menuding tanpa bukti. Pernyataan Novel dikhawatirkan membuat renggang hubungan baik penegak hukum.
“Kami meminta, masyarakat untuk lebih berhati-hati, waspada, dan menyaring berbagai Informasi yang beredar tanpa konfirmasi sesuai fakta yang sesungguhnya. Terlebih Informasi tersebut bisa merugikan pihak-pihak tertentu,” tegas Ali.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman