JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebijakan biaya visa progresif untuk jamaah calon haji (JCH) yang pernah berhaji, berlaku sejak tahun lalu. Bedanya tahun lalu dibayarkan oleh indirect cost hasil pengelolaan dana haji. Sedangkan tahun ini biaya visa progresif 2.000 riyal (sekitar Rp7,6 juta) ditanggung JCH.
Kepala Biro Hukum, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) Mastuki menuturkan beberapa alasan sehingga biaya visa progresif tahun ini ditanggung JCH. Di antaranya tahun lalu pemerintah Arab Saudi menerapkan visa progresif saat masa operasional haji sudah berjalan.
’’Sehingga tidak ada waktu untuk mensosialisasikan kepada jamaah. Karena jamaah sudah selesai melunasai BPIH (biaya penyelenggaraan ibadah haji, red),’’ katanya, Ahad (3/3).
Sehingga tahun lalu Kemenag memutuskan biaya visa progresif diambilkan dari komponen indirect cost yang diambil dari hasil pengelolaan dana haji.
’’Selain itu kenapa biaya (visa progresif tahu ini, red) dibebankan ke jamaah? Karena tahun lalu jadi temuan (audit, red) BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan, red),’’ jelasnya.
Tentunya Kemenag tidak ingin kejadian serupa terulang kembali tahun ini. Akhirnya diputuskan biaya visa progresif ditanggung oleh JCH masing-masing. Keputusan ini juga sudah disepakati bersama dengan Komisi VIII DPR. Mastuki menjelaskan visa progresif dibebankan kepada JCH yang sudah pernah berhaji. Besaran biaya visa progresif tahun ini masih sama seperti tahun lalu, yakni 2.000 riyal/jamaah. Kemenag sampai saat ini belum melansir nama-nama JCH yang diperkirakan terkena ketentuan biaya visa progresif. Padahal Kemenag sudah mengeluarkan daftar JCH berhak lunas BPIH 2019.
Pengamat haji dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidatullah Jakarta Dadi Darmadi mengatakan, kebijakan visa progresif adalah ketentuan internal Arab Saudi. Sehingga masyarakat Indonesia hanya bisa menjalankannya saja.
’’Tidak apa-apa Kemenag memutuskan biaya visa progresif itu dibebankan ke jamaah,’’ katanya.
Hanya saja dia berharap Kemenag segera menyampaikan nama-nama yang dipastikan atau berpotensi terkena biaya visa progresif tersebut.
Sehingga ada kesempatan bagi JCH untuk mempersiapkan finansial sebelum masa pelunasan BPIH benar-benar dibuka.
’’Jangan sampai ada JCH yang kaget kenapa ada biaya tambahan sebesar Rp7 jutaan itu saat pelunasan,’’ jelasnya.
Menurut Dadi saat ini merupakan waktu yang pas untuk menyampaikan ketentuan visa progresif tersebut. Sebab masa pelunasan BPIH belum dibuka. Meskipun belum ada data resmi dari Kemenag, Dadi mengatakan JCH yang bakal terkena biaya visa progresif pasti ada. Meskipun jumlahnya tidak besar. Kebijakan ini sendiri sudah berjalan sejak 2016 lalu. Hanya saja untuk Indonesia baru diterapkan sejak 2018.
Seperti diketahui besaran BPIH tahun ini ditetapkan sebesar rata-rata Rp35,2 juta. Sedangkan untuk biaya di masing-masing embarkasi, masih menunggu keluarnya Keputusan Presiden (Keppres). Kemenag merencanakan pelunasan dimulai sejak 5 Maret. Namun tetap menunggu keluarnya Keppres oleh Presiden Joko Widodo.(wan/ted)