PUNGUTAN bahan bakar minyak (BBM) dari pembelian premium dan solar rencananya dilakukan mulai besok. Meski demikian, hingga saat ini petunjuk pelaksanaan dan teknis pengumpulan anggaran itu belum juga beres. Hari ini Kementerian ESDM dan kementerian lain kembali mematangkan rencana itu di Menko Perekonomian.
Sekjen ESDM Teguh Pamudji mengatakan, pihaknya belum bisa menyampaikan secara pasti apakah pungutan dimulai besok. Yang jelas, rapat belum selesai karena masih ada yang perlu dibahas. "Masih nerusin rapat sebelumnya. Yakinlah kami akan mencari yang terbaik," ujar Teguh kepada Jawa Pos (JPG) kemarin.
Sebagaimana diwartakan, Kementerian ESDM sempat mengadakan rapat pada pekan lalu. Namun, belum dihasilkan keputusan final apakah dilaksanakan besok dengan tata cara tertentu. Yang jelas, Wakil Ketua Komisi VII Satya W. Yudha meminta pemerintah agar menunda pemungutan.
’’Saya sarankan pungutan DKE ditunda sampai pembahasan APBNP,’’ ujarnya. Rencananya, setelah reses, DPR memanggil Menteri ESDM Sudirman Said untuk mengklarifikasi pungutan itu. Parlemen disebut kurang sreg karena pasal 29 dan 30 UU Energi kurang kuat untuk memungut dana dari masyarakat.
Pada bagian lain, kampanye global untuk menekan kenaikan suhu bumi terus dilakukan. Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM tidak mau ketinggalan dan mematok penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia sampai 29 persen hingga 2025.
Dirjen EBTKE Rida Mulyana menyatakan, Indonesia sedang disorot dunia karena menyanggupi menjadi leader pengadaan energi bersih dan terbarukan. Apalagi, dalam waktu dekat segera digelar Bali Energy Forum yang membahas langkah konkret menyediakan energi bersih.
’’Itu menjadi ruang bahwa kami akan menerima banyak bantuan,’’ jelasnya.
Dia mengakui, membangun EBT tidaklah murah. Pada 2016 ini, misalnya, Ditjen EBTKE punya alokasi dana sampai Rp 2 triliun untuk mengerjakan berbagai proyek energi baru.
Dia menjelaskan, investor diyakini bakal berbondong-bondong ke Indonesia karena Presiden Jokowi sudah menekankan komitmen di Paris Climate Change. Tinggal aplikasi di Indonesia bagaimana memulai untuk tidak lagi bergantung kepada energi fosil. Meski harga komoditas energi itu saat ini terus merosot.
’’Tantangannya adalah mulai mengurangi ketergantungan dengan tekonologi non-EBT. Itu yang kami kejar,’’ jelas Rida. Dia optimistis target bauran 23 persen EBT pada 2025 terpenuhi karena pemerintah juga mempersiapkan regulasi pendukung. Komitmen pemerintah itulah yang membuat pihaknya makin bergairah menggarap sektor EBT.
’’Beberapa waktu ini juga sudah menangani energi dari sampah. Sudah ada beberapa tempat yang ditentukan,’’ imbuhnya. Jika melihat rencana pembangunan bioenergi 2016 milik Ditjen EBTKE, akan ada pembangunan dua unit pembangkit listrik tenaga sampah PLTSa. Besaran daya yang dihasilkan nanti sampai 1.500 mw.
Sebelumnya, Rida selalu menyampaikan bahwa EBT sudah menjadi tren dunia. Selain isu pemanasan global yang mengancam keberadaan pulau-pulau kecil, pasokan energi fosil mulai menipis. Padahal, kebutuhan energi terus meningkat searah dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Indonesia, lanjut dia, sebagai negara yang memiliki banyak potensi sumber daya energi baru belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, 160-an negara sudah bersepakat untuk menurunkan suhu bumi sampai 2 persen.(dim/c19/oki/jpg)