JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Terdakwa Pinangki Sirna Malasari membantah kesaksian Sales PT Astra International BMW, Yeni Pratiwi yang menyebut tidak melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat membeli mobil mewah bermerek BMW X5. Dia mengklaim, seluruh pembelian mobil miliknya telah dilaporkan ke PPATK.
"Selama ini pembelian mobil saya sebelumnya adalah cash dan itu sudah by system dilaporkan PPATK semua. Jadi tidak ada seorang sales menawarkan PPATK, tidak ya, tidak ada," kata Pinangki menanggapi kesaksian Yeni di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (2/12).
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) ini secara tegas menampik keterangan Yeni. Dia memastikan bukan kapasitasnya untuk membicarakan rinci seorang pembeli kepada sales. "Tidak logis saya mengatakan begitu pada seorang sales, ketemu juga baru kan," tegas Pinangki. Dalam kesaksiannya, Yeni menyampaikan Pinangki membeli mobil BMW X5 secara tunai. Mobil mewah berwarna biru itu dibeli untuk Pinangki sendiri. "Terdakwa transfer sebesar Rp475 juta, kedua 9 Desember 2019 Rp490 juta setoran tunai BCA, 11 Desember 2019 Rp490 juta setoran tunai BCA, 13 Desember sebesar Rp100 juta transfer Bank Panin, 13 Desember 2019 Rp129 juta transfer bank. Total lima kali pembayaran Rp1,709 miliar bulan Desember semua?" tanya Jaksa.
"Iya," jawab Yeni.
Selain membayarkan mobil BMW X5 itu secara tunai, Pinangki juga membayar biaya asuransi senilai Rp 31 juta dan pajak progresif sebesar Rp10,6 juta. Mobil mewah tersebut dibeli atas nama Pinangki sendiri.
Yeni mengaku mengetahui profesi Pinangki sebagai jaksa. Lantas Yeni sempat menawarkan Pinangki untuk melaporkan ke pusat pelaporan analisis dan transaksi keuangan (PPATK). "Lalu jawaban terdakwa?" tanya jaksa."Keberatan," pungkas Yeni.
Dalam perkara ini, Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai 500 ribu dolar AS dari yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS oleh Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hal ini dilakukan agar Djoko Tjandra bisa lepas dari eksekusi pidana penjara kasus hak tagih Bank Bali.(jpg)