JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemberlakuan tarif baru ojek online (ojol) dimulai serentak seluruh Indonesia, Senin (2/9). Pengawasan pelaksanaan akan dilakukan oleh Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Dinas Perhubungan daerah.
Pemerintah menaikkan tarif berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348/2019. Penyesuaian tarif dibagi dalam tiga wilayah. Tarif ojol zona I meliputi Jawa (selain Jabodetabek), Sumatera dan Bali. Di zona tersebut, tarif batas bawah Rp1.850 dan batas atas Rp2.300/km.
Zona II meliputi Jabodetabek dengan tarif Rp2.000 sampai Rp2.500. Sedangkan zona III, terdiri atas Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua memiliki tarif Rp2.100 hingga Rp2.600.
"Laporan versi pengemudi di hari pertama, memang order menurun, tapi pendapatan naik," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi saat jumpa pers di Ruang Singosari, Gedung Karsa, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sore kemarin.
Menurut Budi, hal tersebut wajar. Bisa jadi karena masyarakat masih kaget dengan kenaikan tarif tersebut. Meski begitu, dia yakin secara bertahap masyarakat akan terbiasa. Mengingat, kenaikan tarif cukup kecil. Dinilai masih ramah di kantong pelanggan.
Apalagi, lanjut Budi, perilaku masyarakat di kota-kota besar terhadap ojol bisa dibilang sudah menjadi keperluan utama. Sebagai mobilitas transportasi maupun gaya hidup. Seperti membeli makanan, membersihkan rumah, hingga jasa pijat. Semuanya ingin serba praktis.
Budi juga menuturkan, selama sepekan ke depan, timnya akan melakukan penelitian untuk menguji hipotesa tersebut. Melihat tingkat kepuasan masyarakat, kesejahteraan pengemudi, dan ekosistem transportasi pasca kenaikan tarif ojol. Sampel penelitian akan diambil dari setiap zona I, II, dan III.
Lalu apabila ada banyak masyarakat yang komplain tarif ojol terlalu mahal, apakah masih bisa diturunkan? Budi menjawab, penurunan tarif masih dimungkinkan, namun harus ada kesepakatan lebih dulu.
"Saya kira bisa saja. Tapi, tentu juga harus dengan kesepakatan dari dua aplikator dan pihak-pihak terkait. Saya kiran kenaikan tarif tidak tinggi," ucap Budi.
Untuk mengantisipasi adanya kecurangan tarif ojol, Budi juga mengaku pihaknya sudah menyurati dinas perhubungan provinsi. Meminta Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) seluruh kabupaten/kota mengerahkan stafnya untuk melaksanakan pengawasan tarif. Berdasarkan kesepakatan, ada dua cara dalam melakukan pengawasan.
Pertama, BPTD akan melihat dan melakukan pengawasan sendiri. Kedua, Dirjen Hubdar membuat surat kepada BPTD mengenai adanya persaingan tidak sehat dari dua perusahaan aplikasi. Sehingga, terjadi saling crosscheck.
Di sisi lain, Budi juga menyadari, di beberapa daerah masih ada perseteruan antara ojol dan ojek pangkalan. Khususnya, di daerah yang biasa mereka sebut zona merah. Seperti, bandara dan stasiun. Zona dengan nilai rupiah tinggi bagi pengemudi bisa mengambil penumpang di daerah tersebut.
Menurut Budi, solusinya tentu harus ada komunikasi yang bagus antara perusahaan aplikasi dan otoritas setempat. Sehingga, bisa muncul kerja sama untuk integrasi transportasi.
"Tinggal komunikasi dan koordinasi saja dengan pihak setempat," ujarnya.
Sementara itu, Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, belum ada keluhan dari pengemudi mitra ojol. Semuanya masih berjalan kondusif.
"Saat ini mayoritas driver mitra masih menerima," katanya.
Di sisi lain, keluhan datang dari konsumen yang terbiasa menggunakan ojol. Juwita dan Joko Aji mengeluh tarif ojol mahal. Juwita yang kerap menggunakan aplikasi Grab Food untuk memesan makanan kini harus berpikir dua kali.
"Biasanya cuma Rp19 ribu mulai kemarin menjadi Rp20.500. Ya mahal," urai perempuan 30 tahun itu.
Sedangkan, Joko merasa ongkos transportasi sehari-hari membengkak. Dia biasa menggunakan ojol dari stasiun KRL di Palmerah menuju kantornya di daerah Permata Hijau. Berjarak sekitar 3 km. Sebelum ada kenaikan tarif, pria 35 tahun itu hanya perlu membayar Rp9 ribu. Mulai kemarin, dia harus merogoh kocek hingga Rp14 ribu.
"Menurut saya aplikasi juga bermain agar memperoleh harga itu. Di aplikasinya tidak menunjukkan jalan tercepat. Tapi memilih jarak yang lebih jauh supaya dapat harga minimal itu," terang Joko yang berdomisili di Depok itu.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi