TIDAK TURUNKAN HARGA

Pemerintah Mestinya Beri Insentif BBM

Nasional | Minggu, 03 Mei 2020 - 00:18 WIB

Pemerintah Mestinya Beri Insentif BBM
Ilustrasi tambang minyak mentah.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Harga minyak mentah dunia berada di bawah tekanan. Kondisi tersebut belum berubah sampai sekarang. Beberapa pakar menilai, pemerintah seharusnya mampu memberi insentif bahan bakar minyak (BBM) kepada industri dan usaha supaya mereka tetap produktif dan efisien di tengah pandemi Covid-19.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur Bambang Haryo Soekartono mendesak pemerintah untuk menurunkan harga BBM subsidi dan nonsubsidi. Khususnya, bahan bakar solar untuk mendongkrak kinerja industri, transportasi, dan UMKM.


"Kalau harganya disesuaikan dengan harga minyak dunia yang murah, pasti akan sangat membantu dunia usaha bertahan hidup dan menggerakkan kembali ekonomi," kata mantan anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 itu.

Pekan ini, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di level  19,78 dolar Amerika Serikat (AS) per barel. Sedangkan, harga minyak Brent 26,44 dolar AS per barel. Sementara, dalam APBN 2020, harga minyak mentah Indonesia (ICP) hanya 63 dolar AS per barel. Yang kemudian, direvisi menurut Peraturan Presiden (Perpres) 54 Tahun 2020 menjadi 38 dolar AS per barel.

Menurut dia, penurunan maupun insentif BBM solar akan membuat dunia usaha dan transportasi mampu bertahan hidup. Beban pengeluaran industri perhotelan dan restoran juga akan berkurang signifikan.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno meminta pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengusaha dan pekerja transportasi umum. Tujuannya, meminimalisir perusahaan angkutan umum yang gulung tikar. Mengingat, pemerintah secara resmi melarang masyarakat untuk mudik yang berlaku sejak 24 April hingga 31 Mei.

Data Direktorat Angkutan Jalan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mencatat, saat ini ada 346 perusahaan bus antar kota antar provinsi (AKAP). Selain itu, 56 angkutan trave dan 1.112 perusahaan bus pariwisata. Untuk angkutan jalan, data dari terminal penumpang bus seluruh Indonesia ada penurunan keberangkatan 17,24 persen dan kedatangan 22,04 persen. Makanya, Djoko menegaskan, perlu dukungan pemerintah untuk menyelamatkan sektor transportasi.

"Seperti relaksasi kredit kendaraan, penundaan pemungutan pajak, insentif BBM, hingga bantuan langsung kepada karyawan maupun pengemudi," beber dosen Universitas Katolik Soegijaprata Semarang itu.

Di sisi lain, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, kebijakan untuk menurunkan maupun menaikkan harga BBM ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Pertamina tak bisa asal mengambil keputusan secara bisnis.

Nicke menyampaikan, penurunan konsumsi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Makassar masih di atas 50 persen. Hal tersebut akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan di daerah tersebut.

"Jika PSBB diberlakukan lebih banyak wilayah maka demand BBM akan lebih turun lagi," katanya dalam konferensi pers virtual.

Meski harga BBM tidak turun, lanjut dia, selama Ramadan Pertamina memberikan diskon 30 persen untuk pembelian pertamax, pertamax plus, turbo, dan dex. Diskon diberikan untuk pembelian dengan pembayaran secara non tunai. Menggunakan aplikasi MyPertamina dan LinkAja yang berlaku mulai 27 April hingga 23 Mei. Setiap konsumen berhak mendapat diskon untuk sekali pembelian dalam sehari.

Sementara itu, ekonom Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai, Pertamina enggan menurunkan harga agar bisa menutup biaya operasional. "Harga minyak drop, penjualan drop, ya mereka tidak akan dapat profit (keuntungan)," ujarnya. Mengingat, Pertamina tak bisa memangkas belanja modal perusahaan dan biaya operasional begitu saja. Biaya produksi BBM di dalam negeri lebih mahal dibandingkan harga minyak impor.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook