Sidang Kematian Brigadir Y, Tak Semua Orang di Lokasi Terlibat Kejahatan

Nasional | Selasa, 03 Januari 2023 - 12:08 WIB

Sidang Kematian Brigadir Y, Tak Semua Orang di Lokasi Terlibat Kejahatan
Saksi Ahli Pidana dari Universitas Islam Indonesia, Muhammad Arif Setiawan usai memberikan keterangan pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). (SALMAN TOYIBI/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Tim kuasa hukum terdakwa Kuat Ma’ruf menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan sebagai saksi meringankan dalam sidang lanjutan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Y di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (2/1).

Arif Setiawan, menilai tidak semua orang yang berada di suatu tempat terjadinya tindak pidana dianggap terlibat kejahatan tersebut. Hal itu disampaikan Arif saat ditanya mengenai kaitan Pasal 55 ayat (1) ke-1 yang dijeratkan kepada terdakwa Kuat Ma’ruf.


Menurut Arif, ada beberapa kategori penyertaan. Seperti pembuat kejahatan, seseorang yang melakukan kejahatan, seseorang yang turut serta melakukan, dan pihak yang menyuruh. Bentuk penyertaan di atas memiliki konsekuensi masing-masing. Sebagai pembuat tindak pidana maka masuk unsur Pasal 55 Ayat (1) ke-1. Kedua dalam bentuk menyuruh melakukan maka ada perbedaan antara yang menuyuruh dan disuruh.

''Yang melakukan perbuatan materil itu yang disuruh. Di dalam bentuk pernyertaan yang seperti ini, yang disuruh itu tidak bisa dipidana karena dia tidak mempunyai niat jahat seperti yang menyuruh,'' ujar Arif.

Dalam kondisi ini, yang menyuruh memiliki tanggung jawab hukum. Kemudian adalah turut serta di mana dua pihak atau lebih mempunyai kesepakatan bersama untuk menghendaki mewujudkan delik atau terjadinya tindak pidana. ''Secara sederhana meeting of mind itu seperti apa bisa diartikan,'' tanya pengacara Kuat Ma’ruf.

''Meeting of mind itu adalah kesepahaman, kesamaan di dalam mewujudkan tindakan sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan, kalau pembunuhan maka meeting of mind itu peserta satu dengan peserta yang lainnya sama-sama menghendaki terjadinya kematian orang lain,'' jawab Arif.

Oleh karena itu, tidak semua pihak disimpulkan turut serta melakukan kejahatan bila tidak memenuhi unsur meeting of mind. ''Tidak semua orang yang berada di dalam satu tempat ketika itu terjadi satu kejahatan, itu berarti turut serta, tergantung apakah orang yang ada di situ itu terjadi kesepahaman yang sama nggak untuk terjadi kejahatan yang dimaksud,'' ujar Arif.

Di sisi lain, dalam kasus menyebutkan pentingnya mengungkap motif. Pasalnya, motif adalah sesuatu yang mendorong seseorang melakukan perbuatan. Dari motif tersebut bisa disimpulkan niat seseorang melakukan tindak pidana.

''Motif berkaitan dengan persoalan niat, untuk membuktikan niat maka melalui pembuktian terhadap motif itu bisa memudahkan niat orang melakukan perbuatan, karena motif itu sesuatu yang mendorong seseorang melakukan perbuatan,'' kata Arif, Senin (2/1).

Arif tak memungkiri Pasal 338 dan 340 KUHP memang tidak memasukan motif sebagai delik. Sehingga, tanpa motif pun pasal tersebut bisa dilakukan pembuktian. Namun, memahami motif dianggap bisa mempermudah memahami unsur kesengajaan dalam suatu tindak pidana.

''Dengan demikian mengetahui motif lebih memudahkan untuk mengetahui niat sesorang melakukan perbuatan. Motif bermanfaat juga sebagai suatu pertimbangan apakah motifnya itu apakah bisa menjadi yang memperingan atau memberpeberat suatu pidana seandainya unsur-unsur yang ada di dalam delik itu terbukti,'' jelas Arif.(jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook