PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Berbeda dengan tahun sebelumnya, setiap 1 Mei, Hari Buruh atau yang dikenal May Day diperingati dengan aksi di tengah jalan. Namun, May Day seakan ‘’ditelan’’ Covid-19. Kini para buruh tidak dapat melakukan aksi. Covid-19 menghambat para buruh. Tidak hanya urusan gaji dan jaminan sosial. Kondisi dan situasi membuat buruh terancam dan bahkan kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dampak pendemi Covid-19 dikeluhkan buruh di Pelalawan di peringatan Hari Buruh. "Ya, seharusnya di May Day ini, kami para buruh ingin menggelar aksi turun ke lapangan menyampaikan keluhan yang kami rasakan. Tapi karena adanya pelarangan keramaian untuk mencegah Covid-19, maka kami para buruh hanya bisa berharap agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan dapat memperhatikan nasib kami," terang Basir, salah seorang buruh di Kecamatan Pangkalankerinci kepada Riau Pos, Jumat (1/5).
Dikatakannya bahwa, sejak terjadinya pendemi corona, dirinya beserta puluhan rekan buruh lainnya, telah dirumahkan akhir Februari lalu oleh perusahaan tanpa diberikan upah. Sehingga dampak tidak lagi bekerja, kesulitan ekonomi pun telah mulai dirasakannya. "Jadi, sudah dua bulan kami dirumahkan tanpa upah atau penghasilan yang kami harapkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Tentunya kondisi ini membuat kami telah mengalami kesulitan ekonomi," paparnya.
Warga Gang 2000 kelurahan Kerinci Timur Kecamatan Pangkalankerinci ini menambahkan, pada awal April lalu, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan angin surga untuk memberikan bantuan kepada warga terdampak Covid-19 melalui pemberian bantuan langsung tunai (BLT). Sehingga dengan kebijakan tersebut, Pemkab Pelalawan telah menginstruksikan seluruh pihak kecamatan untuk mendata calo penerima bantuan tersebut melalui pihak RT/RW, kelurahan dan desa.
"Sekitar tiga pekan lalu, RT dilingkungan kami telah meminta data seperti fotokopi kartu keluarga (KK) dan KTP kami untuk diserahkan kepada pihak Kelurahan guna diajukan sebagai penerima BLT. Tapi, sampai sekarang bantuan yang gadang-gadangkan itu tak kunjung kami terima. Belum lagi bantuan sembako yang telah dipersiapkan oleh Pemkab Pelalawan melalui Dinas Sosial, juga tak kunjung kami rasakan," ujarnya.
"Padahal, di sejumlah media, kami mendapat info Pemkab dan juga sejumlah perusahaan, telah membagikan sembako kepada warga terdampak Covid-19. Tapi masalahnya, bantuan itu tidak merata diberikan. Ya, yang dapat bantu cuma warga warga itu saja, seperti di Dusun Kualo Kelurahan Kerinci Kota," bebernya.
Untuk itu, melalui momentum May Day, dirinya berharap agar Pemkab Pelalawan dapat memberikan bantuan khususnya sembako, tepat sasaran. Sehingga dampak Covid-19 ini tidak membuat warga panik dan melakukan tindakan kriminalitas.
"Jadi, salurkan bantuan itu kepada warga yang berhak menerimanya. Khususnya kami para buruh yang telah dirumahkan tanpa upah. Sehingga kami tidak panik karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidup akibat tak lagi memiliki penghasilan lagi," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Pengurus Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Kota Dumai, Agoes S Salam mengatakan May Day tahun ini memang tidak ada aksi, orasi maupun demontrasi. "Semua terkepung dan terhukum oleh aturan protokol Covid-19. Situasi dilematis buat kaum buruh, mau teriak, kondisinya begini dan semua terkepung," ujarnya.
Ia mengatakan profesi buruh di saat pandemi corona memang tidak sesanter tenaga medis atau ojol yang nyaris selalu dibicarakan oleh pemimpin negara ini. "Mungkin, mereka lupa bahwa kami buruh TKBM di pelabuhan juga garda terdepan dalam bongkar muat barang di pelabuhan," sebutnya.
Aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan juga merupakan bagian dari aktifitas ekonomi, jika kelancaran arus bongkar muatnya terganggu tentu akan berdampak terhadap roda perekonomian nasional, apalagi terhadap barang-barang kebutuhan pokok masyarakat.
"Di saat pandemi corona ini, kami TKBM tetap bekerja mendukung kelancaran aktivitas tersebut tanpa merasa takut dengan corona. Sebuah kepastian adalah kami harus bekerja untuk menghidupkan keluarga kami, dan ini tentunya kami syukuri. Sebab kami sadar, kalau kami tidak bekerja siapa yang akan memberi makan anak bini kami makan," terangnya.
Namun, pihaknya juga menyadari bahwa jutaan rakyat Indonesia saat ini dalam kondisi Covid-19 banyak yang bernasib lebih buruk. "Oleh karena itu, sesuatu yang sangat sulit dan dilematis di antara dua teriakan kaum buruh dan rakyat. Meneriakkan hak buruh sebuah kewajiban apalagi meneriakkan hak rakyat juga suatu kewajiban," terangnya.
Tapi, keduanya adalah bagian dari kewajiban untuk memperjuangkan hak buruh dan rakyat dengan mengangkat spirit Buruh bersama Rakyat untuk keadilan. May Day ini, Ia menyampaikan kepada pemerintah dan para pemilik modal betapa susahnya ekonomi rakyat dan buruh saat ini apalagi menghadapi Idulfitri.
"Bertahan dengan segala kekurangan dan bahkan sampai tak makan hanya itu solusi yang dapat dilakukan. Sekali-kali lihatlah kami yang di bawah ini Pak Presiden yang kami hormati. Mungkin akan ada rasa yang membuat air matamu menetes atau paling tidak tahu bahwa ada kami yang masih bertahan meskipun tak tahan," terangnya.
Ia mengatakan di Kota Dumai ada ratusan TKBM yang memang sudah tidak bekerja akibat ditutupnya pelabuhan, dan hal serupa juga pasti akan terjadi di seluruh Indonesia. "Semoga kondisi ini cepat berlalu dan kembali normal," tuturnya.
Di Kuansing, beberapa buruh yang bekerja di perusahaan perkebunan kelapa sawit mereka meminta pemerintah ikut campur dalam pemantauan kepatutan dan tugas yang diberikan oleh perusahaan. Sebab, beberapa kejadian selama ini, sering terjadi pengambilan keputusan sepihak oleh perusahaaan terhadap karyawan.
Hal itu disampaikan oleh Andi, salah seorang karyawan perkebunan kelapa sawit di Kuansing. Menurut Andi, ia dan karyawan lainya berharap pemerintah memperhatikan karyawan yang dipekerjakan oleh pihak perusahaan dengan cara yang diluar undang-undang tenaga kerja. "Ya, bagaimana lagi bang. Kalau kami nanti menuntut ke perusahaan, kami bisa dirumahkan. Makanya kami minta ke Pemerintah Daerah melalui bidang Naker supaya ada sidak sesekali di setiap perusahaan yang mempekerjakan orang banyak," ujar Andi.
Andi mencontoh kejadian beberapa bulan yang lalu terkait adanya perusahaan yang merumahkan pekerjanya karena adanya tuntutan dari karyawan. “Ini sudah pernah terjadi. Ketika karyawan minta tambahan uang di saat hari libur, pihak perusahaan mengancam akan merumahkan. Makanya kami tidak bisa banyak minta,” kata Andi.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Khairil Amri mengatakan, May Day kali ini bukan May Day yang mudah bagi buruh di Indonesia. "Dampak dari Covid-19 berimbas pada buruh Indonesia. Termasuk dampak kebijakan dari pemerintah terkait corona ini. Sudah banyak perusahaan yang tutup dan melakukan PHK terhadap karyawannya. Ini fenomena yang terjadi di Indonesia," ungkapnya.
Kepada Riau Pos, dosen Unri itu pun mengatakan, dalam hal ini para buruh diimbau untuk melakukan aksi di rumah saja. Melalui media sosial contohnya. "Aksi bisa dilakukan di media sosial tanpa harus turun di jalanan karena sangat rawan penyebaran Covid-19 dan melanggar aturan pemerintah," ujarnya. (s/sol/yus/amn/hsb/wir/yas)