Menutup pernyataan itu, Fahri meminta Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali untuk maju ke depan ruang sidang, mengambil sumpah jabatan Ade sebagai Ketua DPR. Dengan mic yang rusak, suara interupsi tampak tak didengar pimpinan sidang. Para anggota Fraksi Partai Golkar kubu Agung memilih walkout atas pelantikan itu.
Setelah mengambil sumpah dan menandatangani SK penetapan Ketua DPR, Ade dipersilahkan menyampaikan sambutan perdana sebagai Ketua DPR. Tanpa menyinggung dinamika yang terjadi di paripurna pelantikannya, Ade langsung menyinggung pentingnya DPR melakukan evaluasi di bidang legislasi.
”Legislasi kita kurang produktif,” kata Ade.
Menurut Ade, dirinya sebagai Ketua DPR berjanji akan mengedepankan komunikasi antar fraksi. Dengan komunikasi yang baik dan intensif, Ade yakin bahwa proses internal di DPR akan berjalan lancar tanpa ada kecurigaan. Ade juga yakin dengan komunikasi semua masalah bisa diselesaikan bersama-sama. Tak lupa, Ade juga meminta kepada semua pihak untuk mengingat jasa Novanto sebagai Ketua DPR.
”Semua patut berterima kasih atas jasa Ketua DPR lalu Setya Novanto,” jelasnya.
Terpisah, Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto mengakui, pihaknya tidak bisa berbuat banyak terkait pengesahan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR RI. Pasalnya sistem yang ada saat ini tidak menguntungkan PDIP. Di mana UU MD3 sejak awal telah menyandera PDIP sebagai pemenang pemilu tidak dapat mengajukan calon.
“PDIP dari awal dijadikan kucing burik, nggak megang ketua DPR, gak megang AKD, UU MD3 sumber utamanya,” ujarnya di sela-sela Rakernas PDIP di Kemayoran, Jakarta, Senin (11/1).
Oleh karenanya, ke depannya PDIP berencana merevisi UU MD3. Karena bertentangan dengan asas adil dan beradab sebagaimana tertuang dalam pancasila.
“Lah pemenang pemilu gak punya pimpinan DPR. Pemenang pemilu gak punya pimpinan AKD, lah piye,” kata politisi yang menjabat Ketua DPD Jawa Tengah tersebut.
Sementara Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah mengatakan itu akan dilakukan setelah lahirnya kesadaran politik dari fraksi lainnya tentang pentingnya pemenang pemilu mendapat kursi pimpinan. Kesadaran kolektif itu penting, untuk menghindari kegaduhan di DPR.
“Masyarakat sudah sangat lelah dengan kegaduhan di periode pertama lalu,” kata Basarah di sela-sela Rakernas.
Lantas bagaimana jika kesadaran kolektif tidak muncul? Basarah meyakini, akan ada konsensus-konsensus lain yang akan muncul di beberapa fraksi di DPR. Sayangnya, dia enggan menjelaskan konsensus apa yang dimakksud. Namun dia meyakini, hal tersebut akan muncul dalam waktu dekat.