JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) belum bekerja maksimal. Sehingga kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Di sisi lain, upaya pengetatan disadari akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sebelumnya telah memperpanjang PPKM.
Yakni mulai 26 Januari hingga 8 Februari. Sehingga di beberapa wilayah dilakukan pengetatan kegiatan masyarakat. Namun langkah ini dinilai oleh Presiden Jokowi tidak efektif.
"Kita harus ngomong apa adanya," ungkapnya dalam rapat terbatas dengan para menteri.
Jokowi menyampaikan bahwa PPKM tidak efektif didasari beberapa alasan. Salah satunya, dia melihat mobilitas masyarakat tetap tinggi. "Ini menyebabkan angka Covid-19 di beberapa provinsi masih tinggi," ujarnya.
Namun pemerintah tak ingin tinggal diam. Intervensi Covid-19 harus tetap dilakukan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyarankan agar mengajak pakar untuk menyusun kebijakan. Terutama adalah epidemiolog.
"Kebijakan akhirnya lebih komperhensif," katanya.
Dia juga menegaskan esensi PPKM adalah membatasi mobilitas. Namun yang dilihatnya, petugas di lapangan tidak tegas dan tidak konsisten.
"Sehingga saya minta betul-betul turun ke lapangan," ungkapnya.
Selain itu, dia ingin memahamkan masyarakat terkait protokol kesehatan. Tentu dengan cara yang sederhana. Jokowi mencontohkan petugas yang menyiapkan masker yang sesuai standar.
"Kalau masyarakat yang tidak memakai segera dipakaikan," imbuhnya.
Jokowi juga memperingatkan ekonomi akan turun ketika PPKM digiatkan. Namun ini menurutnya tidak jadi masalah asalkan angka Covid-19 di Indonesia juga turun.
"Saya minta ini dikalkulasi formulanya. Meski tidak ada formula yang standar. Pada Februari ini diharapkan vaksinasi Covid-19 dilakukan degan sebaik mungkin," bebernya.
Sementara itu Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto bersama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyambangi sejumlah tempat di Jakarta kemarin. Itu dilakukan untuk memastikan implementasi protokol kesehatan (prokes) oleh masyarakat. Hadi menyampaikan bahwa saat ini TNI bersama Polri masih terus mengawasi penerapan prokes.
"Baik dengan memberikan edukasi, sosialisasi untuk tidak bosan-bosan dan tidak jenuh menggunakan masker," imbuhnya.
Menurut orang nomor satu di institusi militer Tanah Air tersebut, prokes sangat penting untuk menjaga dan melindungi masyarakat dari potensi paparan Covid-19. Untuk itu pula, operasi penegakkan prokes oleh TNI dan Polri tidak berhenti. "Saat ini TNI dan Polri sedang dan terus melaksanakan penegakkan prokes di seluruh wilayah Indonesia," bebernya.
Kemarin, Hadi dan Listyo turun langsung ke lokasi-lokasi yang biasa ramai dikunjungi masyarakat. Yakni Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat dan Pasar Bali Mester Jatinegara di Jakarta Timur.
"Untuk mengecek di lapangan, khususnya di Pasar Tanah Abang (dan Pasar Bali Mester Jatinegara) terkait dengan penerapan protokol kesehatan," terang Hadi. Dalam kesempatan itu, Hadi dan Lustyo juga membagikan masker kepada masyarakat yang berada di kedua pasar tersebut. Mereka menekankan kembali bahwa memakai masker merupakan bagian prokes yang sangat penting. Kepada masyarakat, Jadi meminta semua patuh dan taat prokes.
"Jangan sampai kendor. Karena salah satu (cara) untuk terhindar terpapar Covid-19 adalah dengan selalu menggunakan masker," tegasnya. Listyo menambahkan, penegakan aturan terkait dengan implementasi prokes tidak main-main. Pihaknya memastikan semua berjalan sesuai ketentuan. "Polri berada di garis depan terkait dengan penegakkan aturan prokes," kata dia.
Listyo memastikan, pihaknya tidak main-main melaksanakan penegakkan prokes. Aturan itu, kata dia, harus betul-betul dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Tujuannya tidak lain agar masyarakat terlindungi dari virus korona.
"Sehingga (nanti) masyarakat bisa kembali merasakan kehidupan normal setelah kita bersama-sama menghadapi permasalahan ini," jelasnya.
Tidak hanya di Jakarta, aturan itu berlaku di semua tempat di Indonesia. Sebelumnya, Mabes TNI juga sudah memerintahkan seluruh jajaran TNI di daerah bekerja sama dengan jajaran Polri dan pemerintah daerah masing-masing melaksanakan operasi penegakkan prokes. Di antaranya dengan membagikan masker dan terus mengingatkan masyarakat untuk melaksanakan prokes. Ruang-ruang publik menjadi sasaran operasi yang dilaksanakan mulai kemarin sampai Senin pekan depan.
Pakar epidemologi dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan pembatasan sosial di daerah yang zona orange dan merah harusnya di tingkat sedang sampai berat. Sementara pembatasan sosial yang berlangsung saat ini, termasuk di daerah PPKM, cenderung sedang ke longgar atau ringan. Sehingga penularan Covid-19 sulit untuk ditekan. "Apalagi pembatasan sosialnya tidak jelas," tutur Yunis.
Dia mengatakan banyak indikasi yang bisa menyimpulkan bahwa pembatasan sosial saat ini di tingkat sedang cenderung longgar. Diantaranya adalah jam operasional pusat perbelanjaan dibuka sampai malam hari. Seharusnya dibuka sampai jam 18.00 waktu setempat. Kemudian diberlakukan jam malam untuk menekan risiko penularan.
Kemudian aturan 25 persen pekerja masuk di kantor juga harus diterapkan dengan benar. Kalau pernu di setiap akses menuju pusat perkantoran dijaga atau dibuat check poin. Sehingga ketentuan pekerja maksimal 25 persen yang ngantor benar-benar terwujud. Sementara yang terjadi saat ini hampir seperti keadaan normal.
"Harusnya kalau 25 persen yang ngantor, 75 persen pekerja di rumah. Tetapi ini masih macet, jalanan penuh," katanya.
Artinya aturan 25 persen pekerja yang ngantor dan sisanya bekerja dari rumah belum berjalan efektif. Yunis mengatakan jika ingin melakukan pembatasan sosial dan berdampak pada penurunan penularan Covid-19 harus dilakukan dalam tingkat sedang hingga ketat. Kalau perlu di zona merah akses orang keluar rumah juga dipantau. Di titik-titik jalan dibuatkan penyekatan untuk memastikan keperluar seseorang keluar rumah. Jika tidak mendesak, orang tersebut diminta kembali ke rumah.
Analis pasar modal Hans Kwee menyebut, memperketat pembatasan mobilitas Jawa-Bali merupakan pilihan yang sangat sulit. Karena perekonomian nasional akan merosot tajam. Begitu pula, pasar saham akan drop. Meski demikian, cara tersebut dinilai sangat efektif untuk meredam pertambahan kasus Covid-19.
Langkah tersebut juga diterapkan oleh banyak negara. Seperti Jepang, Singapura, Vietnam, dan mayoritas negara-negara di Eropa. "Benar-benar ketat. Kantor tidak boleh beroperasi, juga mal, sekolah, serta tempat-tempat ibadah dan wisata itu harus tutup semua. Jadi masyarakat benar-benar dibatasi pergerakannya," ucapnya kepada Jawa Pos (JPG).
Menurut Hans, model PPKM saat ini tidak akan efektif menekan persebaran SARS-CoV-2 maupun memulihkan ekonomi nasional. Mengingat, banyak masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor informal. Artinya, kalau tidak kerja, ya tidak makan. Ini yang menjadi kendala besar.
"Ditambah, masyarakat Indonesia kalau dibilangin ngeyel. Tidak disiplin," ungkap Hans.
Sebagai contoh, seperti Jepang, Vietnam, Singapura, dan Cina sukses dengan langkah kunci sementara (kuntara) yang kemudian dilonggarkan.
"Karena masyarakat mereka patuh," imbuhnya.
Selain itu, pembatasan mobilitas yang longgar justru membuat bisnis formal hidup enggan, mati tak mau. Sehingga, kata Hans, lebih baik dilakukan kuntara yang sangat ketat sekitar 2 hingga 4 pekan. Ketika kasus Covid-19 bisa ditekan signifikan, baru ekonomi dibuka kembali dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.(lyn/wan/syn/han/jpg)