Beberapa siswa dan orangtua memilih menentukan sendiri sekolah sebelum penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekolah umum dimulai. Bahkan mereka sudah resmi diterima di sekolah itu. Di antaranya adalah pesantren, sekolah swasta atau sekolah unggulan tertentu. Ini pula yang dilakukan Ferdinand Silalahi saat memasukkan kedua anak kembarnya Audrey Sheyona Silalahi dan Aurelia Zefanya Silalahi.
Ferdinand dan kedua anaknya memilih ikut PPDB masuk SMA Pradita Dirgantara. Sekolah binaan TNI AU yang berada di Boyolali, Jawa Tengah ini telah membuka pendaftaran sejak Januari lalu, jauh-jauh hari sebelum PPBD online jenjang SMA/SMK umum di Riau dibuka pada 28 Juni 2021.
Dari 1.500 yang ikut seleksi daerah se-Indonesia, terjaring 250 orang untuk ikut seleksi tingkat pusat, 18 di antaranya berasal dari Riau. Dari jumlah tersebut, diambil 150 orang dan sembilan wakil Riau lolos. Dua di antaranya Audrey Sheyona Silalahi dan Aurelia Zefanya Silalahi. Siswa lulusan SMPN 4 Pekanbaru ini dijadwalkan berangkat ke Boyolali awal Agustus mendatang, setelah mengikuti vaksinasi kedua 6 Agustus 2021. Mengapa memilih sekolah ini dan harus rela berpisah jauh dari anak?
‘’Alasan utamanya tentu karena sekolah unggulan tentu ada nilai lebih. Kurikulumnya lebih maju. Kemudian, PPDB sekolah umum sekarang ini kayaknya ribet. Memilih sekolah semata-mata karena jarak rumah ke sekolah itu agak susah juga kita menerimanya gitu," ujar Ferdinand kepada Riau Pos.
Sebenarnya dia setuju sistem zona. Tapi, jangan zona mata kuda seperti sekarang ini yang cuma melihat jarak kedekatan rumah ke sekolah. Kalau yang rumahnya di ujung-ujung bagaimana? "Kalau sistem seperti anak saya masuk SMP tiga tahun lalu lebih fair berdasarkan rangking nilai," tambahnya.
Ferdinand bercerita sempat kecewa saat memasukkan anak laki-lakinya masuk SMA dua tahun lalu. ‘’Kan zona kami masuk salah satu SMA di Pekanbaru. Kemudian saya tak pernah berpikir ada yang main-main suket (surat keterangan). Padahal, jarak rumah saya hanya sekitar 1,4 kilometer dari sekolah. Tapi, radius 800 meter sudah habis kuotanya," ujarnya.
Dia sempat ngotot-ngototan dengan sekolah dan panitia. Justru orang yang pakai suket diterima. Harusnya yang punya KK (kartu keluarga) dulu diterima, kalau sudah penuh baru pakai suket. Mereka bilang, karena sudah ada suket ya mereka terima saja dan jangan protes. "Ya, akhirnya anak saya tak diterima dan saya masukkan ke Kalam Kudus saja, sekolah swasta," ujarnya.
Meski demikian, Ferdinand setuju dengan adanya sistem zonasi agar tidak ada sekolah unggulan. Anak-anak terbagi rata. Cuma kesulitannya sekolah ini sebarannya juga belum merata. "Kayak sekarang, zonasi dengan mata kuda tak fair bagi anak-anak di ujung zona, kesempatannya tak equal dengan anak-anak yang dekat sekolah. Seharusnya anak-anak itu punya kesempatan dan nilai yang sama ketika masuk SD, SMP, maupun SMA," ujarnya.
Makanya, dia mendukung anaknya masuk SMA Pradita meski jauh. Harapannya, ini untuk bekal mereka ke depan. "Saya punya keyakinan sekolah unggulan memberikan sesuatu yang lebih bagi anak-anak saya dan anak-anak bisa mandiri," tambahnya.
SMA Pradita Dirgantara merupakan sebuah pondok pesantren yang berdiri sejak tahun 2018. Biaya pendidikan gratis. SMA ini telah terakreditasi SMA yang memiliki jargon Fly Worldwide ini bekerja sama dengan berbagai institusi baik dalam maupun luar negeri. Jika berprestasi dapat beasiswa ke luar negeri yakni ke Perancis. SMA Pradita Dirgantara juga pernah menjadi calon IB (International Baccalaureate) tahun 2020 dan menjadi anggota UNESCO ASPNet di tahun yang sama.
Tak hanya di tingkat nasional, siswa SMA Pradita Dirgantara juga telah menorehkan prestasi di kancah internasional, di antaranya Ratu Putri Dewi yang meraih Juara 2 karangan di Melbourne melalui pendingin untuk APD yang diberi nama PC-Box. Tahun 2021 merupakan tahun keempat SMA Pradita Dirgantara menyelenggarakan penerimaan mahasiswa baru.
Ada dua jalur yang digunakan. Jalur pertama jalur reguler atau jalur ujian bagi siswa sekolah menengah pertama yang memenuhi persyaratan umum. Dan jalur kedua jalur prestasi bagi siswa sekolah menengah pertama yang berprestasi sebagai peraih medali olimpiade sains internasional, peraih medali emas bidang sains nasional, olimpiade dan medali emas untuk kompetisi matematika dan bahasa Inggris Nasional.(das)